TPF Aremania Sebut Tragedi Kanjuruhan sebagai Pembunuhan Massal

TPF Aremania Sebut Tragedi Kanjuruhan sebagai Pembunuhan Massal
Kuasa Hukum TPF Aremania, Andy Irfan. (c) Bola.net/Dendy Gandakusumah

Bola.net - Tim Pencari Fakta (TPF) Aremania angkat bicara soal Tragedi Kanjuruhan, yang merenggut lebih dari seratus jiwa dan melukai ratusan orang lainnya. Berdasar pengumpulan data dan fakta, mereka menyebut bahwa tragedi ini bukan merupakan kerusuhan suporter, tapi lebih kepada pembunuhan massal.

"Kami menyimpulkan bahwa perkara ini bukanlah kerusuhan," ucap pendamping TPF Aremania, Andy Irfan, Jumat (14/10).

"Tragedi kemanusiaan pada 1 Oktober 2022 di malam nahas itu bukan kerusuhan suporter. Peristiwa tersebut adalah pembunuhan massal," sambungnya.

Menurut Andy Irfan, banyaknya korban dalam Tragedi Kanjuruhan merupakan buah dari kekerasan berlebihan oleh aparat keamanan. Padahal, dalam sejumlah pertemuan antara kepolisian, panitia pelaksana pertandingan, dan Aremania, sudah disepakati tak ada tindakan represif yang berlebihan.

"Sejak awal, rekan-rekan Aremania meminta tak ada represi dari aparat keamanan terhadap penonton," tuturnya.

"Panpel dan Aremania, sejak awal, juga sudah mengingatkan aparat kepolisian agar tak menggunakan gas air mata. Aremania sudah mengalami peristiwa pada 2018 silam di mana dua orang meninggal akibat gas air mata. Hal ini cukup traumatis. Teman-teman Aremania juga memahami betul risiko gas air mata," Andy Irfan menambahkan.

Simak artikel selengkapnya di bawah ini.

1 dari 5 halaman

Kepolisian Tahu Aturan FIFA

Lebih lanjut, Andy menyebut bahwa TPF Aremania sudah mengetahui aturan FIFA soal larang penggunaan gas air mata dalam pengamanan pertandingan. Mereka, sambungnya, sudah mendapatkan soft copy dari aturan FIFA tersebut.

"Artinya, kepolisian sudah tahu dan memahami aturan FIFA ini," ucap Andy.

"Tentu saja, mereka tidak bisa kemudian mengatakan tak paham soal bagaimana mengamankan pertandingan olahraga," sambungnya.

Sementara, pada kenyataannya, pada laga tersebut, ada personel polisi dari Korps Brimob dan satuan Sabhara yang membawa senjata gas air mata. Hal ini, menurut Andy, dinilai sebagai kesalahan sejak awal. Pasalnya, kepolisian mempersenjatai personel mereka dengan senjata gas air mata.

2 dari 5 halaman

Ada Pembiaran

Menurut Andy, dalam penembakan gas air mata ke tribune penonton, bukan hanya operator lapangan saja yang harus bertanggung jawab. Pasalnya, dari data yang didapat TPF Aremania, ada pembiaran oleh para komandan terhadap anak buah mereka yang menembakkan gas air mata ke tribune.

"Kami mendapat banyak keterangan bahwa ada perwira polisi, yang memegang kendali komando, memberi arahan atau sekurang-kurangnya tak melarang personel Brimob yang melakukan kekerasan, dengan menembakkan gas air mata ke arah tribune," paparnya.

"Kita tahu, waktu itu, angin bergerak ke arah selatan. Tentu (penembakan ini) menjadi risiko yang sangat tinggi kepada teman-teman penonton yang ada di tribune selatan. Sebagian korban berada di lokasi tersebut," Andy menambahkan.

3 dari 5 halaman

Bukan Pembunuhan Individual

Andy menyebut bahwa Tragedi Kanjuruhan bukanlah pembunuhan individual, yang menyebabkan kematian satu orang. Tragedi ini merupakan pembunuhan massal, karena merenggut lebih dari seratus korban jiwa.

"Dalam konteks Hak Azasi Manusia (HAM), ini memenuhi apa yang dalam undang-undang pengadilan HAM sebagai unsur kejahatan HAM," tegas Andy.

"Dalam skema itu ada struktur komando. Kami meyakini, sekurang-kurangnya, perwira yang memimpin dan mengendalikan personel Brimob tak melakukan pencegahan. Ada kemungkinan besar bahkan memberi perintah," tuturnya.

4 dari 5 halaman

Gas Air Mata Biangnya

Andy menyebut bahwa TPF Aremania meyakini bahwa penyebab kematian ratusan orang dalam Tragedi Kanjuruhan adalah gas air mata. Mereka menyebut ada dua jenis gas air mata yang digunakan personel Brimob dan Sabhara pada Tragedi Kanjuruhan.

"Kami meyakini bahwa ini adalah kejahatan kemanusiaan," papar Andy.

"Ini adalah serangan aparat keamanan terhadap masyarakat sipil tak bersenjata," ia menandaskan.

(Bola.net/Dendy Gandakusumah)