Agar Kain Perca tak Selalu jadi Sampah

Agar Kain Perca tak Selalu jadi Sampah
Mapa Quilts saat berkegiatan di Rumah Kreatif BUMN by Bank BRI (c) Asad Arifin

Bola.net - Empat mesin jahit berderu di salah satu ruang yang terdapat di Rumah Kreatif BUMN by Bank BRI, Rabu 5 Maret 2025. Siang itu, ada sebelas ibu-ibu yang berkumpul dan bergantian memakai mesin jahit tersebut.

Mapa Quilts, demikian mereka menamai komunitas yang sudah berdiri sejak 2016 tersebut. Mapa Quilts punya dua visi utama yakni menolak menganggur dan mengurangi sampah perca.

Rata-rata usia anggota Mapa Quilts memang tak lagi muda. Bahkan, salah satu anggota ada yang sudah berusia 70 tahun. Mereka ingin tetap produktif di usia senja dan tetap menghasilkan sesuatu.

"Selain itu, kita juga sadar bahwa limbah kain, limbah garmen, ini kan bisa dibilang hampir sama dengan plastik. Bisa ratusan tahun baru terurai," kata Tiwuk Purwati, ketua Mapa Quilts.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng, sampah kain berbahan nilon butuh waktu hingga 600 tahun untuk terurai. Durasi tersebut bahkan lebih panjang dari waktu yang dibutuhkan sampah plastik untuk terurai.

Yeni Mardiyana Devanti, dosen Universitas Muhammadiyah Jember, lewat jurnal yang ditulisnya pada 2017, menyebut kan perca sebagai limbah padat anorganik yang tidak dapat membusuk. Jadi, proses daur ulang butuh waktu yang sangat lama.

"Mendaurulangnya menjadi sesuatu yang berbeda dan dapat dimanfaatkan kembali merupakan jalan terbaik untuk mengatasi penumpukan sampah jenis ini," tulis Devanti.

Itulah yang dilakukan komunitas Mapa Quilts, mengubah sampah kain agar punya nilai ekonomi. Kain perca diubah menjadi gantungan kunci, gantungan ponsel, hiasan dinding, taplak meja, selimut, hingga badcover.

Namun, menurut Tiwuk Purwati, mereka tak hanya berorientasi pada uang dalam memanfaatkan kain perca. Kesadaran untuk memberi manfaat pada lingkungan sama besarnya dengan kesadaran untuk memberi manfaat pada sesama manusia.

Mapa Quilts juga sering melakukan aksi sosial untuk membantu sesama. Pada akhir 2024 lalu, misalnya, ketika Gunung Lewotobi Laki-laki di Nusa Tenggara Timur meletus, mereka juga melakukan aksi sosial dengan mengirim bantuan.

"Waktu itu, kita kirimkan kirim selimut cinta. Kita kirim ada 36 selimut cinta untuk bisa membantu korban. Semua dari hasil karya ibu-ibu di sini. Jadi, biar kita juga ada manfaatnya," Tiwuk Purwati.

1 dari 1 halaman

Mapa Quilts, Penghuni Tetap Rumah Kreatif BUMN

Mapa Quilts, Penghuni Tetap Rumah Kreatif BUMN

Bagian depan Rumah Kreatif BUMN by Bank BRI yang terletak di Jalan Langsep, Nomor 2, Kota Malang (c) Asad Arifin

Setiap rabu, antara pukul 10 hingga 12 siang, Tiwuk Purwati anggota Mapa Quilts selalu berkumpul di Rumah Kreatif BUMN by Bank BRI. Sejak 2017, mereka telah menjadikan tempat ini sebagai rumah bagi kegiatan mereka secara gratis.

Mapa Quilts sendiri adalah salah satu komunitas yang dibina oleh Rumah BUMN Kota Malang by BRI. Ada banyak keuntungan yang mereka dapatkan. Selain bisa memakai ruangan secara gratis, mereka juga dapat banyak bantuan dan kemudahan lain.

Indah Dwi Pangestu, Koordinator Rumah BUMN Kota Malang by BRI, menyebut pihaknya terbuka semua komunitas kreatif yang ingin mencari tempat berkegiatan. Bahkan, bukan hanya komunitas kreatif, Rumah Kreatif BUMN juga terbuka untuk setiap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM.

"UMKM bisa mengikuti pelatih secara gratis yang kita selenggarakan setiap pekan dengan berbagai tema. Banyak sekali keuntungan yang bisa didapatkan dengan bergabung di Rumah Kreatif BUMN Kota Malang," ucap Indah Dwi.

Bukan hanya itu, Indah Dwi menyebut bahwa pelaku UMKM juga bisa menaruh produk mereka di Rumah Kreatif BUMN yang terletak di Jalan Langsep Nomor 2. Bahkan, ada program untuk membantu UMKM promosi secara daring.

"Kita juga ada program bantu membuat beberapa video soal produk tersebut. Lalu kita wawancara ke pemilik untuk dapat kiat-kiat bagaimana agar UMKM ini bisa sukses dan bagaimana yang lain juga terinspirasi," katanya Indah Dwi.