Lima PR Edy Rahmayadi Pada Kongres Tahunan PSSI 2017

Lima PR Edy Rahmayadi Pada Kongres Tahunan PSSI 2017
Edy Rahmayadi (c) Fitri Apriani

Bola.net - - Sejumlah pekerjaan rumah menanti untuk segera diselesaikan Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, dan kabinetnya pada Kongres Tahunan PSSI 2017 ini. Paling tidak, ada lima PR berat yang wajib dituntaskan dalam kongres di Hotel Ayaduta Bandung, Minggu besok.

Menurut Save Our Soccer (SOS), kasus dualisme klub dan juga masalah legalitas sejumlah klub merupakan PR pertama yang harus dituntaskan PSSI. Mereka harus bisa memungkasi masalah Persebaya Surabaya, Arema Indonesia, Bhayangkara FC, PS TNI, Madura United, Bali United, Persewangi Banyuwangi, Lampung FC, dan Persipasi Kota Bekasi. Tak lupa, mereka juga harus bisa menyelesaikan Persema dan Persibo yang dihukum PSSI.

"Masalah menjadi pelik karena ada sejumlah anggota exco yang punya kepentingan dengan kasus yang ada. Inilah yang disebut bom waktu. Salah dalam mengambil keputusan bisa jadi akan menghadirkan guncangan," ujar Koordinator SOS, Akmal Marhali.

"Namun, jika niatnya untuk pembenahan dan reformasi sepakbola, semua masalah bisa diselesaikan Rujukannya tentu hukum olahraga (sepakbola) dan konstitusi negara," sambungnya.

Menurut Akmal, dalam kasus ini, persoalan yang menimpa Persebaya merupakan hal paling krusial. Pasalnya, alih kepemilikan dari Persebaya (PT Mitra Muda Inti Berlian) menjadi Bhayangkara FC tidak sah secara hukum karena yang dijual PT MMIB adalah lisensi bodong.

"Akan menjadi preseden buruk menuju sepakbola industri yang professional dan bermartabat bila tiba-tiba Bhayangkara FC main di kompetisi level tertinggi," tuturnya.

"Ke depan, PSSI juga harus membuat aturan baku prosedur jual beli saham klub agar kasus yang terjadi saat ini tak terulang. Yang dijual adalah sahamnya, bukan gonta-ganti perusahaan yang meniadakan kewajiban masa lalu seperti utang ke pihak ketiga. Jual beli lisensi dilarang FIFA," Akmal menambahkan.

Masalah kedua yang harus dituntaskan, adalah kasus sepakbola gajah yang melibatkan PSIS Semarang dan PSS Sleman. Untungnya, menurut Akmal, Ketum PSSI bisa mendapat informasi akurat terkait masalah ini dari dua exconya, Johar Lin Eng dan Yoyok Sukawi. Waktu itu, Johar merupakan Ketua Asprov PSSI Jateng, sementara Yoyok merupakan Manajer PSIS Semarang.

"Para pelatih dan pemain yang dihukum sejatinya dikaji ulang. Banyak pemain yang tak bersalah. Mereka hanya jadi wayang saat kasus itu disidangkan. Anehnya, aktor intelektualnya tetap bebas. Para pelatih dan pemain yang tak salah harus segera dibersihkan nama baiknya agar mereka bisa kembali mencari nafkah di sepakbola," harap Akmal.

Masalah ketiga yang harus dituntaskan adalah tentang match fixing. SOS menilai bahwa tindakan lancung ini menjadi penyakit paling mematikan di sepakbola Indonesia. Atur mengatur skor dan juara yang terjadi selama ini membuat sepak bola Indonesia “mati prestasi”.

"PSSI bisa membentuk tim independen untuk memerangi match fixing bekerja sama dengan pihak kepolisian. Match fixing harus dimusnahkan dari sepakbola Indonesia bila ingin berprestasi," ia menegaskan.

Keempat, menurut Akmal, PSSI harus mengamandemen statuta mereka. Amandemen terutama terkait aturan orang yang sedang dan pernah terlibat hukum tak boleh jadi pengurus, pemilik suara di Kongres, sampai kepada kompetisi profesional. PSSI juga harus membuat aturan tegas soal rangkap jabatan.

"Rangkap jabatan tak boleh lagi terjadi. PSSI harus profesional. Mereka yang rangkap jabatan di sepakbola, harus memilih agar tak terjadi konflik kepentingan saat mengambil keputusan," kata Akmal.

Selain itu, menurut Akmal, amandemen juga harus menyentuh pada status Asprov PSSI sebagai voters. Pasalnya, ia menambahkan, Asprov merupakan kepanjangan tangan PSSI Pusat. Mereka bagian dari pengurus.

"Artinya, status Asprov sebagai pemilik suara harus dibuang. Pemilik suara sejatinya milik klub-klub anggota PSSI," Akmal menegaskan.

Terakhir, menurut Akmal, PR PSSI yang harus segera diselesaikan adalah soal pembinaan dan timnas. Minimnya prestasi timnas saat ini, sambung mantan jurnalis ini, tak lepas dari buruknya pembinaan pemain muda dan juga pengelolaan timnas.

Sebagai salah satu solusinya, Akmal menyarankan pada PSSI untuk memberdayakan Asprov, sebagai kepanjangan tangan untuk menggerakkan kompetisi kelompok umur di daerahnya.

"Hukum Asprov yang tak mampu menjalankan visi misi PSSI Pusat, bila perlu ganti pengurusnya," ucapnya.

Selain itu, Akmal menambahkan, PSSI harus mewajibkan klub-klub profesional untuk menjalankan pembinaan sebagai bagian dari aspek supporting, pembinaan dari U-12 sampai U-21.

"Untuk timnas, PSSI juga harus mampu membuat program timnas yang terukur dan sistematis. Timnas yang tangguh lahir dari sinergi kompetisi yang sehat dan perencanaan yang matang. Yang penting, tak ada lagi istilah pemain titipan di timnas," ia menandaskan.(den/dzi)