Bukan Sekadar 'Sultan MotoGP': Tito Rabat, Pembalap yang Kegigihannya Terlupakan

Bukan Sekadar 'Sultan MotoGP': Tito Rabat, Pembalap yang Kegigihannya Terlupakan
Pembalap Esponsorama Racing, Tito Rabat (c) Twitter/EsponsoramaGP

Bola.net - Jagat media sosial Indonesia beberapa belakangan ini kerap menyebut Tito Rabat sebagai 'Sultan MotoGP', karena ia membawa sponsor ke Esponsorama Racing sejak 2018 agar bisa berlaga di kelas raja. Uniknya, sang sponsor adalah 'Rabat', toko perhiasan milik keluarganya sendiri yang cukup ternama di Spanyol.

Julukan 'Sultan MotoGP' ini mendadak tersemat pada Rabat sejak Esponsorama dikabarkan akan diambil alih oleh tim balap Valentino Rossi, Sky Racing VR46, tahun depan. Rossi kabarnya ingin cari tempat untuk sang adik yang saat ini masih turun di Moto2, Luca Marini. Padahal, secara teori, sudah tak ada tempat tersisa di MotoGP.

Rabat sendiri masih resmi terikat kontrak dengan Esponsorama sampai 31 Desember 2021, dan kontrak ini telah ditandatangani pada pertengahan 2019. Sang pemilik tim, Raul Romero, sempat menolak melepas Rabat, yang menurutnya memberi dukungan finansial yang baik untuk timnya.

Sejak itulah, Rabat dijuluki 'Sultan MotoGP' oleh banyak fans MotoGP, terutama dari Indonesia. Stigma ini seolah membuat talenta, kerja keras, bahkan statusnya sebagai seorang rider yang pernah jadi juara dunia terlupakan begitu saja. Padahal, perjalanan Rabat menuju MotoGP tidaklah mudah, sekalipun keluarganya kaya raya.

1 dari 7 halaman

Awal Karier di GP125 dan Moto2

Awal Karier di GP125 dan Moto2

Tito Rabat saat masih membela Repsol Honda di GP125 2007. (c) Box Repsol

Rabat menjalani debutnya di ajang Grand Prix lewat kelas 125cc pada 2006, dan mengawali karier dengan penuh liku walau sang ayah, Esteve Rabat, memberinya bantuan finansial. Meski kerap dianggap beruntung punya privilese, Rabat tetap bekerja keras demi membuktikan ia punya talenta dan kecepatan mumpuni.

Pantang menyerah, Rabat mulai menunjukkan potensi pada 2010, di mana ia menduduki peringkat 6 di klasemen akhir GP125. Performa ini membuatnya dapat tawaran naik ke Moto2 pada 2011 dari Esponsorama, yang dulu masih bernama Blusens-STX. Debutnya pun tak buruk, karena ia mengakhiri musim di peringkat 10 dengan satu podium.

Menjelang musim 2012, Rabat dirundung duka. Sang ibu, Maria Dolors Bergada atau yang biasa disapa 'Cuca', meninggal dunia pada awal Februari akibat penyakit serius yang ia derita selama berbulan-bulan. Peristiwa ini pun membuat Rabat bekerja jauh lebih keras, karena ia ingin sang mendiang ibu bangga padanya.

Pada tahun yang sama, Rabat membela Pons Racing, salah satu tim prestisius di Moto2, sekaligus tim milik dua kali juara dunia GP250, Sito Pons. Ia pun bertandem dengan Pol Espargaro dan Axel Pons. Meski hanya meraih satu podium, Rabat memperbaiki peringkatnya di klasemen akhir musim, menduduki peringkat ketujuh.

2 dari 7 halaman

Tadinya 'Membayar', Kini Justru 'Dibayar'

Tadinya 'Membayar', Kini Justru 'Dibayar'

Tito Rabat saat masih membela Pons Racing di Moto2 2013. (c) AFP

Potensi Rabat jadi juara makin terlihat setahun setelahnya, saat ia meraih 7 podium dan 3 kemenangan. Ia bahkan sukses duduk di peringkat ketiga pada klasemen akhir musim, di belakang Espargaro dan Scott Redding. Meski prestasinya mentereng, Rabat dan Pons Racing berpisah pada akhir musim. Rider Spanyol ini pindah ke Marc VDS, menggantikan Redding yang naik ke MotoGP.

Marc VDS sendiri sudah jadi tim yang mengancam sejak turun di Moto2 pada 2010, berkali-kali dekat dengan gelar juara lewat Redding dan Mika Kallio, namun selalu gagal. Bersama Rabat, tim asal Belgia ini pun menuju masa depan yang jauh lebih cerah, mendapat status tim prestisius dan bergengsi di Moto2. Rabat bahkan tak lagi perlu 'membayar' untuk balapan, dan kini justru digaji oleh timnya.

Bersama Marc VDS, Rabat langsung tampil eksplosif. Ia membuktikan bahwa ia rider yang tak bisa diremehkan. Performanya yang gemilang di Moto2 ini bahkan sering diperbincangkan oleh rider-rider MotoGP. Etos kerja keras Rabat yang tak pernah lelah berlatih motor bahkan kerap disama-samakan dengan etos kerja mendiang juara dunia MotoGP 2006, Nicky Hayden. Sampai-sampai, rekan-rekan sesama pembalap juga menjulukinya 'Tito Robot'.

Rabat pun benar-benar tak suka jauh-jauh dari motor. Agar lebih mudah berlatih setiap hari, ia bahkan sempat meninggalkan rumahnya sendiri, dan sekadar tinggal dalam sebuah trailer ala kadarnya, yang terparkir di paddock Sirkuit Almeria, Spanyol. Kadang-kadang, ia bahkan tidur di garasi-garasi sirkuit tersebut.

3 dari 7 halaman

Gebrakan Jadi Juara Dunia dan Naik Kelas ke MotoGP

Gebrakan Jadi Juara Dunia dan Naik Kelas ke MotoGP

Tito Rabat saat mengunci gelar dunia Moto2 2014 di Sepang, Malaysia. (c) AFP

Kerja keras Rabat terbayar pada 2014. Bersama Marc VDS, ia mendominasi. Ia meraih 14 podium, yang tujuh di antaranya kemenangan. Ia sukses jadi juara, membekuk tandemnya sendiri yang jauh lebih berpengalaman, Mika Kallio. Yang lebih membahagiakan lagi, ia merebut gelar dengan para sahabatnya yang terbentuk dalam 'Rufea Team', yakni Marc dan Alex Marquez, yang masing-masing menjuarai MotoGP dan Moto3.

Usai juara di Moto2, Rabat bertahan di kelas yang sama pada 2015, masih dengan Marc VDS. Ia pun harus bertarung sengit dengan Johann Zarco dan Alex Rins dalam memperebutkan gelar dunia. Meski pada akhir musim harus puas duduk di peringkat ketiga, Rabat masih punya prestasi mencolok, merebut 10 podium yang tiga di antaranya kemenangan.

Melihat performa Rabat, Marc VDS yang melebarkan sayapnya ke MotoGP bersama Honda pada 2015 pun tertarik menurunkannya di kelas para raja pada 2016. Lagi-lagi, Rabat menggantikan Redding, yang pindah ke Pramac Racing dan Ducati, usai sulit tampil kompetitif di atas RC213V, yakni motor yang dikenal paling agresif dan sulit dijinakkan di MotoGP.

Pada tahun tersebut, Rabat bertandem dengan Jack Miller. Sama seperti Redding, keduanya sama-sama kesulitan menjinakkan RC213V yang usianya setahun lebih tua dari pada motor yang dipakai Marc Marquez dan Dani Pedrosa. Miller sempat menang di Assen, Belanda, namun balapan itu berlangsung flag-to-flag. Rabat pun paceklik podium, dan hal ini terulang pada 2017.

4 dari 7 halaman

Terpaksa 'Membayar' Lagi Karena Timnya Tak Berduit

Terpaksa 'Membayar' Lagi Karena Timnya Tak Berduit

Pebalap Reale Avintia Racing, Tito Rabat (c) Avintia

Pada 2018, Rabat pun tak punya pilihan selain kembali ke Esponsorama, yang kala itu bernama Reale Avintia Racing. Ia berharap bisa lebih kompetitif di atas Ducati. Namun, sejak lama, Avintia telah dikenal sebagai tim yang tak bergelimang uang. Sekadar berstatus sebagai tim pelanggan, mereka pun sulit mendapatkan dukungan teknis terbaik dari Ducati Corse.

Alhasil, Rabat terpaksa kembali 'membayar' tim tersebut dengan membawa sponsor, yakni 'Rabat', toko perhiasan milik sang ayah. Meski begitu, dukungan finansial sang ayah bahkan tak cukup besar untuk membantu Avintia mendapatkan dukungan lebih baik dari Ducati. Tanpa motor terkini yang kompetitif, Rabat lagi-lagi harus susah payah.

Meski naik motor ala kadarnya, Rabat meraih hasil yang tak buruk-buruk amat pada awal musim. Dalam 11 seri pertama, ia konsisten bertarung di posisi 10 besar, bahkan kadang di posisi delapan besar. Sayangnya, ia mengalami nasib sial pada seri ke-12, yakni dalam MotoGP Inggris di Silverstone, insiden yang mengundang banyak simpati dari penghuni paddock MotoGP.

Kala itu, Silverstone memiliki aspal baru, namun kualitasnya dikritik habis-habisan oleh para pembalap karena kelewat licin. Kondisinya semakin buruk ketika hujan turun karena aspalnya tak bisa cepat meresap air. Hujan pun turun di sesi latihan bebas keempat (FP4) yang mengakibatkan banyak kecelakaan, salah satunya dialami oleh rider Suzuki Ecstar, Alex Rins, di Tikungan 7.

5 dari 7 halaman

Insiden yang Mengancam Nyawa dan Karier

Insiden yang Mengancam Nyawa dan Karier

Tito Rabat saat masa pemulihan usai insiden MotoGP Inggris 2018. (c) Avintia

Belum juga Rins sempat meninggalkan TKP, Rabat mengalami kecelakaan di tempat yang sama. Rabat tak sempat pula menepi dari area gravel, dan motor Franco Morbidelli meluncur cepat ke arahnya dari belakang. Rins pun segera memberi isyarat agar Rabat segera lari untuk menepi, namun terlambat. Motor Morbidelli menghantam lutut kanan Rabat dengan keras.

Melihat Rabat sangat kesakitan dan tak bisa bangkit, serta butuh bantuan serius dari petugas medis, maka bendera merah dikibarkan. Rabat pun segera dilarikan ke rumah sakit, dan didiagnosa mengalami patah tulang fibula, tulang femur, dan dislokasi lutut pada kaki kanannya. Rabat sendiri sempat syok melihat kakinya yang tak dalam kondisi normal.

Rabat harus absen tiga bulan, sampai sisa musim, dan digantikan oleh Christope Ponsson dan Jordi Torres. Namun, kegigihan Rabat lagi-lagi bikin kagum penghuni paddock MotoGP. Hanya beberapa hari pascaoperasi, foto-foto Rabat yang langsung berlatih jalan kaki beredar di media sosial. Dalam jumpa pers usai operasi, ia mengaku bertekad pulih dan kembali balapan.

Pada 2019, Rabat tetap membela Avintia, namun situasinya lebih sulit ketimbang setahun sebelumnya. Banyak yang bertanya-tanya apakah cedera kakinya masih menghantui, ataukah motornya yang sulit membantunya tampil kompetitif. Namun, ia sempat finis kesembilan di MotoGP Catalunya, dan inilah yang membuatnya mendapat perpanjangan kontrak dari Avintia untuk musim 2020 dan 2021.

6 dari 7 halaman

Masa Depan yang Tak Jelas

Masa Depan yang Tak Jelas

Pembalap Esponsorama Racing, Tito Rabat. (c) Twitter/EsponsoramaGP

Tahun ini, kedatangan Johann Zarco sebagai rider yang kontraknya terikat langsung dengan Ducati Corse, sekaligus naiknya 'pangkat' Avintia menjadi tim satelit resmi Ducati, membuat Rabat kecipratan untung. Rabat kini dapat dukungan teknis lebih mumpuni. Walau sekadar mengendarai Desmosedici GP19, Rabat kini mendapatkan insinyur langsung dari Ducati.

Namun, hasil terbaik Rabat sejauh ini hanyalah finis ke-11 di MotoGP Andalusia, walau sempat menunjukkan progres lumayan positif dalam beberapa sesi latihan. Lagi-lagi, penghuni paddock MotoGP pun dibuat bertanya-tanya oleh performa muram rider 31 tahun ini. Kabarnya, ia memang masih kesulitan karena cedera kakinya belum pulih benar.

Kabar inilah yang memunculkan rumor lain, bahwa Rabat di ambang masa pensiun dini. Pasalnya, ia juga menolak tawaran Ducati untuk diturunkan di WorldSBK tahun depan bersama Barni Racing Team dengan kontrak pabrikan. Rabat kabarnya juga akan beralih ke jabatan pelatih balap Esponsorama di kelas Moto3.

Demikianlah kisah Esteve 'Tito' Rabat, pembalap yang tak bisa sekadar disebut 'Sultan MotoGP', melainkan juga perlu diingat soal kegigihannya dalam menggebrak segala stereotipe 'pay rider' walau harus melalui ujian berat. Meski belum diketahui dengan pasti ke mana kariernya menuju, apa pun itu, semoga masa depannya lebih baik.