Saraf Terjepit Bisa Menimpa Siapa Saja Termasuk Atlet, Kini Bisa Ditangani dengan PELD atau PECD

Saraf Terjepit Bisa Menimpa Siapa Saja Termasuk Atlet, Kini Bisa Ditangani dengan PELD atau PECD
(c) shutterstock

Bola.net - Pernah dengar panyakit saraf terjepit? Penyakit ini bisa dialami oleh siapa saja, termasuk para atlet seperti pemain sepak bola sekalipun. Menurut dr Harmantya Mahadhipta, Sp.OT (K)Spine, Spesialis Ortopedi dan Traumatologi Konsultan Tulang Belakang RS EMC Tangerang, saraf terjepit didefinisikan sebagai kondisi yang membuat saraf tertekan oleh bagian sekitarnya, sehingga menimbulkan rasa nyeri.

Secara umum, gejala saraf terjepit atau HNP (Herniated Nucleus Pulposus) memang berupa nyeri. Namun, tak jarang juga kasus HNP ringan tak menimbulkan gejala. Meski begitu, ada juga yang merasakan gejala nyeri yang sangat hebat saat mengalaminya. Selain itu, saraf terjepit ini paling sering terjadi pada bagian punggung bawah dan leher.

Nah, dr Harmantya menjelaskan jika ada dua teknik yang lebih aman dan cepat untuk menangani HNP ini, yaitu teknik PELD dan PECD. Lantas, seperti apa proses penanganannya masing-masing teknik tersebut?

Percutaneous Endoscopic Lumbal Discectomy (PELD)

 (c) shutterstock (c) shutterstock

HNP bisa terjadi ketika bantalan sendi tulang belakang menonjol sehingga dapat menyebabkan keadaan saraf terjepit. Lokasi paling sering terjadinya HNP adalah di bagian pinggang (lumbal), leher (cervical) dan terakhir paling jarang adalah bagian punggung (thoracal). Keluhan pasien dapat berupa kesemutan yang menjalar ke tangan atau kaki, nyeri leher atau pinggang, kelemahan atau kelumpuhan anggota gerak, ataupun sulit menahan buang air besar atau kecil.

Sebanyak 80-85% kasus HNP dapat ditangani tanpa operasi, tetapi 15-20% di antaranya perlu dilakukan tindakan operasi. Walaupun teknik operasi mikrodisektomi untuk kasus HNP tetap merupakan gold standard, tetapi saat ini berkembang teknik bernama Percutaneous Endoscopic Lumbal Discectomy (PELD).

PELD dapat dilakukan dengan bius lokal, hanya memerlukan sayatan sebesar 8mm, dapat dilakukan secara one day care atau tanpa rawat inap, waktu operasi 20-40 menit, tidak perlu pemasangan alat implant dan pendarahan yang ditimbulkan sangat minimal. Pengerjaannya dilakukan dengan bantuan lensa dan monitor, sehingga saraf terlihat jelas dan dapat dihindari dari cedera.

Dengan luka sayatan hanya 8mm, tehnik PELD memberikan beberapa keuntungan antara lain pasien akan minimal merasakan nyeri pasca operasi, dapat langsung mobilisasi jalan setelah operasi, sehingga pasien dapat lebih cepat untuk kembali beraktivitas atau bekerja.

Pasien sering khawatir akan risiko kelumpuhan pada operasi tulang belakang termasuk bagian lumbal. Perlu diketahui bahwa level yang sering terkena HNP pada daerah lumbal adalah level L45 dan L5S1. Pada operasi level L45 dan L5S1, sudah tidak dijumpai saraf yang menggerakkan otot paha dan lutut, sehingga secara teoritis pun hampir tidak mungkin terjadi kelumpuhan setengah badan bawah seperti yang ditakutkan pasien pada umumnya. Dengan indikasi yang tepat serta teknik pengerjaan yang baik, angka keberhasilan operasi PELD dapat mencapai 98%.

Percutaneous Endoscopic Cervical Decompression (PECD)

 (c) shutterstock (c) shutterstock

Selain pada bagian tulang belakang, HNP bisa terjadi pada bagian leher, terutama akibat kebiasaan menatap laptop dan komputer secara berlebihan. Hal ini biasanya ditandai dengan penonjolan bantalan sendi daerah leher yang dapat menyebabkan terjadinya jepitan saraf leher.

Gejala yang dapat ditimbulkan meliputi nyeri pada tengkuk atau bagian belakang kepala, nyeri pada belikat, kesemutan yang menjalar dari leher ke tangan, baal di tangan, atau bahkan hingga kelemahan pada bahu, siku, maupun jari. Pada tahap jepitan yang lebih lanjut, dapat ditemukan keluhan myelopathy meliputi gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi gerak halus (seperti mengancingkan baju, menggunakan sendok, sering menjatuhkan barang), hingga kelumpuhan.

Secara garis besar penanganan HNP cervical meliputi terapi konservatif (tanpa operasi) atau operasi. Terapi konservatif harus diusahakan terlebih dahulu selama 4-6 minggu, karena 80% gejala HNP cervical dapat hilang dengan terapi konservatif yang meliputi obat, fisioterapi, akupuntur, injeksi, dan perbaikan posisi kerja.

Akan tetapi 20% kasus HNP cervical perlu tindakan operasi. Indikasi operasi pada kasus HNP cervical antara lain jika terapi konservatif sudah gagal, nyeri yang ditimbulikan sangat hebat sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari, sudah terjadi kelemahan anggota gerak atas, dan/atau terdapat gejala myelopathy.

Pilihan operasi pada HNP cervical bermacam-macam. Saat ini dengan perkembangan teknologi kedokteran, operasi HNP cervical dapat dilakukan dengan teknik endoskopi bernama Percutaneous Endoscopic Cervical Decompression (PECD), yang dapat dilakukan dari depan leher (anterior) ataupun dari belakang leher (posterior) tergantung lokasi tonjolan bantalan sendi.

Selain itu, teknik ini termasuk minimal invasive yang hanya memerlukan sayatan kecil sekitar 6mm, menggunakan alat endoskopi berupa tabung yang dihubungkan dengan kamera dan monitor. Dengan begitu, saraf dapat terlihat sangat jelas, waktu operasi singkat sekitar 30 menit, dapat dilakukan secara one day care atau tanpa rawat inap, serta waktu untuk kembali beraktivitas kembali sangatlah singkat.

Kendati sudah dilakukan secara aman dan profesional oleh ahlinya langsung, tetapi pasien memang sering takut untuk operasi saraf terjepit. Salah satunya karena kekhawatiran mengalami risiko kelumpuhan. Namun, dengan teknik operasi PELD maupun PECD, risiko tersebut dapat diminimalisir. Dapatkan informasi lebih lanjut dan jadwal konsultasi bersama dr Harmantya Mahadhipta, Sp.OT (K)Spine di RS EMC Tangerang dengan menghubungi: Ekha (0878 8989 0102) Call/SMS/WA.