
Bola.net - - Keputusan Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, maju sebagai calon Gubernur Sumatera Utara dalam Pilkada 2018 mendatang sangat mencengangkan. Keputusan itu menjadi perdebatan. Banyak yang menyayangkan keputusannya tersebut di tengah kondisi sepakbola Indonesia yang belum beres.
Pria 56 tahun yang memiliki jabatan Pangkostrad Angkatan Darat (AD) tersebut mulai menjabat sebagai Ketua Umum PSSI sejak bulan November tahun 2016 lalu. Ia mengalahkan para kandidat lainnya dalam sebuah kongres di Jakarta, termasuk menyingkirkan Kurniawan Dwi Yulianto, Eddy Rumpoko, Djohar Arifin Husin dan Moeldoko. Rencananya, ia akan memegang jabatan tertinggi di dalam federasi sepakbola Indonesia tersebut hingga 2020 mendatang.
Dalam visinya, pria kelahiran Aceh tersebut menyatakan ingin membawa PSSI menjadi organisasi profesional dan bermartabat dan menjadikan sepakbola yang jujur tanpa kepentingan politik; Menargetkan timnas Indonesia tampil di Olimpiade 2024. Misinya: fokus pada pembinaan sepakbola di usia dini dengan memperbanyak kompetisi di berbagai level; Membagi sepakbola Indonesia ke dalam tiga wilayah timur, tengah dan barat agar bisa memaksimalkan pembinaan untuk penguatan tim nasional; Memperbaiki sistem data base pemain dari seluruh Indonesia.
Melihat target PSSI di bawah kepemimpinan Edy tentu saja kita sangat berharap bahwa penyelenggaraan kompetisi di Indonesia bisa berjalan benar-benar profesional. Kita ingin para ‘mafia’ tidak ikut campur tangan dalam kompetisi yang berlangsung . Kita tidak ingin ada lagi korban jiwa dalam sepakbola Indonesia. Timnas harus mengukir prestasi. Semua itu adalah harapan besar masyarakat Indonesia terkait sepakbola Indonesia yang perlu mendapat perhatian PSSI.
Namun di tengah masalah tersebut, Edy yang diharapkan bisa memimpin revolusi di tubuh PSSI justru akan terjun di dunia politik yang penuh intrik. Sementara itu dalam PSSI sendiri terdapat peraturan yang melarang pelibatan politik dan hal-hal sensitif lainnya dalam sepakbola.
Lagi pula, Edy sendiri yang mengatakan ingin menjauhkan sepakbola Indonesia dari kepentingan politik. Tapi ia justru akan maju sebagai calon Gubernur. Salahkan dia dengan keputusannya tersebut?
Memang tidak ada salahnya jika Edy ingin menggunakan haknya sebagai warga negara Indonesia yang kebebasannya dijamin oleh undang-undang. Tapi masalahnya, ia adalah pengurus PSSI yang masih aktif. Dikhawatirkan PSSI ini hanya akan menjadi kendaraannya menuju puncak kariernya di bidang politik.
Seperti kata Koordinator SOS (Save Our Soccer), Akmal Marhali, mengatakan bahwa sepakbola adalah kendaraan yang seksi bagi pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya untuk kepentingan politik.
"Sepakbola masih menjadi salah satu kendaraan politik paling seksi karena melibatkan massa dalam jumlah besar, yang merupakan swing voter," katanya.
Sementara itu menurut Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, mengatakan tak ada masalah jika Edy ingin maju sebagai calon Gubernur. Menurutnya, itu tidak melanggar peraturan dalam organisasi PSSI. Lagi pula, ia percaya rekannya tersebut punya komitmen tinggi jika nantinya rangkap jabatan: jadi Gubernur dan tetap memimpin PSSI.
"Tidak ada masalah, tidak ada yang melarang untuk itu. Karena ini kan dua hal yang berbeda ya, itu adalah hak politik individu. Dan di statuta juga tidak ada hubungannya jabatan itu dengan jabatan keorganisasian di PSSI," kata Joko.
Politik dan Sepakbola
Setiap manusia memang tidak bisa lepas dari masalah politik, termasuk orang-orang yang menekuni dunia sepakbola. Para insan di sepakbola bukan robot sehingga mereka bisa benar-benar bersih dari kecenderungan pribadi. Jadi jangan anggap sepakbola benar-benar bisa lepas dari campur tangan politik.
Adapun politik sendiri penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Dalam arti sebenarnya, politik adalah sebuah upaya mencapai kesejahteraan bersama. Filsuf Yunani, Aristoteles, mengatakan bahwa manusia adalah makhluk politik (Zoon Politikon) yang tujuan akhirnya diharapkan akan menciptakan kesejahteraan bersama, bukan untuk kelompok.
Praktik politik dalam sepakbola bisa digambarkan jelas dalam keberadaan klub di Spanyol. Dalam sejarahnya, Barcelona adalah klub kebanggaan warga Catalan. Klub yang berdiri pada awal abad 20 ini termasuk dalam agenda pergerakan politik melawan terhadap penindasan oleh diktator Jenderal Francisco Francos antara tahun 1936 dan 1975 pada warga Catalan. Oleh sebab itu mereka punya jargon yang terkenal dengan "mes que en club" – lebih dari sekedar klub. Sampai saat ini, nuansa pertentangan terhadap kekuasaan Spanyol tetap berlanjut.
FIFA sebagai otoritas sepakbola tertinggi di dunia sebenarnya melarang seluruh aktivitas yang berbau politik dalam sepakbola. Mereka akan memberikan sanksi atas segala bentuk ekspresi yang dinilai politis.
Sementara itu, ketika wilayah Catalonia ingin merdeka dari Spanyol lewat referendum yang berlangsung baru-baru ini, jargon "mes que en club" tetap terpampang di Camp Nou yang menjadi markas besar Barcelona. Untungnya ungkapan tersebut tidak dianggap sebagai ekspresi politik.
Beberapa ekspresi politik yang tergambar dalam sepakbola juga termasuk pernyataan pembelaan Gerard Pique pada kemerdekaan Catalonia dari Spanyol. Ia menyatakan, “Politik menyebalkan, tetapi mengapa saya tidak bisa mengekspresikan diri saya?”.Akibat pernyataannya itu, ia mendapat cercaan dari berbagai kalangan karena dianggap mencampuradukkan sepakbola dengan sikap politik.
Pelarangan politik yang berlaku dalam peraturan otoritas sepakbola sepertinya perlu ditinjau kembali. Sebab, tentu saja, pernyataan Pique tersebut tidak boleh dilarang karena ia punya hak pilih. Meskipun pemain sepakbola, ia adalah manusia biasa. Pilihan itu bukan untuk mencari sensasi belaka melainkan demi hak-hak kebebasannya sebagai manusia yang ingin hidup sejahtera.
Praktik lain yang dinilai sebagai ungkapan politik dalam sepakbola juga termasuk ketika pendukung klub Celtic memberikan dukungan pada kemerdekaan Palestina atau saat pendukung Persib Bandung menyuarakan dukungannya pada warga Rohingnya. Aksi ini adalah aksi kemanusiaan namun kemudian mendapat cap sebagai aksi politik dalam sepakbola.
Sampai di sini dapat kita simpulkan bahwa praktik politik dalam sepakbola itu terjadi dan tidak selamanya buruk. Sebab ada tujuan kesejahteraan bersama untuk kehidupan manusia. Sayangnya, tindakan seperti itu mendapat larangan dari berbagai otoritas sepakbola termasuk di dalam tubuh PSSi, UEFA, hingga FIFA.
Politik Kekuasaan
Kata politik kemudian mendapat kesan buruk ketika digunakan untuk mencapai kekuasaan untuk kepentingan pihak tertentu. Itu yang sering kerap terjadi di Indonesia.
Seperti yang dikemukakan di awal bahwa politik yang sebenarnya memiliki tujuan mulia—jika pelaksanaannya baik dan benar. Namun dalam praktiknya memang sering terjadi banyak penyelewengan, khususnya di Indonesia. Banyak kalangan yang menggunakan politik untuk mengejar kekuasaan. Politik model seperti ini masih mendominasi wajah belantara nusantara.
Mereka, para politikus itu, bahkan rela mengeluarkan banyak dana untuk mendapat jabatan. Dan ketika sudah mendapat kuasa, mereka mencari ganti dengan cara yang tidak baik: korupsi sana-sini yang penting balik modal. Bahkan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya mumpung berkuasa.
Segala cara bisa menjadi ‘halal’ untuk mendapat posisi yang diinginkan. Misalnya, mereka pada mulanya bersikap sok baik demi mendapat dukungan dari rakyat. Menebar janji-janji manis. Namun pada satu titik tertentu, ketika sudah menjabat, mereka mengingkari janjinya tersebut.
Politik Edy Rahmayadi
Kembali lagi pada Edy Rahmayadi yang akan maju sebagai Gubernur Sumut. Tentu saja ia punya hak untuk maju sebagai kepala daerah dengan dukungan koalisi politiknya meskipun saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PSSI.
Posisinya sebagai Ketua PSSI tentu saja membuatnya mendapat keuntungan saat pemilihan. Setelah memiliki catatan sepak terjang di dunia sepakbola yang menjadi kegemaran rakyat Indonesia, tentu saja ia mendapatkan tambahan popularitas di mata calon pemilih.
Masalahnya, jika terpilih sebagai Gubernur, ia tidak berjanji akan melepas jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI. Lalu apakah ia berjanji tidak memanfaatkan sepakbola Indonesia yang megap-megap ini demi karier politiknya?
Advertisement
Berita Terkait
-
Tim Nasional 20 November 2017 22:35
-
Bola Indonesia 20 November 2017 18:53
Maju Cagub Sumut, Edy Rahmyadi Diklaim Tak Abai Tugas di PSSI
-
Bola Indonesia 20 November 2017 12:05
-
Bola Indonesia 20 November 2017 10:42
-
Bola Indonesia 19 November 2017 15:23
Ketua PSSI Resmi Dapat Dukungan Gerindra Maju di Pilgub Sumut
LATEST UPDATE
-
Piala Eropa 23 Maret 2025 11:46
-
Piala Eropa 23 Maret 2025 11:32
-
Tim Nasional 23 Maret 2025 10:57
-
Tim Nasional 23 Maret 2025 10:46
-
Tim Nasional 23 Maret 2025 10:39
-
Tim Nasional 23 Maret 2025 10:28
HIGHLIGHT
- 5 Pemain Gratisan yang Bisa Direkrut Manchester Un...
- Di Mana Mereka Sekarang? 4 Pemain 17 Tahun yang Pe...
- 7 Eks Pemain Real Madrid yang Bersinar di Tempat L...
- 10 Opsi Striker untuk Man United: Solusi Ruben Amo...
- 5 Pemain yang Pernah Membela PSG dan Liverpool
- 7 Mantan Rekan Setim Cristiano Ronaldo yang Pernah...
- Di Mana Mereka Sekarang? 5 Pemain yang Diminta Pau...