
Bola.net - Bola.net - Suatu sore di salah satu sudut kota Fort de Kock - kini dikenal dengan nama Bukittinggi- seorang bocah menangis sesunggukkan. Ia tak berdaya, hanya mampu mengelap air mata sembari terus berdiri. Dari kejauhan, sang Kakek, yang juga guru mengajinya dengan wajah garang mengawasi segala gerak-gerik sang bocah.
Rupanya, bocah tersebut sedang mendapatkan hukuman dari kakeknya karena telat pulang ke rumah, dan yang lebih fatal lagi, dia sengaja melewatkan jam mengajinya dengan bermain sepakbola. Pak Gek, demikian sang Kakek dipanggil, dia memang keras terhadap cucu kesayangannya tersebut. Ia ingin kelak sang cucu menjadi orang penting bagi negerinya. Oleh karenanya Pak Gaek ingin memastikan bekal ilmu agamanya cukup.
Lantas siapakah cucu Pak Gaek yang berani melewatkan jam mengajinya dengan bermain sepakbola tersebut?. Nama kecilnya Mohammad Atthar, kelak ketika dia dewasa, ia akan Belajar hingga ke Belanda dan menjadi tokoh penting bagi tanah airnya, ialah, bersama Sukarno, yang akan memproklamasikan kemerdekaan negaranya pada 17 Agustus 1945.
Advertisement
Ya benar, dialah Mohammad Hatta.
Hatta memang sangat gandrung dengan olahraga sepak bola. Kendati posturnya kecil, ia dikenal sebagai seorang ujung tombak yang jago. Keahliannya membobol gawang lawan tak kalah dengan keahliannya dalam memperjuangkan nasib Indonesia agar bebas dari penjajahan.
Bung Hatta, demikian sapaan karibnya, selalu menjadikan sepak bola sebagai olahraga favoritnya. Lepas dari auhan Pak Gaek, Hatta mengawali pendidikannya di MULO (Meet Uitgebreid Lagere Onderwijs) pada tahun 1916 di kota Bukittinngi. Pada tingkatan ini, Hatta tak lantas meninggalkan sepak bola kerena beban belajar yang semakin tinggi. Ia justru semakin serius bermain sepak bola.
Tak ingin kepalang tanggung, ia bergabung dengan perkumpulan sepakbola yang terdapat di kota yang sama dengan dia menempuh pendidikan. Awalnya, dia hanya anggota biasa, hanya berlatih dan bermain layaknya pemain lainnya.
Namun, karena pengurus klub tahu bahwa Hatta jago dalam hal perhitungan dan pengelolaan keuangan, maka dirinya mendapat tugas ganda, menjadi bendahara perkumpulan.
Pada masa ini, sepakbola memang masuk sebagai salah satu kurikulum dalam mata pelajaran olahraga di sekolah-sekolah, utamanya sekolah yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda. Merujuk pada Indische Verslag yang dikeluarkan pada tahun 1932, maka sepakbola adalah olah raga favorit pada era ini.
Sepakbola biasa dimainkan di kantor dinas pemerintah, pabrik-pabrik dan sentra industri, instansi swasta dan tentu saja yang tidak ketinggalan adalah instansi penddidikan.
Aktifitas Hatta dalam bermain sepakbola belum berhenti bahkan ketika dirinya aktif dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan. Pada masa pengasingan di Boven Digul, pada tahun 1935, Hatta banyak meluangkan waktu dengan empat hal, beribadah, menulis, mengajar, dan bermain sepakbola.
Bahkan, bersama dengan kolega karibnya, Sutan Sjahrir, Hatta sewaktu masa pengasingan ini sempat mendirikan perkumpulan sepakbola yang kemudian mereka beri nama Suci Hati (SH). Anggota terdiri dari para aktifis yang diasingkan serta penduduk setempat. Lewat sarana inilah Hatta menemukan cara yang tepat untuk berinteraksi dengan warga lokal.
Jelang kepindahannya ke Banda Neira, Hatta -dan juga Sjahrir- sempat melakukan sebuah pertandingan perpisahan pada Januari 1936. Seperti biasanya, Hatta berada satu tim dengan Sjahrir, mereka berduet sebagai juru gedor. Sebelum bertanding bahkan sempat ada sesi foto untuk mengabadikan momen bersejarah ini. Hatta ditandai dengan huruf H di dada, sedangkan Sjahrir dengan tanda S.

Pasca kemerdekaan, usia, kesibukan sebagai wakil presiden dan tentu saja berbagai tugas lain memang tidak memungkinkan Hatta untuk rutin bermain sepakbola. Namun, sesekali dirinya tetap meluangkan waktu untuk bermain atau sekedar menonton pertandingan sepakbola.
Guntur Sukarno Putra, mengkisahkan pada suatu sore di tahun 1950-an, saat itu ayahnya, Sukarno, dan Hatta sedang menghadiri sebuah pertandingan sepakbola yang mempertemukan tim PSSI melawan tim asal India, Aryan Ghimakana. Hatta dengan karakternya yang tenang dengan seksama mengamati jalannya pertandingan dimana pada saat itu tim PSSI kalah tipis, 1-0.
Usai laga, sembari berjalan pulang, Guntur dan Sukarno dibuat jengkel oleh ulah Hatta. Sepanjang jalan Hatta terus menggerutu dan marah dengan kekalahan tersebut. Dengan pemahaman taktikal yang cukup mumpuni, dalam kesaksian Guntur, Hatta mengkritisi permainan tim PSSI dengan berbagai argumen yang diajukannya dengan logis.
Sukarno bahkan sampai menegurnya bahwa hal tersebut hanyalah permainan sepakbola, jangan di analisa dengan teori yang njlimet seperti saat menganalisis kondisi ekonomi dan politik negara.
Demikian kami sajikan kisah Mohammad Hatta dan sepakbola. Tulisan ini adalah bagian dari editorial yang kami persiapkan untuk menyambut peringatan 70 tahun kemerdekaan Indonesia yang akan jatuh pada 17 Agustus 2015 mendatang.
Kami masih akan menyajikan beberapa kisah bapak bangsa yang terlibat sebagai pelaku sepakbola, baik sebagai pemain maupun yang lainnya, dalam edisi-edisi selanjutnya. Selamat menikmati Bolaneters.
Advertisement
Berita Terkait
LATEST UPDATE
-
Tim Nasional 24 Maret 2025 02:07
-
Tim Nasional 24 Maret 2025 01:44
-
Tim Nasional 24 Maret 2025 01:35
-
Piala Eropa 24 Maret 2025 01:15
-
Tim Nasional 24 Maret 2025 00:49
-
Tim Nasional 24 Maret 2025 00:39
MOST VIEWED
HIGHLIGHT
- 5 Pemain Gratisan yang Bisa Direkrut Manchester Un...
- Di Mana Mereka Sekarang? 4 Pemain 17 Tahun yang Pe...
- 7 Eks Pemain Real Madrid yang Bersinar di Tempat L...
- 10 Opsi Striker untuk Man United: Solusi Ruben Amo...
- 5 Pemain yang Pernah Membela PSG dan Liverpool
- 7 Mantan Rekan Setim Cristiano Ronaldo yang Pernah...
- Di Mana Mereka Sekarang? 5 Pemain yang Diminta Pau...