SOS: Sepakbola Adalah Kendaraan Politik Yang Seksi

SOS: Sepakbola Adalah Kendaraan Politik Yang Seksi
Akmal Marhali bersama Ketum PSSI, Edy Rahmayadi. (c) Dendy Gandakusumah

Bola.net - - Save Our Soccer (SOS) menyoroti fenomena ketua umum dan mantan ketua umum PSSI yang mencalonkan diri dalam Pilkada. Mereka menilai sepakbola merupakan kendaraan politik yang sangat seksi.

"Begitulah yang dilihat dari kacamata para politisi selama ini," ujar Koordinator SOS, Akmal Marhali, pada .

"Sepakbola masih menjadi salah satu kendaraan politik paling seksi karena melibatkan massa dalam jumlah besar, yang merupakan swing voter," sambungnya.

Menurut Akmal, dalam politik, hal seperti ini wajar adanya. Politikus, sambung mantan wartawan ini, akan memanfaatkan segalanya untuk kepentingan politik.

"Dalam politik tak ada kawan abadi dan musuh abadi. Yang abadi hanya tujuannya," tuturnya.

Namun, Akmal menyebut, dari perspektif olahraga, termasuk sepakbola, perselingkuhan dengan politik praktis harus dihindari. Pasalnya, ia menilai, olahraga pada hakikatnya harus sportif dan fairplay.

"Sepakbola harus bicara tentang sepakbola, tak dicampuradukkan dengan politik. Ketika sepakbola dicampuradukkan dengan politik, maka yang menonjol adalah politiknya," ia memaparkan.

Sebelumnya, pada pilkada yang berlangsung 2018 mendatang, ada tiga nama ketua dan mantan ketua umum PSSI yang maju untuk menjadi kepala daerah. Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi maju menjadi calon gubernur Sumatra Utara. Di Jawa Timur, ada mantan ketua umum PSSI La Nyalla Mattalitti yang juga mencalonkan diri menjadi calon gubernur. Sementara, Nurdin Halid -ketua umum PSSI periode 2003-2011 ini juga maju menjadi calon gubernur Sulawesi Selatan.

Lebih lanjut, Akmal menegaskan bahwa SOS mendukung gerakan untuk menjaga sepakbola steril dari politik praktis. Ia menilai, dari fitrahnya, sepakbola merupakan alat perjuangan bangsa lewat medium olahraga

"Sepakbola dalam perkembangannya, baik secara industri maupun prestasi, harus dikelola oleh orang-orang profesional, yang tidak menjadikannya sebagai tunggangan. SOS bahkan menyarankan pengelola sepak bola yang mendua antara politik dan sepakbola harus memilih salah satunya," paparnya.

Akmal menyebut ketika sepakbola dijadikan tunggangan politik maka akan hilang jati dirinya. Hal inilah yang selama ini terjadi di Indonesia.

"Sepakbola kita berantakan karena dicampuradukkan dengan politik praktis," ia menandaskan.