Tapak Tilas Pemain Naturalisasi Asal Belanda di Timnas Indonesia, Sukses atau Gagal?

Tapak Tilas Pemain Naturalisasi Asal Belanda di Timnas Indonesia, Sukses atau Gagal?
Ezra Walian (c) Bola.com/Vitalis Yogi Trisna

Bola.net - PSSI gencar melakukan naturalisasi pemain sejak 2010 lalu. Dengan dalih untuk memperkuat timnas Indonesia, banyak pemain asing kemudian mendapatkan status Warga Negara Indonesia [WNI].

Proyek naturalisasi PSSI dimulai oleh Cristian Gonzales. Bomber kelahiran Uruguay itu mendapatkan status Warga Negara Indonesia (WNI) pada 2010.

Gonzales mampu tampil mengilap di Liga Indonesia. Dia adalah peraih lima sepatu emas atau pencetak gol terbanyak secara berturut-turut, pada musim 2005/2006, 2006/2007, 2007/2008, 2008/2009, dan 2009/2010. Saat proses naturalisasinya rampung, ia langsung unjuk gigi di Piala AFF 2010 bersama Timnas Indonesia.

Setelah Gonzales, PSSI seolah ketagihan menaturalisasi pemain asing. Sejumlah pemain kelahiran Belanda yang memiliki darah Indonesia menjadi bidikan. Ada pula pemain yang tak punya keturunan Indonesia, tapi telah lama bermain di Indonesia, ditawari menjadi WNI.

PSSI memilih banyak pemain asal Belanda karena kedekatan historisnya dengan Indonesia. Selain sisa-sisa zaman kolonial, ternyata ada banyak pemain blasteran Indonesia-Belanda, baik yang mendunia maupun yang masih merintis karier di Negeri Kincir Angin tersebut.

Berikut delapan pemain kelahiran Belanda yang dinaturalisasi lalu memperkuat Timnas Indonesia. Siapa saja?

1 dari 8 halaman

Ezra Walian

Ezra Walian

Ezra Walian saat berlatih bersama dengan Timnas Indonesia U-23 (c) AFP

Ekspektasi besar dipikul Ezra Walian ketika memutuskan untuk menjadi WNI pada 2017. Ketika itu, ia masih berusia 20 tahun dan berstatus pemain Jong Ajax atau tim junior Ajax Amsterdam.

Seiring berjalannya waktu, kualitas Ezra Walian ternyata tidak sesuai yang diharapkan. Dia sempat bermain untuk Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2017, namun tidak terpilih untuk skuad Asian Games 2018.

Ezra tidak bisa membela Timnas Indonesia U-22 ketika menjuarai Piala AFF U-22 2019. Begitu bisa dipanggil, ia malah terkendala status kewarganegaraannya di FIFA.

Timnas Indonesia U-23 telah mendaftarkan Ezra untuk Kualifikasi Piala AFC U-23 2020. Namun, penyerang berusia 23 tersebut dicekal untuk bermain karena terbentur peraturan FIFA.

FIFA melarang Ezra untuk tampil membela Timnas Indonesia U-23 pada Kualifikasi Piala AFC U-23 2020. Pasalnya, FIFA mendapatkan memorandum dari Federasi Sepak Bola Belanda (KNVB).

Sesuai surat yang dikirim KNVB, Ezra Walian tercatat pernah berseragam Timnas Belanda U-15, U-16, dan U-17, sebelum berganti kewarganegaraan Indonesia pada Mei 2017.

Sehingga, Ezra Walian masih ilegal untuk bermain dengan Timnas Indonesia U-23 maupun senior pada perhelatan di bawah naungan FIFA.

Karena persoalan ini pula, Ezra tidak bisa bermain untuk PSM Makassar di turnamen antarklub Asia.

"Saya masih ingin bermain untuk negara, untuk Timnas Indonesia dan untuk PSM di Piala AFC. Semoga PSSI dapat memecahkan masalah saya. Mudah-mudahan mereka melakukan sesuatu," ujar Ezra pada Februari 2020.

Karier Ezra di level klub juga merosot tajam setelah pindah kewarganegaraan. Merasa tidak berkembang di Jong Ajax, ia pindah ke klub kasta kedua Liga Belanda, Almere City pada 2017-2018 sebelum dipinjamkan ke RKC Waalwijk pada 2019.

Ezra sempat mencoba peruntungan dengan melakukan seleksi di Tranmere Rovers, klub kasta ketiga Liga Inggris. Ditolak bergabung, ia justru berlabuh di PSM pada pertengahan 2019 dan menandatangani kontrak berdurasi tiga setengah tahun.

2 dari 8 halaman

Stefano Lilipaly

Stefano Lilipaly

Stefano Lilipaly (c) Bola.com/Vitalis Yogi Trisna

Gelandang serang blasteran Indonesia-Belanda bernama lengkap Stefano Janite Lilipaly, sempat jadi perbincangan hangat kala promosi cepat ke tim utama FC Utrecht. Jam terbang Lilipaly di pentas kompetisi elite Eredivisie terhitung tinggi sebagai pemain muda.

Pada periode 2010-2012 Lilipaly tampil sebanyak empat kali buat FC Utrecht, dengan torehan satu gol. Pencinta sepak bola Tanah Air mendesak PSSI untuk segera menaturalisasi pemain kelahiran 10 Januari 1990 tersebut.

Sayangnya, pencapaian itu tak cukup membuat Lilipaly bertahan di FC Utrecht. Pada musim 2012-2013, ia dilego ke klub Almere FC yang berlaga di kompetisi Eerste Divisie/Jupiler League atau kasta kedua. Dia jadi pemain pelanggan posisi inti di klub barunya.

Pada 2011, proses naturalisasi Lilipaly beres. Berstatus WNI, ia berkesempatan membela Timnas Indonesia dalam laga uji coba melawan Filipina di Stadion Manahan, Solo. Kala itu Tim Merah-Putih yang diasuh Jacksen F. Tiago menang 3-1. Lilipaly menyumbang satu assist.

Pada awal 2014 ia dipinang klub Jepang, Consadole Sapporo. Karier sang pemain meredup di J-League 2. Lilipaly hanya sempat tampil di satu laga saja.

Merasa kariernya terancam, Lilipaly kemudian secara mengejutkan menerima pinangan Persija Jakarta. Bersama Macan Kemayoran, ia hanya singgah dua bulan saja. Kasus pembayaran gaji yang kerap tersendat membuat pemain yang pernah membela Timnas Belanda U-17 kabur ke kampung halamannya.

Ketika kembali ke Belanda, Lilipaly sempat menganggur karena kesulitan mendapatkan klub. Beruntung setelah menjalani sesi trial di sejumlah klub, ia kemudian dikontrak SC Telstar, klub kasta kedua.

Tampil bersinar di klub tersebut pada musim 2016-2017, ia kemudian dipanggil Alfred Riedl buat membela Timnas Indonesia di pentas Piala AFF 2016.

Dia jadi salah satu kartu truf Timnas Indonesia yang lolos ke final turnamen, sebelum akhirnya dikalahkan juara bertahan Thailand. Lilipaly mencetak tiga gol di ajang tersebut.

Pada pertengahan 2017, Lilipaly kembali ke Indonesia untuk membela Bali United. Sampai saat ini, ia masih betah di Pulau Dewata.

Hingga kini, Lilipaly masih rutin dipanggil ke Timnas Indonesia. Namun, namanya mulai terpinggirkan ketika Shin Tae-yong mengambil alih jabatan pelatih dari Simon McMenemy.

3 dari 8 halaman

Sergio van Dijk

Sergio van Dijk

Sergio Van Dijk (c) Persib.co.id

Sergio van Dijk yang punya reputasi mentereng di Liga Australia secara tiba-tiba memutuskan pindah ke Persib Bandung. Keputusannya untuk mengejar mimpi membela Timnas Indonesia.

Bersama Persib, ia langsung unjuk ketajaman dengan mencetak 21 gol di Indonesia Super League 2013. Namun, karena berselisih dengan pendapatan hak komersial Sergio memutuskan meninggalkan Persib pada musim selanjutnya.

Sempat berkiprah di klub India, Sepahan, selama satu musim, Sergio yang pernah jadi top scorer Liga Australia (A-League) musim 2010/2011 berkarier di Liga Thailand selama dua musim membela Suphanburi.

Karier striker jangkung yang membela Timnas Indonesia di Piala AFF 2014 tersebut sempat meredup ketika secara tiba-tiba membatalkan perpanjangan kontrak di klub Thailand, Suphanburi, akhir 2015.

Sergio van Dijk kabarnya kecewa karena permintaan naik gaji tidak dikabulkan oleh klub itu. Di Thai Premier League 2015 Sergio van Dijk tampil apik dengan mencetak 14 gol sekaligus mengantarkan Suphanburi di jajaran papan atas. Ia kemudian dikontrak Adelaide United untuk keperluan play-off Liga Champions Asia.

Setelah itu ia mudik ke Belanda. Sergio van Dijk menjalani sesi latihan dengan klub Divisi 2 Belanda, FC Emmen.

Peruntungannya berubah setelah musim 2016. Persib memboyong sang pemain untuk berkiprah di ajang Torabika Soccer Championship 2016. Bersama Maung Bandung, ia tampil produktif dengan lesakan 15 gol. Namun, produktivitas itu tidak mengantarkannya kembali ke Timnas Indonesia. Ia tidak masuk skuad Piala AFF 2016.

Pada awal Liga 1 2017, Sergio van Dijk belum mempertontonkan ketajamannya. Ia dihantam cedera lutut di turnamen pramusim Piala Presiden 2017. Tanpa Sergio, Persib yang mendatangkan bomber jebolan Premier League Inggris, Charlton Cole, malah kesulitan karena sang pemain mandul dalam urusan mencetak gol.

Dari Persib, Serio van Dijk sempat bermain untuk tim kasta keenam Liga Belanda, VV Pelikaan-S sebelum pensiun. Setelah gantung sepatu, ia menetap di Negeri Kincir Angin.

4 dari 8 halaman

Raphael Maitimo

Raphael Maitimo

Raphael Maitimo (c) Bola.com/Vincentius Atmaja

Bareng Jhonny van Beukering dan Tonnie Cusell, Raphael Maitimo masuk gerbong naturalisasi asal Belanda yang membela Timnas Indonesia di Piala AFF 2012. Maitimo jebolan Feyenoord Academy. Dia sempat membela Timnas Belanda U-15, U-16, dan U-17 bareng bintang top Robin van Persie.

Banyak pengamat menilai performa Maitimo paling kinclong dibanding rekan-rekannya. Pesepak bola yang serba bisa, yang bisa bermain sebagai gelandang bertahan, stoper, dan bek sayap ini, sebelum membela Timnas Indonesia tercatat sebagai pemain klub Divisi III Belanda, VV Capelle.

Selepas Piala AFF 2012 Maitimo memutuskan bermain di kompetisi Indonesia. Pemain kelahiran 17 Maret 1984 laku di pasaran Indonesia. Dia menjadi gulali klub-klub elite.

Raphael Maitimo berkostum Mitra Kukar, Sriwijaya FC, Persija Jakarta, Arema FC, PSM Makassar, Persib Bandung, Madura United, Persebaya Surabaya, PSIM Yogyakarta, PSM Makassar, dan kini di Persita Tangerang. Walau main bagus di klub-klub yang dibelanya, ia kurang beruntung di Timnas Indonesia.

Dia hanya sempat menjadi bagian dari skuat Timnas Indonesia di Piala AFF 2014. Terakhir di Piala AFF 2016, ia sama sekali tidak dilirik oleh Alfred Riedl. Konon karena sang pelatih tidak suka dengan sifat sang pemain yang cenderung banyak mau dan menuntut.

5 dari 8 halaman

Jhonny van Beukering

Jhonny van Beukering

Jhonny van Beukering (c) De Gelderlander

Apes benar nasib pemain naturalisasi asal Belanda, Jhonny van Beukering. Karier sang striker terus mengalami keterpurukan begitu mudik ke Belanda setelah tampil membela Timnas Indonesia di Piala AFF 2012.

Jhonny van Beukering yang pernah bermain di sejumlah klub top Belanda, semacam Feyenoord, Vitesse, dan Go Ahead Eagles, menganggur selama setahun pada 2016 karena skorsing Komisi Disiplin KNVB.

Hukuman dijatuhkan otoritas tertinggi sepak bola Negeri Kincir Angin ke pemain bertubuh gempal tersebut pada Oktober 2015. Jhonny terlibat keributan dengan pemain dan suporter klub Divisi C3, DVC '26, pada laga Piala KNVB yang dihelat pada 2 September 2015.

Jhonny saat itu membela klub Divisi C1, SC Veluwezoom. Seperti yang dilansir media Belanda Gelderlander, penyerang yang sempat membela Pelita Jaya pada 2011-2012 itu dilarang terlibat dalam aktivitas sepak bola selama 12 bulan, terhitung mulai ketuk palu keputusan pada 19 Oktober 2015. Klub yang dibelanya juga dikenai hukuman denda 150 euro.

Keputusan tersebut terasa menyesakkan bagi Jhonny. Karier sepak bolanya bak tamat, peluangnya mendapat klub baru menipis karena faktor usia yang tak lagi muda.

Bomber kelahiran 29 September 1983 itu tiga tahun belakangan mengais rezeki di klub-klub amatir. Ia tercatat membela klub Presikhaaf pada 2013, MASV Arnhem pada 2013/2014, dan SC Veluwezoom pada 2015. Bersama klub-klub tersebut, ia jarang tampil di jajaran pemain utama.

Merosotnya karier sang pemain juga dipicu perilakunya yang tidak disiplin. Badan Jhonny van Beukering melar karena gaya hidupnya yang tidak teratur.

Saat mendatangkan sang pemain pada 2012 untuk keperluan Piala AFF, PSSI dihujani kritik tajam. Dengan postur gendut tak lagi mirip atlet profesional, intinya, Jhonny dinilai tidak layak membela Timnas Indonesia.

Kenyataannya saat berlaga di Piala AFF, pelatih Tim Merah-Putih kala itu, Nilmaizar, lebih sering menempatkan pemain binaan akademi Vitesse itu di bangku cadangan.

Setelah Piala AFF 2012, tak ada klub Indonesia yang mau merekrut Jhonny van Beukering. Lantaran frustrasi ia pulang ke Belanda. Ironisnya di negara tanah kelahirannya kariernya makin mandek.

Pada Januari 2014, sang pemain tersandung kasus kriminal karena memiliki 600 pohon ganja yang tertanam di rumahnya di Arnhem. Jhonny membantah bahwa ia yang menanam tumbuhan yang masuk kategori narkotika tersebut.

"Rumah saya sedang disewakan. Sebagai pemilik rumah, harusnya saya mengecek lebih sering tempat itu. Jika saya tahu, tentu akan saya larang. Tapi, Anda tak bisa terus mengawasi segalanya. Kini saya diringkus sebagai tersangka," katanya seperti dikutip Voetbalprimeur.

Jhonny bisa dibilang sebagai pemain naturalisasi paling gagal. Dia telah gantung sepatu sejak beberapa tahun lalu.

6 dari 8 halaman

Tonnie Cusell

Tonnie Cusell didatangkan PSSI untuk mendongkrak performa Timnas Indonesia di Piala AFF 2012. Saat itu pelatih Nilmaizar kesulitan mendapatkan pemain bagus karena pemain asal Indonesia Super League menolak bergabung. Mereka dilarang klubnya yang berkonflik dengan PSSI.

Sayang kehadiran Tonnie tak berdampak signifikan. Timnas Indonesia gagal menyajikan prestasi. Tim Garuda terhuyung di penyisihan turnamen.

Setelah Piala AFF 2012 Tonnie digaet Barito Putera. Namun, ia tidak lama di sana. Karena dianggap sering indisipliner dan banyak mau, ia didepak.

Sejak meninggalkan Indonesia pada 2014 usai didepak Barito Putera, Tonnie kembali ke Belanda. Dia sempat menganggur tak memiliki klub.

Kepergiannya dari Barito Putera menyisakan cerita tidak enak. Pelatih Barito kala itu, Salahuddin, menyebut Tonnie pemain yang tidak profesional. Dia sering keluyuran malam dan tidak serius saat menjalani sesi latihan.

Tonnie juga dinilai terlalu banyak mau. Dia menuntut fasilitas ala pesepak bola Eropa. Padahal belum membuktikan kemampuannya di lapangan.

Awal 2015, ia sempat main untuk klub kecil Belanda, Nieuw Utrecht, selama setengah musim. Pada pertengahan tahun sang gelandang serang dikontrak oleh tim satelit raksasa Eredivisie, Ajax, yaitu AFC Ajax Amateurs atau yang lebih dikenal sebagai Ajax Zaterdag.

Bersama klub yang berkompetisi di Hoofdklasse atau Divisi V Liga Belanda, Tonnie jadi pilihan utama. Pada musim 2016 pemain kelahiran Amsterdam, 4 Februari 1983 tersebut masih tercatat sebagai pemain Ajax Zaterdag.

Perjalanan karier pemain produk akademi Vitesse terasa miris. Sempat digadang-gadang bakal jadi bintang saat direkrut FC Twente pada musim 2001/2002, Tonnie tak pernah terlihat bisa stabil mempertahankan penampilannya di lapangan. Kariernya selalu pendek di klub-klub yang dibelanya.

Saat diboyong ke Timnas Indonesia untuk tampil di Piala AFF 2012, Tonnie Cusell berstatus sebagai pemain klub amatir GVVV. Keputusan PSSI membantunya mendapat paspor Indonesia dipertanyakan, karena kualitas sang pemain tak bisa dibilang istimewa.

Tonnie diketahui terakhir bermain untuk Ajax Zaterdag. Hingga saat ini, belum diketahui apakan ia masih aktif merumput atau sudah gantung sepatu.

7 dari 8 halaman

Ruben Wuarbanaran

Bergabung bareng Jhonny van Beukering dan Diego Michiels ke Pelita Jaya pada musim 2011-2012, karier Ruben Wuarbanaran melempem. Rahmad Darmawan, pelatih Pelita Jaya kala itu, jarang menurunkan bek kelahiran Wijhe, Belanda, 15 Agustus 1990 itu sebagai pemain inti. Kualitasnya dinilai rata-rata, alias tidak istimewa.

Dia sempat ikut seleksi Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011, namun gagal. Ruben pun ikut terbuang dari Pelita Jaya bareng Van Beukering.

Pemilik klub Pelita Jaya, Nirwan Dermawan Bakrie, sempat memberi kesempatan kepada Ruben bergabung dengan klubnya di Belgia, CS Vise. Dia dititipkan bareng sejumlah pemain alumnus program pelatnas jangka panjang SAD Uruguay.

Apesnya, di kompetisi Divisi 2 Belgia, Ruben juga minim jam terbang bermain sehingga akhirnya dipulangkan ke Indonesia.

Barito Putera pada musim 2013 menawarkan kontrak bareng pemain naturalisasi lainnya, Tonnie Cusell. Hanya baru beberapa bulan bergabung ia dicoret karena dinilai kualitasnya di bawah harapan pelatih Salahuddin.

Sempat terombang-ambing tak memiliki klub, pada musim 2015 Ruben Wuarbanaran dikontrak klub Divisi 5 Jerman, SV Honnepel-Niedermormter. Pada musim 2015/2016 sang pemain baru turun sekali ke lapangan di pentas Oberliga Niederrhein alias level kompetisi terbawah di Jerman. Itu pun dengan status pemain pengganti.

Padahal, saat dinaturalisasi pada 2011, Ruben digadang-gadang bakal jadi pemain muda potensial yang bisa memberi warna untuk tim nasional level junior. Dengan postur yang ideal 180 cm dan 79 kg, Ruben bisa bermain di dua posisi sebagai stoper serta gelandang jangkar. Namun, harapan tinggal harapan, pesepak bola binaan akademi FC Den Bosch tak bisa menunjukkan level permainan terbaik.

8 dari 8 halaman

Diego Michiels

Diego Michiels

Diego Michiels (c) Bola.com/Adreanus Titus

Sosok Diego Michiels didatangkan ke Indonesia untuk memperkuat Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2011. Kedatangannya disponsori oleh pengusaha gila sepak bola yang saat itu jadi Wakil Ketua PSSI, Nirwan Dermawan Bakrie.

Selepas SEA Games 2011, ia langsung bergabung dengan klub milik Nirwan, Pelita Jaya. Namun, ia berkasus di sana. Tiba-tiba kabur pindah ke Persija Jakarta yang tampil di Indonesia Primer League.

Kepergiannya karena ia takut kehilangan kesempatan membela Timnas Indonesia. Saat itu, Pelita Jaya berseberangan dengan kepengurusan PSSI baru Djohar Arifin Husein.

Sempat masuk skuat seleksi Piala AFF 2012, Diego Michiels tersandung kasus kriminal pemukulan seseorang yang memaksanya masuk bui. Pemain kelahiran 8 Agustus 1990 memang dikenal sebagai bad boy dan doyan terlibat keributan.

Bebas dari penjara, Diego yang kemudian dikontrak Mitra Kukar comeback ke Timnas Indonesia U-23 di SEA Games 2013. Tim Garuda Muda yang diasuh Rahmad Darmawan lolos ke final sebelum akhirnya takluk dari Thailand dengan skor 0-1.

Diego selalu tampil sebagai pemain inti sepanjang turnamen. Karena perilakunya yang urakan, Diego kerap tidak dipanggil ke Timnas Indonesia. Sejak 2014, ia tak pernah lagi berbaju Merah Putih.

Diego Michiels, yang sebelum ke Indonesia memperkuat Go Ahead Eagles, kini bermain di untuk Borneo FC. Sejak 2016, ia tidak pernah pindah dari tim berjulukan Pesut Etam tersebut.

Disadur dari Bola.com (Penulis: Muhammad Adiyaksa/Editor: Benediktus Gerendo, 4 November 2020)