Bung Karno, Sepakbola, Politik dan Bahasa Persatuan

Bung Karno, Sepakbola, Politik dan Bahasa Persatuan
Bung Karno (c) Bola

Bola.net - Bola.net - Dalam pandangan JJ Rizal, sejarawan sohor Indonesia, sepak bola pada awal kemuculannya di Indonesia, -saat itu Hindia Belanda- langsung disambut gempita oleh masyarakat. Sepak bola dengan cepat ditangkap dan dimainkan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada awal dekade 1900-an.

Bahkan, saat itu, dikatakan oleh JJ Rizal sepak bola telah menjelma sebagai paham baru, sebagai isme baru ditengah munculnya isme-isme lainnya. Di zaman ideologi tersebut, sepakbolaisme bersaing berebut tempat dan pengaruh di masyarakat dengan idiologi seperti Nasionaslisme, sosialisme, fasisme, dan komunisme.

Sebagai olahraga global, sepak bola sangat menarik bagi tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tak sekedar memainkan, mereka juga menjadikan sepak bola sebagai alat, sebagai bahasa untuk membentuk persatuan, atau singkatnya sepak bola untuk persatuan.

Salah satu tokoh yang yakin benar bahwa sepak bola adalah sebuah bahasa persatuan adalah , atau yang lebih sohor dengan Bung Karno. Bung Karno sejak awal yakin betul bahwa sepak bola, olahraga yang sangat digemari oleh masyarakat, melibatkan banyak massa, adalah satu sarana yang tepat untuk mengekspresikan persatuan.

Upaya Bung Karno untuk memanfaatkan sepak bola sebagai sarana persatuan sudah dimulai sejak era pergerakan nasional. Hanya berselang beberapa saat setelah Bung Karno keluar dari penjara Suka Miskin di Bandung, pada tahun 1932, ia langsung didapuk untuk membuka pertandingan final kompetisi PSSI.

Dalam catatan buku peringatan 60 tahun PSSI, bertempat di Lapangan Trivelli, masyarakat berduyung-duyung untuk menyaksikan pertandingan yang mempertemukan Voetbal Indonesia Jakarta (VIJ) melawan Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM). Namun, tentu saja sebagian besar lainya juga tertarik untuk menyaksikan idola mereka, Bung Karno, yang akan berpidato dan melakukan tendangan pertama pada pertandingan ini.

Pasca kejadian tersebut, Dalam konges PSSI yang ke-2, 14-16 Mei 1932, PSSI secara resmi menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi organisasi. Inilah yang kemudian membuat Bung Karno hingga pada masa-masa setelahnya percaya bahwa sepak bola adalah salah satu bahasa yang eferktif untuk mengkampanyekan persatuan.

Pada era pasca kemerdekaan, Bung Karno yang tidak ingin sepak bola Indonesia "salah arah", merestui Maulwi Saelan sebagai ketua umum PSSI dekade 1964-1967. Pada saat itu, Maulwi Saelan merupakan pasukan pengawal pribadi presiden yang dikenal dengan korps Cakrabirawa.

Posisi sepak bola semakin penting dalam benak Bung Karno jika kita menilik jabatan menteri olahraga pada jaman ini. Adalah penjaga gawang PSSI era tahun 1930an, R Maladi yang kemudian di dapuk sebagai Menteri Olahraga pada pada tahun 1964-1966. Sebelumnya, Maladi adalah ketua PSSI pada periode tahun 1950-1959.

Maladi pula yang kemudian dipercaya oleh Bung Karno sebagai ketua Komando Gerakan Olahraga (KOGOR) yang bertugas untuk menyiapkan segala hal terkait Asian Games IV 1962 di Jakarta. Salah satu hasil kerja Maladi adalah komplek Istana Olahraga (Istora) di Senayan (dulu Bung Karno Sport Complex), termasuk stadion Gelora Bung Karno.

Bung Karno juga pernah memakai sepak bola guna menunjukkan solidaritas dan dukungan terhadap Palestina. Saat itu, Indonesia harus berjumpa dengan Israel pada Kualifikasi Piala Dunia 1958*. Sukarno yang sejak muda menentang keras praktek kolonialisme menolak PSSI untuk bertanding ke Israel. Pertimbangannya murni urusan politik, ia tidak mengakui Israel sebagai negara, dan ia tidak berkenan dengan sikap Israel terhadap Palestina.

Dampaknya, Indonesia kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi di Piala Dunia 1958 yang diselenggarakan di Swedia. Apakah Bung Karno menyesal? tentu tidak. Baginya, apa yang dilakukan sesuai dengan cita-cita Indonesia yang termaktup dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

Selain menentang penjajahan negara atas negara lain, Bung Karno juga gencar menyampaikan pesan persatuan dunia. Baginya, nasionalisme Indonesia adalah taman sari dari nasionalisme negara-negara lain di dunia.

Lagi-lagi, Bung Karno menjadikan sepak bola sebagai salah satu media komunikasinya. Ia memanfaatkan sepak bola untuk mengkampanyekan visi persatuan dunia. Ketika itu, tepatnya pada tada tahun 1956, Bung Karno -dan PSSI tentunya- melakukan tur ke beberapa negara di Eropa Timur dan Jerman.

Berbagai motif diusung dalam misi ini. Selain untuk mencari dukungan dan simpati dari Uni Sovyet (sekarang Rusia), dalam tur ini juga terselip misi mengenalkan Indonesia ke kancah internasional dan mempersiaptim tim PSSI jelang Olimpaide 1956 di Australia.

Dalam hal ini, tak hanya sekedar memperkenalkan Indonesia, Bung Karno juga membawa misi mengenalkan dasar negara Indonesia, Pancasila, dalam setiap kunjungannya. Ia memanfaatkan sepak bola untuk meyampaikan pesan persatuan dunia, dimana Indonesia termasuk di dalamnya.

Dari 11 pertandingan yang di lakoni oleh skuad asuhan Toni Pogacnik, hanya 1 pertandingan yang mereka menangkan, yaitu saat melawan tim buruh pabrik tekstil di Ivanovo. Selebihnya, Ramlan Yatim dan kolega menderita kekalahan.

Namun, bukan itu yang dicari Bung Karno. Ia sudah cukup puas dengan gempita sambutan oleh publik di Eropa Timur, dimana setiap stadion selalu penuh. Namanya membumbung tinngi dan disejajarkan dengan tokoh-tokoh sohor setempat. Keberadaan Indonesia mulai diperhitungkan oleh dunia. Gagasan persatuan dunia mulai menjalar ke antero dunia.

Berikut hasil lengkap Indonesia pada tur Eropa tersebut:

Hasil Pertandingan di Rusia:

19/08/1956: di Kota Baku: Indonesia vs Neftjanik 1-3

23/08/1956: di Kota Tiflis: Indonesia vs Dynamo Tbilisi 2-5

26/08/1956: di Kota Stalinov: Indonesia vs Shakter 1-2

29/08/1956: di Kota Kharkov: Indonesia vs Avangard 1-2

01/09/1956: di Kota Leningrad: Indonesia vs Buruh 2-5

04/09/1956: di Kota Ivanovo: Indonesia vs Buruh Tekstil 2-0

Hasil Pertandingan di Yugoslavia:

09/09/1956: di Kota Belgrade: Indonesia vs Yugoslavia 2-4

16/09/1956: di Kota Zagreb: Indonesia vs Kroasia 2-5

Hasil Pertandingan di Jerman Timur:

20/09/1956: di Kota Chemnitz: Indonesia vs Jerman Timur 1-3

23/09/1956: di Kota Dresden: Indonesia vs Einheit Club 1-4

Hasil Pertandingan di Cekoslowakia:

26/09/1956: di Kota Pilzen: Indonesia vs Cekoslowakia B 1-5

Demikianlah kisah Bung Karno dan sepak bola, dengan segala kontroversi, cita-cita luhur dan berbagai pernik lainnya. Tulisan ini adalah bagian dari editorial yang kami persiapkan untuk menyambut peringatan 70 tahun kemerdekaan Indonesia yang akan jatuh pada 17 Agustus 2015 mendatang.

Kami masih akan menyajikan beberapa kisah bapak bangsa yang terlibat sebagai pelaku sepakbola, baik sebagai pemain maupun yang lainnya, dalam edisi-edisi selanjutnya. Selamat menikmati Bolaneters.

* koreksi, sebelumnya tertulis Kualifikasi Piala Dunia 1962

Berita Terkait