Eksploitasi Bakat Demi Gengsi Sesaat, Sapi Perah itu Bernama Evan Dimas

Eksploitasi Bakat Demi Gengsi Sesaat, Sapi Perah itu Bernama Evan Dimas
Evan Dimas (c) Antara

Bola.net - Bola.net - Oleh: Fafa Wahab

Minggu ini, dua kabar menarik mencuat dari Kota Pahlawan, Surabaya. Asyiknya, dua topik ini melibatkan ikon pesepakbola muda Indonesia dewasa ini, Evan Dimas Darmono. Berita pertama, Evan bermain pada kompetisi sepakbola antar kampung (tarkam) yang berlangsung di Makassar. Dalam turnamen yang mengangkat nama Liga Ramadhan itu, Evan bermain untuk Nahusam FC.

Nahusam FC dibesut oleh Tony Ho yang tak lain adalah asisten pelatih Persebaya. Selain Evan, sejumlah pemain kenamaan juga bermain untuk tim ini. Sebut saja nama Hamka Hamzah, Diego Michiels, Hansamu Yama Pranata, Zulfin Zamrun dan Jajang Mulyana.

Usai berita tarkam, Evan dikaitkan dengan berita kedua tentang tim sepakbola Jawa Timur (Jatim) proyeksi Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX Jawa Barat (Jabar) 2016. Tim yang diasuh oleh Hanafing ini seolah tak pernah lelah memburu Evan. Evan dinilai sebagai kepingan puzzle penting yang bisa mengantarkan tim sepakbola Jatim menuju medali emas PON.

Sebenarnya ketertarikan ini sudah lama berlangsung. Bahkan Evan juga sempat menolaknya secara halus. "Bukan kah lebih baik munculkan pemain baru. Jangan hanya kita-kita," ucap Evan kala itu. Evan nampaknya tahu dan sadar bahwa PON bukan lah levelnya. Apalagi ia juga sudah pernah merasakan atmosfer PON saat membela Jatim pada PON XVII Riau 2012 lalu.

Penolakan Evan tak serta merta membuatnya bisa bebas. PSSI Jatim berdalih bahwa aturan PON tak melarang pemain dari kompetisi Indonesia Super League (ISL) dan Divisi Utama untuk merumput di multi event empat tahunan ini. Celah inilah yang coba dimanfaatkan Jatim untuk mendapatkan tim terbaik. Tak kurang tujuh pemain muda dari tim-tim ISL masuk dalam radar tim PON Jatim.

Selain Evan, nama-nama lain yang diincar adalah Ahmad Noviandani dari Arema Cronus, dan tiga rekan Evan di Persebaya, yakni Zainuri, Sahrul Kurniawan serta M. Fatchurohman. Pemain-pemain yang sudah menyandang status pro ini, akan disandingkan dengan mereka-mereka pemain amatir yang baru sempat memperkuat daerahnya di ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov)

"Perlakuan kita tetap sama. Tidak ada pembeda antara pemain ISL dengan pemain dari Porprov. Semuanya tergantung Hanafing selaku pelatih," ucap dr Wardi Azhari Siagian, anggota Exco Asosiasi PSSI Jatim. Dengan tameng demi prestasi Jatim di kancah nasional, Evan Dimas dan kawan-kawan diharapkan sudi untuk bermain di PON.

Pertanyaannya, pantaskah seorang Evan Dimas bermain di PON? Sebelum menjawab pertanyaan ini, Anda harus ingat bahwa Evan adalah pemain muda yang bermain untuk tiga jenjang Tim Nasional (Timnas) dalam kurun waktu kurang dari setahun. Oktober 2014 lalu, Evan masih mengemban ban kapten Timnas U-19 di ajang AFC Championship di Myanmar.

Kurang dari dua bulan usai berjuang di Myanmar, Evan dipanggil untuk memperkuat Timnas senior pada ajang AFF Cup 2014 yang diselenggarakan di Hanoi, Vietnam. Dan baru saja, pada bulan Juni 2015 kemarin, Evan menjadi bagian dari Timnas U-23 yang bertarung di ajang SEA Games Singapura. Hemm, bisa dibayangkan bagaimana lelahnya Evan karena eksploitasi bakatnya.

Eksploitasi menjadi kata yang pas untuk menggambarkan kondisi Evan saat ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata eksploitasi bermakna, pemanfaatan untuk keuntungan sendiri; pengisapan; pemerasan (tentang tenaga orang). Eksploitasi juga menjadi cermin bagaimana kondisi dari pembinaan sepakbola di Indonesia.

Evan bukan korban pertama. Tahun 2004 lalu kita diperkenalkan dengan sosok Boaz Salossa. Sukses mengantarkan Papua merengkuh medali emas bersama dengan Jatim pada PON XVI Sumatera Selatan (Sumsel), nama Boaz langsung menghiasi Timnas senior maupun Timnas U-23. Belum lagi tenaga Boaz juga diandalkan oleh klubnya, Persipura Jayapura.

Mungkin di sepakbola Indonesia ini sudah ada kesepakatan tak tertulis, dimana jika ada pemain berbakat dan tercium sebagai calon bintang, maka disitu pula pemain itu harus dimaksimalkan semaksimal-maksimalnya. Kalau kata iklan susu jaman dulu sih; hingga tetes terakhir. Mungkin, seingat penulis sih, hanya Andik Vermansyah yang berani melawan tren ini.

Andik pernah menolak bermain untuk Timnas U-23 karena ia merasa levelnya bukan di kancah pemain muda lagi, tapi sudah di Timnas senior. Selain itu, Andik tentu ingin memberikan ruang dan kesempatan kepada pemain lain yang sudah selayaknya dan sepantasnya membela Indonesia. Akibat penolakan ini, juga sentimen lain, Andik sampai saat ini tak pernah lagi mengenakan jersey Timnas Indonesia.

Jika memang punya hati, seharusnya pengurus juga sadar bahwa Evan tak sepatutnya dikuras untuk bermain pada kompetisi yang bukan levelnya. Bukan kah Evan layak di tempatkan pada posisi yang seharusnya. Dengan demikian, bakat Evan, maupun pesepakbola kita lainnya, tak akan terkuras untuk hal-hal yang sebenarnya hanya gengsi singkat.