
Bola.net - Kutipan "menyerang adalah pertahanan terbaik" mungkin sudah cukup familiar di telinga banyak orang. Namun tetap saja, lini pertahanan yang keropos bisa menghasilkan hasil buruk untuk sebuah tim di dunia sepak bola.
Liverpool tahu persis rasanya. Badai cedera membuat mereka jadi tidak memiliki bek sebelum berhasil mendatangkan Ozan Kabak dan Ben Davies. Tentu, Fabinho dan Jordan Henderson yang ditandemkan di jantung pertahanan bukan solusi.
Ada banyak pelatih yang paham betul kalau lini pertahanan merupakan aspek krusial dalam sebuah permainan. Pelatih Tottenham, Jose Mourinho, sampai memperkenalkan istilah 'parkir bus' sewaktu menukangi Inter Milan dan Chelsea.
Advertisement
Bicara soal pertahanan, Italia jelas paling paham. Jika tidak, tak mungkin istilah 'catenaccio' bisa jadi setenar sekarang. Buat yang belum tahu, Catenaccio - kunci, dalam bahasa Indonesia - merupakan sistem taktik dalam permainan yang menitikberatkan pada lini pertahanan.
Scroll ke bawah untuk membaca informasi selengkapnya.
Pentingnya Berinvestasi di Lini Pertahanan
Pola 'catenaccio' sudah cukup erat dengan salah satu klub raksasa Italia, Inter Milan. Di bawah asuhan Helenio Herrera yang menerapkan sistem pertahanan gerendel, Nerazzurri berhasil mengantongi dua gelar European Cup - sekarang bernama Liga Champions - di era 60'-an silam.
Sekarang istilah 'catenaccio' mulai jarang terdengar. Tidak heran, karena skema taktik ini tidak menyajikan hiburan buat para penggemar sepak bola yang lebih menyukai permainan menyerang dan atraktif sejak memasuki era tiki-taka.
Efeknya, harga penyerang di pasaran sekarang menjadi gila-gilaan. PSG sampai berani menebus Neymar dengan harga 222 juta euro. Namun, tidak sedikit klub yang paham soal pentingnya berinvestasi di lini pertahanan. Salah satunya adalah Juventus.
Awal Mula 'Catenaccio' Juventus
Pada tahun 2011, Juventus mengangkat Antonio Conte yang mendapatkan tugas membenahi prestasi klub. Sebelum tiba di Turin, Conte dikenal sebagai pelatih menyerang yang menerapkan skema 4-2-4 bersama klub-klub sebelumnya.
Namun seiring berjalannya waktu, ia mengubah taktiknya menjadi 3-5-2. Skema ini memungkinkan dirinya memainkan Leonardo Bonucci, Andrea Barzagli, dan Giorgio Chiellini secara bersamaan. Tidak disangka, inilah yang menjadi awal mula dominasi Bianconeri di pentas domestik.
Ketiganya begitu tangguh hingga Juventus kesulitan untuk ditembus. Pada musim tersebut, Bianconeri hanya kebobolan sebanyak 20 kali saja. Rekor terbaiknya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Sayangnya, tidak ada yang abadi di dunia sepak bola. Usia membuat Andrea Barzagli harus gantung sepatu, sementara Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini sedang menantikan masa-masa pensiunnya.
Trio BBC Tidak Abadi
Juventus tahu kalau era trio BBC - sebagaimana yang disebut oleh orang-orang - akan segera berakhir. Mereka pun mulai membidik serta mendidik pemain bertahan muda potensial dan siap menggelontorkan uang berjumlah besar untuk itu.
Mengembangkan talenta muda bukanlah perkara yang mudah. Ada begitu banyak aspek yang bisa mempengaruhi tumbuh kembang mereka. Dulu, Juventus pernah memiliki wonderkid yang diyakini bisa menjadi masa depan tim juga Timnas Italia, yakni Daniele Rugani.
Penampilan Rugani saat menjalani masa pinjaman bersama Empoli memang cukup mengesankan. Dalam 38 penampilan di ajang Serie A musim 2014/15, ia tidak pernah mendapatkan kartu sekalipun! Jelas saja kalau publik teringat akan sosok legenda Juventus, Gaetano Scirea, yang juga pernah menorehkan prestasi serupa.
Sayangnya, Rugani muncul di waktu yang tidak tepat. Trio BBC pada saat itu yang sudah begitu kompak membuatnya lebih sering duduk di bangku cadangan. Sekarang Rugani sedang menjalani masa pinjaman bersama Cagliari.
Performa bukanlah satu-satunya alasan mengapa Juventus membiarkan Rugani pergi. Sebab, mungkin, mereka sudah menemukan komposisi yang tepat di jantung pertahanan untuk menggantikan trio BBC.
Inikah Penerusnya?
Pada Rabu (10/2/2021) WIB, Juventus kembali bertemu Inter Milan di laga leg kedua semifinal Coppa Italia. Mereka hanya butuh hasil imbang untuk bisa lolos ke final mengingat hasil 2-1 di leg pertama telah berhasil dikantonginya.
Sebagai informasi, pertandingan tersebut berakhir dengan skor imbang 0-0. Tentu saja, Inter Milan sudah berupaya keras untuk menjebol lini pertahanan Juventus. Sayangnya Romelu Lukaku dkk tidak berdaya meruntuhkan duet Matthijs de Ligt dan Merih Demiral.
Keduanya sama-sama tampil gemilang. Demiral bahkan dinobatkan sebagai man of the match dengan catatan yang luar biasa: empat sapuan, lima kali memblokade tembakan, serta melakukan tiga intersep. Sofascore memberikan rating 8.0 untuk pria berkebangsaan Turki tersebut.
De Ligt juga mendapatkan rating yang cukup bagus, yakni 7.4. Ia mencatatkan enam kali sapuan, empat intersep, dan dua kali jegalan. Selain itu, ia juga berhasil memenangkan tiga dari lima kali duel udara.
Statistik mereka terasa semakin mengkilap dengan fakta bahwa Inter Milan melepaskan total 21 tembakan, namun hanya tiga diantaranya yang menemui sasaran. Sungguh, Gianluigi Buffon selaku penjaga gawang Juventus jarang mendapatkan ancaman yang berbahaya berkat duet ini.
👊💡 𝚍𝚎 𝚆𝙰𝙻𝙻 👊💡#JuveInter #CoppaItalia #ForzaJuve pic.twitter.com/3NDIZb8GrO
— JuventusFC (@juventusfcen) February 9, 2021
Awal Mula Kedatangan 'De Wall'
De Ligt dan Demiral berlabuh di Turin pada tahun 2019. De Ligt sendiri sudah menunjukkan penampilan yang gemilang saat masih memperkuat Ajax Amsterdam, hingga Juventus harus merogoh kocek sebesar 85,5 juta euro untuk merekrutnya.
Sementara itu, Demiral didatangkan dari Sassuolo dengan mahar sebesar 18 juta euro saja. Angka yang tergolong wajar, sebab Demiral sendiri belum memiliki pencapaian gemilang dalam enam bulan waktunya bersama Il Neroverdi.
Tidak seperti Rugani, keduanya datang di waktu yang tepat. Barzagli sudah pensiun sejak beberapa tahun lalu, sementara Giorgio Chiellini berkutat dengan cedera panjang. Sehingga, Maurizio Sarri selaku pelatih Juventus saat itu tidak punya pilihan lain selain menduetkan Leonardo Bonucci dengan salah satu diantara mereka.
Musim perdana De Ligt dan Demiral tidak berlangsung dengan cukup baik. De Ligt khususnya, yang menjadi sorotan karena melakukan serangkaian blunder di beberapa penampilan awal. Demiral sendiri merupakan pilihan ketiga, dan bisa lebih buruk kalau Chiellini baik-baik saja pada tahun itu.
Seiring berjalannya waktu, kemampuan De Ligt dan Demiral terus terasah. Melihat performa mereka di laga kontra Inter Milan dinihari tadi, nampaknya lini pertahanan Juventus akan aman dalam beberapa tahun ke depan.
Baca Juga:
- Alvaro Morata Absen Lawan Inter Milan, Begini Penjelasan Bos Juventus
- 10 Pemain Aktif dengan Gol Terbanyak di Dunia: Mungkinkah Messi Lewati Ronaldo?
- Inter Tersingkir dari Coppa Italia Karena Kurang Tajam
- Mengintip Kegembiraan Pemain Juventus Usai Singkirkan Inter dari Coppa Italia
- Bukan Messi atau Ronaldo, Titel Penyerang Tersubur di Level Klub Milik Eks Penyerang Barcelona Ini
Advertisement
Berita Terkait
-
Liga Italia 10 Februari 2021 16:33
Alvaro Morata Absen Lawan Inter Milan, Begini Penjelasan Bos Juventus
-
Liga Italia 10 Februari 2021 15:58
10 Pemain Aktif dengan Gol Terbanyak di Dunia: Mungkinkah Messi Lewati Ronaldo?
-
Editorial 10 Februari 2021 14:24
5 Pemain Gratisan yang Bisa Digaet Juventus Musim Panas 2021
-
Liga Italia 10 Februari 2021 11:20
-
Liga Italia 10 Februari 2021 10:50
Mengintip Kegembiraan Pemain Juventus Usai Singkirkan Inter dari Coppa Italia
LATEST UPDATE
-
Piala Eropa 23 Maret 2025 08:11
-
Piala Dunia 23 Maret 2025 08:00
-
Piala Eropa 23 Maret 2025 07:45
-
Piala Eropa 23 Maret 2025 07:30
-
Liga Spanyol 23 Maret 2025 07:15
-
Liga Inggris 23 Maret 2025 07:02
MOST VIEWED
HIGHLIGHT
- 5 Pemain Gratisan yang Bisa Direkrut Manchester Un...
- Di Mana Mereka Sekarang? 4 Pemain 17 Tahun yang Pe...
- 7 Eks Pemain Real Madrid yang Bersinar di Tempat L...
- 10 Opsi Striker untuk Man United: Solusi Ruben Amo...
- 5 Pemain yang Pernah Membela PSG dan Liverpool
- 7 Mantan Rekan Setim Cristiano Ronaldo yang Pernah...
- Di Mana Mereka Sekarang? 5 Pemain yang Diminta Pau...