Liverpool Kini Tahu Apa Yang Dirasakan AC Milan di Istanbul Waktu Itu

Liverpool Kini Tahu Apa Yang Dirasakan AC Milan di Istanbul Waktu Itu
Liverpool di-Istanbul-kan (c) ist

Bola.net - Bola.net - Ataturk Olympic Stadium, Istanbul, 25 Mei 2005, Liverpool menampilkan salah satu aksi comeback paling hebat sepanjang sejarah sepakbola. The Reds mengalahkan AC Milan lewat adu penalti untuk merengkuh gelar Liga Champions mereka yang kelima.

Liverpool memenangi final tersebut dengan cara yang luar biasa. Tertinggal 0-3 di babak pertama, Liverpool bangkit usai jeda dan mencetak tiga gol balasan. Setelah habis-habisan di extra time, juga berkat aksi heroik kiper Jerzy Dudek, Liverpool berjaya dalam adu tembakan 12 pas.

Comeback Liverpool di final itu terkenal dengan sebutan Miracle of Istanbul - Keajaiban Istanbul. Bagi Milan, final itu lebih tepat disebut sebagai Nightmare of Istanbul - Mimpi Buruk Istanbul.

Fast forward 4563 hari, Liverpool kembali jadi bagian dalam sebuah peristiwa yang hampir sama. Bedanya, kali ini Liverpool yang menjadi 'korban'. Pelakunya adalah .

Jika 12 tahun lalu Liverpool memaksa Rossoneri membuang keunggulan tiga gol di babak pertama, kali ini Liverpool yang dipaksa gigit jari oleh Sevilla dengan cara demikian. Liverpool memang tidak sampai kalah, dan ini pun cuma fase grup, bukan babak final yang berlanjut sampai extra time dan adu penalti untuk menentukan juara kompetisi elit Eropa.

Namun paling tidak Liverpool kini sedikit banyak tahu apa yang dirasakan Milan di Istanbul waktu itu.

Liverpool bertandang ke Ramon Sanchez Pizjuan untuk menghadapi Sevilla pada matchday 5 Grup E Liga Champions 2017/18, Rabu (22/11). Liverpool menggila di babak pertama, mencetak tiga gol lewat Roberto Firmino menit 2, Sadio Mane menit 22, dan Firmino lagi menit 30 untuk memimpin 3-0 hingga jeda. Namun Sevilla bangkit di babak kedua dan mencetak tiga gol balasan.

Gol Wissam Ben Yedder menit 51, penalti Ben Yedder menit 60 dan gol Guido Pizarro saat injury time memastikan laga berkesudahan imbang 3-3.

Keroposnya lini belakang Liverpool kembali jadi sorotan. Pembicaraan yang cukup mendominasi di media, terutama media sosial, adalah tentang bagaimana Liverpool membuang keunggulan tiga gol di babak pertama hingga akhirnya cuma bisa meraih hasil imbang 3-3.

‘Reverse Istanbul’. Liverpool di-Istanbul-kan oleh Sevilla, seperti itulah kira-kira yang dimaksud.

Ben Yedder saja ikut berpartisipasi dengan cuitannya. Di Twitter bahkan muncul #SEVILLASTANBUL.

Bicara tentang final Istanbul 2005, bagi Milan itu adalah luka yang takkan pernah bisa dilupakan. Meski sukses melakukan pembalasan terhadap Liverpool dua tahun setelahnya, tapi mimpi buruk dari Istanbul tidak bisa hilang dari memori mereka.

Milan unggul 3-0 lewat gol pembuka kapten Paolo Maldini di menit pertama, lalu menambah dua gol lagi sebelum jeda melalui Crespo (39', 44'). Di babak kedua, kapten Liverpool Steven Gerrard menipiskan selisih skor pada menit 54. Gerrard menginspirasi rekan-rekannya. The Reds lalu mencetak dua gol lagi lewat Vladimir Smicer dan Xabi Alonso.

Laga berlanjut ke extra time, kemudian Liverpool menang adu penalti. Milan tersentak. Andrea Pirlo saja mengungkapkan lewat autobiografinya bahwa kekalahan tragis itu sanggup membuatnya berpikir untuk berhenti main sepakbola.

Unggul 3-0 di babak pertama, dengan gol pembuka tercipta di menit-menit awal, itulah salah satu persamaan antara Milan vs Liverpool 2005 dan Sevilla vs Liverpool 2017. Setelah itu, tiga gol balasan tercipta di babak kedua. Hanya sayang bagi Liverpool, kali ini mereka yang jadi korban comeback lawan.

Duel di Pizjuan memang bukan final Liga Champions seperti 12 tahun silam, juga tak ada extra time maupun adu penalti. Hasil imbang ini juga tak lantas meloloskan Sevilla (maupun Liverpool) ke babak 16 besar.

Namun paling tidak Liverpool kini sedikit banyak tahu apa yang dirasakan Milan di Istanbul waktu itu.