Selain Match Fixing, Inilah Praktik Curang di Sepak Bola Indonesia

Selain Match Fixing, Inilah Praktik Curang di Sepak Bola Indonesia
Akmal Marhali bersama Ketum PSSI, Edy Rahmayadi. (c) Dendy Gandakusumah

Bola.net - Save Our Soccer (SOS), lembaga yang concern dengan tata kelola sepak bola Indonesia, menyebut bahwa match fixing bukan satu-satunya praktik culas di sepak bola Indonesia. Paling tidak ada dua hal lagi yang juga kerap terjadi.

"Selain match fixing, ada juga match acting dan match setting," ujar Koordinator SOS, Akmal Marhali, pada Bola.net, Sabtu (01/12).

Match acting, menurut Akmal, ditontonkan dengan sempurna pada skandal sepak bola gajah beberapa waktu lalu. Pemain kedua tim seakan hanya berakting di lapangan.

"Sementara, match setting adalah mengatur hasil pertandingan. Namun, beda dengan match fixing, dalam match setting ini tak ada peran bandar," tuturnya.

Dalam catatan SOS, praktik match setting banyak terjadi pada era ketika penggunaan APBD untuk membiayai klub profesional masih diperbolehkan. Setelah penggunaan APBD dilarang, menurut pria 40 tahun, yang lebih banyak terjadi adalah match fixing.

"Inilah ketika para bandar kian leluasa untuk bermain di sepak bola Indonesia," ucap Akmal.

Akmal menyebut praktik match fixing sejatinya sudah mulai terjadi di kompetisi Indonesia sejak era Galatama. Dalam kompetisi partikelir pertama di Indonesia tersebut, sejumlah pemain dari sejumlah klub tenar macam Warna Agung, Caprina, dan Cahaya Kita sempat terseret dalam skandal suap.

Akmal menambahkan bahwa skandal match fixing merupakan salah satu penyebab hancurnya kompetisi Galatama, sebelum akhirnya dilebur dengan Perserikatan.

"Galatama dulu kompetisi yang bagus. Sayangnya, bandar-bandar judi masih dan membuat semuanya rusak," tutupnya.

1 dari 1 halaman

Berita Video

Fithri Syamsu mengungkapkan pose seksi pesepak bola. Pose yang seperti apa menurut Neng Fithri?