Sportifitas, Ekonomi Kerakyatan, Transparansi dan Bakat Muda Jadi Pemenangnya

Sportifitas, Ekonomi Kerakyatan, Transparansi dan Bakat Muda Jadi Pemenangnya
Steering Committee Piala Presiden, Maruarar Sirait (tengah) (c) Piala Presiden 2018

Bola.net - - Oleh: As'ad Arifin

Gelaran babak perempat final Piala Presiden 2018 telah usai digelar. Sebanyak delapan tim sudah bertanding di Stadion Manahan pada 3-4 Februari 2018, untuk memperebutkan empat tiket untuk melaju ke babak semifinal.

Dari babak perempat final, muncul empat tim yang akan melaju ke tahap selanjutnya. Empat tim tersebut yakni PSMS Medan, Bali United, Sriwijaya FC dan Persija Jakarta. Sementara, tim yang tidak lolos yakni Persebaya Surabaya, Madura United, Arema FC dan Mitra Kukar.

Berikut adalah hasil lengkap perempat final Piala Presiden 2018:

PSMS 3-3 Persebaya * PSMS menang adu penalti

Persija Jakarta 3-1 Mitra Kukar

Bali United 2-2 Madura United * Bali United menang adu penalti

Sriwijaya FC 3-1 Arema FC

Namun, urusan babak perempat final ini bukan cuma soal persaingan di atas lapangan saja. Tapi, juga melibatkan beberapa faktor penting di luar lapangan. Misalnya, tentang sportifitas yang terjadi di antara suporter klub-klub yang bertanding.

Selain itu, seperti yang sejak awal penyelenggaraan didengungkan oleh Steering Committee (SC) Piala Presiden, Maruarar Sirait, Piala Presiden 2018 juga harus melibatkan potensi ekonomi kerakyatan yang pada setiap pertandingan yang digelar.

Nah, marilah kita bahas kedua faktor luar lapangan tersebut secara lebih mendalam. Benarkah sportifitas dan ekonomi kerakyatan diterapkan dengan baik selama babak perempat final?

Mulai dari Sportifitas

Salah satu kekhawatiran besar dari babak perempat final ini adalah pecahnya kerusuhan masal antar suporter di Solo. Sebab, setidaknya ada tiga tim dengan basis suporter besar yang bertanding. Mereka yakni Persebaya [Bonek], Arema FC [Aremania] dan Persija [The Jakmania].

Seperti diketahui, hubungan antara Bonek dan Aremania selama ini juga tidak begitu baik. Karena ini, wajar jika kemudian muncul rasa khawatir bahwa akan terjadi gesekan antara kedua kelompok suporter. Meskipun, jadwal laga kedua tim tidak di hari yang sama.

Pada Sabtu (3/2) sore, Persebaya berlaga melawan PSMS. Pada laga ini, sebanyak 22.184 tiket terjual. Artinya, Stadion Manahan yang berkapasitas 25.000 penonton ini hampir penuh. Itupun dengan catatan masih banyak suporter yang ada di luar stadion karena tidak mendapat tiket masuk. Sebagian besar penonton di laga ini adalah Bonek.

Tetap semangat Bonek Mania 🦈🐊💚💚

A post shared by Go-Jek Traveloka Liga 1 (@liga1match) on

Persebaya akhirnya kalah dari PSMS. Nah, kekalahan ini disambut dengan jiwa yang penuh sportifitas oleh para Bonek. Mereka pulang dengan tertib dan segala kekhawatiran negatif tidak terjadi baik itu di Solo maupun di perjalanan Bonek menuju ke Surabaya.

Tidak ada pula terjadinya gesekan yang besar dengan kelompok suporter Aremania, yang pada malam kepulangan Bonek, datang ke Solo untuk mendukung Arema di laga melawan Sriwijaya, yang dihelat pada hari Minggu (4/2). Suasana kondusif tetap terjaga meski jumlah kedua kelompok suporter datang dalam jumlah yang masif.

Sama seperti para Bonek yang mampu menerima kekalahan Persebaya, Aremania juga berjiwa kesatria saat harus melihat tim pujaan mereka gagal mempertahankan gelar juara. Arema kalah dari Sriwijaya FC dan Aremania tetap pulang dengan tertib dan menjaga sportifitas.

Sikap sportif kedua kelompok suporter, juga kelompok suporter lain yang datang ke Solo, mendapatkan acungan jempol dari Maruarar Sirait.

"Saya bangga sekali dengan sportivitas yang mulai terbangun dalam sepakbola Indonesia karena tanpa sportifitas tidak akan maju, wasitnya juga adil suporter bisa menerima kekalahan walaupun sedih dan tidak merusak," buka Maruarar.

💚❤

A post shared by Go-Jek Traveloka Liga 1 (@liga1match) on

"Jadi kita senang ini tanda-tanda sepakbola maju dan dukungan polisi yang luar biasa sari Pak Kapolri [Tito Karnavian] dan Kapolda [Jawa Tengah, Condro Kirono]. Ada juga peran dari TNI yang bersama-sama mengamankan jalannya babak ini," tandas politisi PDI Perjuangan tersebut.

Lanjut ke Ekomoni Kerakyatan dan Transparansi

Selain sportifitas, Maruarar sejak awal mengaku gelaran Piala Presiden 2018 harus bisa melibatkan gerakan ekonomi kerakyatan. Menurutnya, ini adalah pesan khusus dari Presiden Joko Widodo. Karena itu, ada beberapa hal menarik yang dilakukan. Yakni dengan lebih memberdayakan para pedagang kaki lima atau asongan.

Sebenarnya, ekonomi kerakyatan sudah sejak lama lekat dengan sepakbola. Tapi, pada gelaran Piala Presiden 2018 ini, seolah ada sebuah pengakuan khusus tentang potensi besar industri sepakbola pada bergulirnya sektor ekonomi yang melibatkan banyak orang.

Misalnya, dalam beberapa kesempatan, akun official media sosial Piala Presiden 2018, memberikan 'promosi gratis' dengan cara meng-upload foto para pedagang asongan yang datang ke stadion. Mungkin, hal ini terlihat sederhana, tapi bisa memberikan dampak yang besar.

Selanjutnya, jika biasanya panita pertandingan hanya mengumumkan jumlah penonton yang membeli tiket, pada gelaran Piala Presiden 2018, diumumkan pula jumlah pedagang kaki lima dan asongan yang ikut meramaikan setiap pertandingan.

"Saya juga ikut minum teh tadi bersama para pedagang kaki lima. Saya tanya pada mereka, katanya senang dagangannya laku. Tentu saja kami selaku panitia juga senang, karena memang sepakbola harusnya bisa dinikmati bukan hanya pemain dan penonton, tapi juga rakyat kecil lain," kata Maruarar.

Pada babak penyisihan grup misalnya, panitia Piala Presiden 2018, mengeluarkan data bahwa sebanyak 4.857 pedagang kaki lima yang mendapatkan nafkah. Sementara, ada juga 2.726 pedagang asongan yang kebanjiran rejeki. Total ada 7.583 pedagang dan terdapat perputaran uang hingga mencapai lebih dari Rp. 3 miliar. Bukan jumlah yang sedikit tentunya.

Sementara, di babak perempat final, penonton yang datang mencapai lebih dari 77 ribu penonton dari empat laga yang dimainkan. Total pendapatan dari hasil penjualan tiket adalah Rp. 1.146.800.000. Pemasukan paling tinggi didapatkan dari laga Persebaya vs PSMS dimana tiket yang terjual mencapai angka 22.184.

Berikut adalah data resminya:

Data resmi tersebut sekaligus jadi bukti bahwa gelaran Piala Presiden 2018 ini dikelola dengan cara yang transparan. Bukan hanya catatan statistik pertandingan saja yang dipublikasikan oleh panita, tapi juga jumlah pendapatan setiap pertandingan. Berada tiket yang terjual dan uang yang didapatkan.

Sepanjang babak penyisihan yang digelar di lima kota [Bandung, Malang, Surabaya, Bali dan Tenggarong], tercatat ada 230.268 penonton yang datang melihat pertandingan. Dari jumlah tersebut, pihak panitia mampu meraih pemasukan lebih dari Rp. 9 miliar dari penjualan tiket.

Data pendapatan penjualan tiket bisa diakses oleh publik dan diumumkan secara resmi dalam setiap tayangan langsung pertandingan. Sesuatu yang tidak terjadi pada kompetisi di Indonesia selama ini.

Munculnya Bakat Muda Potensial

Tidak dipungkiri lagi, tensi setiap laga di Piala Presiden 2018 memang cukup tinggi. Setiap tim berjuang untuk bisa mendapatkan kemenangan. Tapi, para pelatih juga tetap memberi kesempatan pada para pemain mudanya untuk tampil memikat. Sebab, ini tetaplah turnamen pramusim.

Salah satu pemain yang tampil menonjol adalah Syahrian Abimanyu dari Sriwijaya FC. Tidak banyak memprediksi dia akan jadi pilihan utama pelatih Rahmad Darmawan di lini tengah Sriwijaya FC. Sebab, disana ada pemain bintang seperti Adam Alis, Zulfiandi, Makan Konate, Yu Hyun Ko, hingga Eseban Viscarra.

Abimanyu mencuri perhatian setelah mencetak gol cantik ke gawang Arema FC lewat tendangan bebasnya. Gol Abimanyu membantu Laskar Wong Kito menang dengan skor 3-1 atas Arema dan melaju ke semifinal. Pemain berusia 19 tahun ini akan menjadi idola baru bagi fans Sriwijaya FC di musim 2018.

Kemudian ada nama Hanis Sagara Putra, rekan Abimanyu di Timnas U-19, yang bermain untuk Bali United. Hanis jadi kunci permainan Bali United, yang harus kehilangan Irfan Bachdim karena cedera. Hanis pun mampu tampil memikat meski ini adalah tahun pertamanya bermain di level profesional.

Selain Abimanyu dan Hanis, ada pula nama seperti Rezaldi Hehanusa [Persija], Irfan Jaya [Persebaya], Alfath Fathier [Madura United], Frets Butuan [PSMS Medan] dan beberapa pemain lain. Nama-nama ini sepertinya akan menjadi bintang baru di Liga 1 musim 2018. Menarik untuk dinantikan.

Nah, dengan berbagai uraian di atas, agaknya tidak salah untuk memberi label bahwa sportifitas, ekonomi kerakyatan dan transparansi dan bakat muda jadi juaranya. Terlepas dari siapa pun yang kelak akan menjadi turnamen yang sudah masuk tahun ketiga ini.