Mengenal Gas Air Mata, Salah Satu Tersangka 'Kanjuruhan Disaster'

Mengenal Gas Air Mata, Salah Satu Tersangka 'Kanjuruhan Disaster'
Aremania ricuh di laga Arema FC vs Persib Bandung (c) Wearemania

Bola.net - Bola.net - Dua pekan terakhir, gas air mata menjadi pokok perbincangan hangat di kancah sepakbola Indonesia. Gas yang biasa dipergunakan aparat keamanan untuk mengendalikan massa ini disebut menjadi aktor utama di balik terjadinya 'Kanjuruhan Disaster', pada laga antara Arema FC dan Persib Bandung, Minggu (15/04) silam.

Dalam insiden tersebut, aparat keamanan menembakkan sembilan proyektil gas air mata ke kerumunan massa yang coba merangsek masuk ke lapangan. Namun, tak kurang dari tiga proyektil justru mendarat di tribun dan menyebabkan kepanikan suporter yang berada di sana, kebanyakan wanita dan anak-anak.

Berupaya menyelamatkan diri dari kepungan gas yang membuat mata pedih dan menyesakkan dada, ribuan suporter -terutama di area Gate 10- tersebut berebut untuk keluar dari stadion. Namun, nahas justru menghampiri mereka. Alih-alih selamat, justru banyak suporter cedera akibat terinjak-injak atau pun pingsan karena lemas kehabisan napas, kala berdesakan keluar melalui pintu yang -menurut sebagian saksi- belum terbuka.

Total, dalam perhitungan manajemen Arema FC, dalam insiden itu 214 orang harus menjalani perawatan. Beberapa di antaranya harus menjalani rawat inap. Selain itu, seorang Aremania, Dhimas Duha Romli, harus mengembuskan napas terakhirnya, setelah dirawat di rumah sakit, akibat insiden ini.

Berjatuhannya korban ini menimbulkan polemik terkait penggunaan gas air mata. Banyak yang menganggap gas -yang lazim juga disebut mace ini- sebagai penyebab bertumbangannya para korban. Terlebih lagi, dalam FIFA Safety Regulations, khususnya pasal 19, penggunaan gas air mata jelas-jelas diharamkan.

Namun, apakah sesungguhnya gas air mata itu? Benarkah dampaknya mematikan, seperti banyak diyakini?

Dokter Suryanto Eko Agung Nugroho, SpEM dari unit Instalasi Gawat Darurat RS Saiful Anwar (RSSA) Malang memberikan penjelasannya. Menurut dokter Surya, gas air mata sejatinya merupakan zat padat yang dilarutkan sehingga berbentuk gas dan dikemas dalam kaleng proyektil.

"Saya nggak tahu apa zat yang dipakai oleh aparat pengamanan saat ini. Yang pasti, zatnya ini mengandung sifat iritatif pada yang terkena," ujarnya, pada Bola.net.

"Namun, sesuai dengan sifatnya, zat ini tidak untuk mencederai, apalagi lethal (mematikan)," sambungnya.

Penjelasan serupa diberikan dokter Ovi Sovia SpM, dari Divisi Infeksi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSSA Malang. Menurut dokter spesialis mata ini, ada beberapa jenis gas air mata, selain berasa dari zat kimia, ada juga yang dari merica.

"Untuk yang kimia, karena berbahan dasar benda padat, maka sifatnya pun berbeda dengan gas, yang mudah menguap. Karena kepadatannya tinggi, ia menggantung dan menciptakan efek yang lebih lama," papar dokter Ovi.

Mengenai dampak yang bisa terjadi, Ovi menyebut gas ini akan merangsang kelenjar air mata. Partikel-partikel zat gas air mata akan berikatan dengan air mata. Efek ini, sambung lulusan FKUB tahun 1997 tersebut, terjadi 10-30 detik setelah gas air mata ditembakkan dan bisa bertahan sampai beberapa jam setelahnya.

"Orang yang berada lebih dekat dengan pusat gas air mata ini tentu akan menerima dampak lebih besar," tutur dokter Ovi.

Ovi menyebut, ada beberapa dampak yang bisa terjadi akibat paparan gas air mata. Yang paling ringan, sambungnya, adalah iritasi, mata merah, berair, dan pedih. Efek yang lebih berat, kornea mata bisa terkena zat beracun yang terkandung di gas air mata.

"Bisa jadi terjadi erosi di kornea mata," kata dokter asli Malang tersebut.

"Jika luka ini dalam, bisa jadi akan menimbulkan bekas di kornea. Inilah yang akan mengganggu pengelihatan," sambungnya.

Aremania korban kerusuhan suporter di Stadion KanjuruhanAremania korban kerusuhan suporter di Stadion Kanjuruhan

Sementara itu, dokter Surya menyebut bahwa gas air mata juga berdampak pada pernapasan. Namun, ia menyebut bahwa hal ini juga tergantung dengan kondisi orang yang menghirupnya.

"Jika sebelumnya tak ada masalah dengan paru-parunya, seperti sensitif, alergi, iritatif yang terkait sebelumnya, tidak ada masalah," papar dokter Surya.

"Namun, jika yang menghirup memiliki masalah ini, bisa juga dengan menggunakan zat-zat adiktif, pernapasan akan sesak berkepanjangan," sambung lulusan spesialis emergency dari FKUB pada 2009 tersebut.

Dokter Surya menyebut, untuk melakukan pertolongan pertama pada korban gas air mata adalah dengan melakukan dekontaminasi. Cara tercepatnya adalah menutup mata, segera menutup jalan pernapasan dan pergi menghindari area yang terkontaminasi.

"Ini kan sudah reflek manusia," tutur dokter Surya.

"Berikutnya, bisa mencari alat-alat yang bisa digunakan. Paling banyak ya menggunakan air," ia menambahkan.

Sementara itu, sama dengan penanganan untuk saluran pernapasan, dokter Ovi menganjurkan penggunaan air untuk menghentikan efek berkepanjangan zat air mata di indra pengelihatan.

"Kalau memang itu karena ada benda asing yang menempel, kalau kita irigasi, tentu akan hilang," ucapnya.

"Membersihkan bisa dengan air mineral. Sementara, jika di rumah sakit atau klinik bisa dengan cairan salin atau infus tertentu," imbuhnya.

Namun, kendati sudah mendapat pertolongan pertama, Ovi menganjurkan bahwa orang yang terpapar gas air mata tetap memeriksakan diri ke rumah sakit. Hal ini, menurutnya, untuk memeriksa kondisi dengan lebih teliti.

"Mereka harus juga segera memeriksakan diri ke rumah sakit, untuk mencegah efek-efek yang perlu kita antisipasi," tandasnya.