
Bola.net - Bola.net - "Ada Iniesta lain di Barca. Saya akan selalu ingat namanya: Mario Rosas," kata , salah satu pemain terbaik di generasinya, tentang seorang mantan rekannya di akademi La Masia .
"Dia merupakan perpaduan Laudrup dan Messi, serius. Dua kakinya hidup, dia bisa mendribel, dan sangat kompetitif."
Lalu, apa yang terjadi pada pemain dengan talenta istimewa sepertinya? Kenapa namanya hampir tak pernah terdengar? Kenapa dia seperti tak pernah ada?
Advertisement
"Dia punya segalanya, tapi menghilang. Itu mengejutkan saya. Mungkin dia tak cukup profesional atau tidak punya mentalitas yang kuat, kita takkan pernah tahu."
La Masia adalah akademi sepakbola kebanggaan Barcelona. Selama ini, La Masia sudah melahirkan sederet pemain hebat di generasinya. Xavi, Andres Iniesta dan Lionel Messi merupakan beberapa di antaranya.
Namun tak semua yang menimba ilmu di La Masia bertransformasi menjadi pemain penting di dunia sepakbola. Ada pula yang gagal, bahkan tenggelam. Mario Rosas adalah salah satunya.
Masuk La Masia pada 1994, tiga tahun berselang dia jadi bagian Barcelona B, lalu pergi dari Camp Nou setelah hanya tampil sekali untuk tim utama di La Liga. Setelah hengkang pada tahun 2000, Rosas memperkuat setidaknya 11 klub sebelum pensiun di Eldense pada 2014. Tak ada yang istimewa dari kariernya.
Untuk pemain dengan talenta yang diakui istimewa oleh seseorang seperti Xavi, itu jelas sangat disayangkan.
Siapa Mario Rosas?
Rosas seusia Xavi. Lahir di Malaga 1980 silam, Rosas gabung Barcelona pada 1994 di usia 14.
Dengan tinggi badan sekitar 167 cm, Rosas memiliki ciri fisik gelandang-gelandang Spanyol yang begitu sukses dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Selain Xavi dan Iniesta, contoh lainnya adalah David Silva, Santi Cazorla atau Thiago Alcantara.
Pada pekan terakhir La Liga 1997/98, di usia 17, Rosas diberi kesempatan melakoni debut untuk tim utama di La Liga oleh pelatih Louis van Gaal ketika Barcelona menjamu Salamanca. Rosas mengisi lini tengah Barcelona, yang sudah mengamankan titel juara, dan bermain bersama pemain-pemain seperti Luis Figo. Rosas diganti saat jeda dan Barcelona kalah 1-4. Itu menjadi penampilan pertama sekaligus terakhir Rosas bersama Barcelona di La Liga.
Rosas gagal memenuhi harapan van Gaal. Selain itu, dia tentu saja juga kalah bersaing dengan Figo, Rivaldo dan Patrick Kluivert untuk posisi gelandang serang.
Dua tahun setelah debutnya, Rosas tak mendapatkan kontrak baru dan dilepas oleh Barcelona. Setelah itu, dia tercatat memperkuat 11 klub berbeda, terutama klub-klub divisi dua. Dia gantung sepatu 14 tahun setelah meninggalkan Barcelona.
Iniesta Lain di Barcelona
Pada Maret 2018 lalu, Xavi diwawancarai oleh So Foot di Qatar. Mantan gelandang Barcelona dan tim nasional Spanyol itu ditanya tentang banyak hal.
Salah satunya adalah mengenai mantan rekan sehatinya di lini tengah Barcelona, Andres Iniesta, tentang kesan saat dia pertama kali bertemu dengannya di La Masia.
"Andres itu spesial. Dia memiliki talenta yang tidak biasa. Dia tak mungkin gagal, mustahil," kenang Xavi.
"Namun ada Iniesta lain di Barca. Saya akan selalu ingat namanya: Mario Rosas."
"Jika melihat permainannya di usia 15, 16 atau 17, Anda pasti akan berkata: 'Saat anak ini naik ke tim utama, Camp Nou akan dibuatnya berhalusinasi'."
"Dia merupakan perpaduan Laudrup dan Messi, serius. Dua kakinya hidup, dia bisa mendribel, dan sangat kompetitif."
"Dia punya segalanya, tapi menghilang. Itu mengejutkan saya. Mungkin dia tak cukup profesional atau tidak punya mentalitas yang kuat, kita takkan pernah tahu."
"Masa remaja adalah periode krusial dalam kehidupan. Kepribadian belum sepenuhnya terbentuk dan sangat mudah bagi kita untuk melakukan kesalahan. Ada banyak keraguan: 'Mampukah saya bermain untuk Barca?' 'Sanggupkah saya mencapai level divisi utama?' 'Bisakah saya masuk tim nasional?'"
"Masalah ini bisa diatasi jika mental kita stabil dan ada keluarga yang mendukung. Saya beruntung karena keluarga selalu melindungi saya. Keluarga Andres juga mengagumkan dan mengajarkannya banyak hal tentang nilai-nilai kehidupan."
"Namun ada pemain-pemain yang kehidupannya semrawut, dan orang tuanya rumit. Jika tak ada dukungan atau seseorang untuk dijadikan sandaran, maka sangat berat."
Kesalahan Siapa?
Rosas selalu bermain dengan Xavi sejak pertama kali gabung Barcelona. Mereka berdua adalah bagian dari generasi emas La Masia era 1990-an. Midfield diamond yang mereka mainkan di Barcelona B bahkan sanggup membuat kita bermimpi.
Rosas sebagai gelandang serang, sedangkan Xavi di posisi yang lebih dalam. Sementara itu, Gabri di kiri luar dan Carles Puyol di kanan. Itu sebelum Puyol bergeser ke posisi terbaiknya di sektor pertahanan.
Rosas sendiri masih ingat dengan jelas masa-masa dia di Barcelona, termasuk momen setelah diberi debut La Liga oleh van Gaal.
"Van Gaal sangat percaya kepada saya. Dia memberi saya debut di usia 17," papar Rosas, seperti dikutip Bleacher Report, beberapa waktu setelah wawancara Xavi dengan So Foot.
"Saya bicara dengannya. Saya bilang kalau saya perlu menit bermain lebih banyak. Dia berkata, 'ya, tapi siapa yang harus saya korbankan? Rivaldo? Kluivert? Figo?'"
"Dia bilang kalau saya pemain yang sangat bagus, tapi saya masih muda dan masih perlu banyak belajar."
"Saya adalah pemain bintang di La Cantera, dan pemain bintang Barca B, tapi saya tak menyadarinya. Saya tidak sabar. Saya mungkin juga tak mendapatkan nasihat bagus kala itu, jadi saya mengambil keputusan. Saya pikir saya bisa bermain untuk tim lain di divisi utama dan kembali setelah tampil sangat bagus selama semusim."
Seperti dia katakan sendiri, Rosas kurang sabar. Dia terlalu gegabah mengambil keputusan, tak ada yang bisa dijadikan sandaran waktu itu, karena keluarganya berada jauh di Malaga.
Ini semua adalah konsekuensi dari keputusan yang dia ambil sendiri.
"Tak ada hubungannya dengan keberuntungan atau pelatih-pelatih yang salah. Salah saya sendiri saya tak berada di divisi utama. Semua pemain Barca pun bertipe sama, sangat ofensif dan selalu menyerang," papar Rosas, seperti dikutip Planet Football.
"Saat pindah tim, saya tak mampu beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan baru. Saya diharuskan lebih bertahan dan dibebani tugas-tugas lain, berbeda dibandingkan yang biasa saya lakukan di Barca."
Rosas gagal mengikuti jejak rekan-rekannya. Xavi dan Iniesta menjadi dua dari sekian gelandang terbaik yang pernah dimiliki Spanyol dan Barcelona, sedangkan Rosas terlebih dahulu tenggelam.
Namun Rosas tak menyimpan dendam karena rekan-rekannya itu, terutama Xavi, lebih sukses daripada dirinya.
"Memang benar, saya pasti senang jika bisa bermain 15 tahun di Barca. Namun saya turut berbahagia untuk mantan rekan dan teman seperti Xavi, Puyol, Andres, Gabri."
"Saya sangat senang pernah berada di lapangan yang sama dengan mereka." [initial]
Advertisement
Berita Terkait
-
Liga Spanyol 6 Agustus 2018 23:48
-
Liga Spanyol 6 Agustus 2018 20:06
-
Liga Spanyol 6 Agustus 2018 17:35
-
Editorial 6 Agustus 2018 14:33
-
Liga Spanyol 6 Agustus 2018 10:47
LATEST UPDATE
-
Tim Nasional 21 Maret 2025 02:10
-
Liga Spanyol 21 Maret 2025 01:47
-
Piala Eropa 21 Maret 2025 01:42
-
Piala Eropa 21 Maret 2025 01:35
-
Piala Eropa 21 Maret 2025 01:25
-
Liga Spanyol 21 Maret 2025 01:18
MOST VIEWED
HIGHLIGHT
- 5 Pemain Gratisan yang Bisa Direkrut Manchester Un...
- Di Mana Mereka Sekarang? 4 Pemain 17 Tahun yang Pe...
- 7 Eks Pemain Real Madrid yang Bersinar di Tempat L...
- 10 Opsi Striker untuk Man United: Solusi Ruben Amo...
- 5 Pemain yang Pernah Membela PSG dan Liverpool
- 7 Mantan Rekan Setim Cristiano Ronaldo yang Pernah...
- Di Mana Mereka Sekarang? 5 Pemain yang Diminta Pau...