Dinilai Gagal di Ducati, Jorge Lorenzo Sebut Giacomo Agostini 'Angkuh'

Dinilai Gagal di Ducati, Jorge Lorenzo Sebut Giacomo Agostini 'Angkuh'
Jorge Lorenzo dan Giacomo Agostini pada 2010 (c) MotoGP.com

Bola.net - Belakangan ini MotoGP dihebohkan oleh perang verbal antara lima kali juara dunia, Jorge Lorenzo, dan 15 kali juara dunia, Giacomo Agostini. Keduanya saling lempar kritik tajam, dan pada Jumat (15/5/2020), Lorenzo bahkan menulis 'surat panjang' demi membalas kata-kata Agostini.

Cekcok verbal ini dimulai dari komentar Agostini, yang dalam salah satu wawancara menyebut Lorenzo tak perlu kembali balapan secara penuh pada 2021, karena terbukti dua kali 'gagal' dalam kariernya, yakni saat membela Ducati Team dan Repsol Honda.

Setelah wawancara tersebut muncul ke publik, Lorenzo naik pitam dan menulis balasan untuk 'Ago' lewat media sosial, "Aku berutang uang pada pria ini atau apa? Dia bilang aku gagal di Ducati... Ayolah! Betapa mudahnya bicara ketika kau sudah tak naik motor selama 50 tahun."

1 dari 3 halaman

Agostini: Kenyataan Memang Menyakitkan

Tanggapan Lorenzo ini pun kembali membuat heboh dan akhirnya sampai ke telinga Agostini yang sedang menjalani karantina mandiri di Bergamo, Italia, di tengah pandemi virus corona. Dalam sebuah wawancara lain, pria 77 tahun ini membalas Lorenzo.

"Jorge, kenyataan memang menyakitkan," ujar Agostini, yang juga mengaku yakin bahwa dirinya memiliki hak untuk melemparkan kritik kepada Lorenzo, sama halnya seperti saat ia memberikan pujian atas kesuksesannya.

Lewat Instagram, Lorenzo pun menyiratkan kemarahannya, dan bahkan menulis 'surat panjang' untuk Agostini dengan menjelaskan perbedaan era modern MotoGP dengan era Agostini berkompetisi. Lorenzo menyebut kompetisi masa kini jauh lebih berat dan sengit ketimbang masa lalu, dan menyebut Agostini 'angkuh' dan 'dangkal'.

2 dari 3 halaman

Pernyataan Jorge Lorenzo

View this post on Instagram

A post shared by JORGE LORENZO (@jorgelorenzo99) on

"Saya harap suatu saat nanti saya tak perlu menghadapi kenyataan bahwa generasi-generasi baru didogma berdasarkan memori-memori kemenangan saya, membanding-bandingkan masa depan dengan masa lalu saya dan berkata: "Pada masaku..."

"Saya rasa apa yang harus dipahami Tuan Giacomo Agostini adalah setiap era balap motor punya sejarahnya sendiri, setiap juara punya kepentingan sendiri dalam konteks yang ada, baik soal rival maupun teknologi.

"Contohnya, meski pada era 1960an Anda bisa balapan di sirkuit dengan tingkat keselamatan yang sangat rendah, sering kali perbedaan antara motor tercepat dan terlamban adalah sekitar 10 detik. Beberapa pebalap menikmati keunggulan ini hingga mereka bisa turun (dan menang) di berbagai kategori pada tahun yang sama.

"Meski teknologi kala itu sudah maju, tetap saja masih bertahun-tahun cahaya dibandingkan yang sekarang. Dalam beberapa dekade terakhir, baik sirkuit maupun teknologi sudah sangat maju. Dengan 'papan tombol' yang unik, keseimbangan luar biasa telah dicapai semua motor.

"Para pabrikan mencari keuntungan sekecil apa pun yang bisa membuat mereka mengalahkan rival mereka dan banyak kemenangan yang diraih dengan margin seperseribu detik...

"Usai balapan selama 45 menit, ketika satu detik memisahkan pebalap pertama dan kelima, ini berarti bahwa setiap detail kecil dibutuhkan demi meraih keuntungan dan kemenangan. Dalam konteks ini, hal-hal seperti aerodinamika, penyesuaian peta elektronik, atau ujung-ujung bentuk tangki, menjadi sangat menentukan demi mencapai tujuan tersebut.

"Sebaliknya, ketika perbedaan hanya diukur berdasarkan sepersepuluh detik, menit, atau tikungan, maka detail kecil menjadi tak penting. Dan ya, Anda bahkan juga bisa berpuas diri dengan ergonomi motor yang tak sempurna. Dan ini, Giacomo Sayang, adalah kenyataan yang tak terbantahkan.

"Jadi, ketika seseorang (yang tahu benar soal situasi dan fakta) berkata bahwa saya tak meraih hasil baik di Ducati, saya hanya bisa takjub. Dengan rasa hormat, saya rasa mengatakan 'pada masaku...' atau murni membanding-bandingkan hasil demi menilai kemampuan seorang juara pada era modern, bagi saya adalah sebuah keangkuhan yang dangkal dari seorang legenda sepertimu."