
Bola.net - - Oleh: Muhammad Rizqi
Adnan Januzaj menjadi nama yang paling ramai diperbincangkan di jagat sepakbola Eropa dewasa ini. Mulai mencuri perhatian publik berkat penampilan apiknya saat mengikuti tur Manchester United ke timur jauh, pemain yang baru berumur 18 tahun ini semakin mendapat sorotan saat bermain cemerlang di ajang Premier League.
Euforia terhadap youngster yang wajahnya sekilas mirip artis Holywood, Macaulay Culkin ini akhirnya benar-benar meledak akhir pekan lalu. Bertempat di Stadium of Light, dua gol melalui tendangan first time yang dibenamkan Januzaj ke gawang Kieren Westwood berhasil menyelamatkan tiga angka krusial bagi United sekaligus membuka mata dunia terhadap talenta yang dimiliki si pemain kidal.
Segera usai pertandingan tersebut, beragam berita mulai dari pujian dari berbagai pihak hingga rumor ketertarikan klub-klub besar Eropa terhadap eks penggawa Anderlecht tersebut beredar di media.
Namun kabar yang paling menyita perhatian adalah rencana FA untuk menarik Januzaj agar bisa tampil membela The Three Lions. Wacana ini menghiasi headline berbagai surat kabar Inggris dan memantik berbagai reaksi dari tokoh-tokoh sepakbola terkemuka di negeri tersebut. Sebut saja Roy Hodgson, David Moyes, Wayne Rooney, dan Jack Wilshere telah mengungkapkan pendapat mereka mengenai kemungkinan Januzaj membela panji Inggris.
Sah-sah saja memang publik Inggris memiliki harapan tinggi untuk 'membajak' Januzaj. Di tengah gersangnya talenta muda lokal berkualitas, serta compang-campingnya prestasi tim nasional usia muda, munculnya seorang wonderkid di Premier League yang belum pernah bermain bagi negara manapun tentu terlalu menggairahkan untuk dilewatkan.
Pemain bernomor punggung 44 ini memiliki latar belakang yang luar biasa kompleks, memungkinkannya untuk bermain bagi setengah lusin negara Eropa sekaligus. Ia saat ini mengantongi paspor Belgia karena lahir di Brussels.
Melalui riwayat orang tuanya, ia bisa memperkuat Albania dan juga Kosovo. Bahkan jika dirunut ke belakang lagi, Januzaj juga berpotensi untuk membela timnas Serbia, Kroasia, dan Turki berdasarkan darah keturunan kakeknya.
Kembali ke topik awal, yang jadi permasalahan sekarang adalah, apakah benar Januzaj bisa bermain untuk ? Apakah hanya dengan bermukim di Inggris selama lima tahun, lantas Januzaj bisa bermain bagi The Three Lions? Ataukah harapan Inggris untuk memiliki Januzaj hanyalah delusi semata?
Mari kita mulai bahas satu per satu alasannya sebagai berikut.
Inggris Terganjal Kesepakatan Home Nation
Ada empat syarat yang tercantum dalam artikel tersebut yaitu:
a) Pemain yang bersangkutan lahir di wilayah teritorial Asosiasi Sepakbola yang bersangkutan.
b) Ayah biologis atau ibu biologis dari pemain yang bersangkutan lahir di wilayah teritorial Asosiasi Sepakbola yang bersangkutan.
c) Nenek atau kakek dari pemain yang bersangkutan lahir di wilayah teritorial Asosiasi Sepakbola yang bersangkutan.
d) Pemain yang bersangkutan tinggal selama lima tahun berturut-turut setelah mencapai usia 18 tahun di wilayah teritorial Asosiasi Sepakbola yang bersangkutan.
Dalam kasus Januzaj yang ingin dinaturalisasi oleh Inggris, poin pertama (7a) sampai ketiga (7c) praktis telah tereliminasi. Yang tersisa tinggal artikel 7d, dan baru bisa diaplikasikan pada 5 Februari 2018, tepat lima tahun setelah Januzaj berusia 18 tahun. Hal inilah yang menjadi dasar bagi impian publik Inggris untuk 'mencuri' Januzaj.
Yang jadi masalah adalah artikel 7d, atau sering disebut juga dengan Residency Clause, sudah tidak berlaku di negara-negara United Kingdom, yaitu Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara.
Keempat negara yang dalam dunia olahraga disebut sebagai Home Nations itu telah memiliki kesepakatan khusus dengan FIFA mengenai peraturan perpindahan kewarganegaraan. Hal ini disebabkan status istimewa mereka sebagai sovereign state yang terdiri dari empat negara berbeda.
Pada tahun 2009, negara-negara Home Nations memutuskan untuk tidak memberlakukan Residency Clause dalam asosiasi sepakbola mereka. Sebagai gantinya, keempat negara tersebut menerapkan Education Clause sebagai artikel 7d yang khusus berlaku bagi negara mereka sendiri.
Inilah isi poin 7d Education Clause tersebut:
d) Pemain yang bersangkutan telah menjalani pendidikan minimal selama lima tahun sebelum usia 18 tahun di wilayah teritorial Asosiasi Sepakbola yang bersangkutan.
Dihapusnya Residency Clause dan penerapan Education Clause sebenarnya telah membuat pintu Timnas Inggris bagi Januzaj telah tertutup sejak awal. Tinggal selama lima tahun sampai 2018 tidak berarti ia memenuhi syarat untuk memperkuat The Three Lions.
Januzaj baru pindah ke Inggris di usia 16 tahun pada 2011 lalu. Dengan hanya memiliki sisa waktu 2 tahun sebelum usianya mencapai 18, mustahil baginya untuk memenuhi syarat Education Clause.

Kasus naturalisasi Home Nations yang terbentur Education Clause pernah terjadi pada tahun 2012 lalu. Saat itu Asosiasi Sepakbola Wales (FAW) berniat untuk menaturalisasi Angel Rangel, bek kanan Swansea City yang telah bermukim di Wales sejak tahun 2007.
Karena sudah merasa memenuhi Residency Clause, Rangel dan FAW menjajaki kemungkinan pindah kewarganegaraan kepada FIFA. Namun usaha tersebut mentah karena Rangel tidak memenuhi Education Clause. Saat pindah ke Wales, Rangel sudah berusia 25 tahun.
Beberapa contoh naturalisasi yang berhasil memenuhi Education Clause adalah Wilfried Zaha (kelahiran Pantai Gading, pindah ke Inggris di usia empat tahun), Raheem Sterling (Jamaika, pindah ke Inggris usia 10 tahun), dan Saido Berahino (Burundi, pindah ke Inggris usia 10 tahun).
Satu-satunya peluang yang dimiliki Inggris untuk bisa mendapatkan Januzaj pada tahun 2018 adalah dengan melakukan perubahan drastis terhadap Education Clause. Namun hal tersebut juga rasanya cukup sulit dilakukan, karena mereka harus mendapatkan persetujuan dari ketiga negara anggota Home Nations lainnya.

Katakanlah kalau saja FA berhasil melobi Asosiasi Sepakbola Home Nations lainnya untuk memodifikasi atau bahkan menghilangkan Education Clause, apakah peluang Inggris mendapatkan Januzaj semakin terbuka?
Belum tentu. Mengapa? Simak di pembahasan selanjutnya.
Beban Moral Gentleman's Agreement
Contohnya adalah yang terjadi dalam kasus eks striker Rangers FC asal Spanyol, Nacho Novo pada tahun 2008. Telah tinggal di Skotlandia sejak 2001, Novo telah memenuhi syarat Residency Clause untuk membela Timnas negara tersebut.
Setelah melalui berbagai pertimbangan dan perdebatan, pada akhirnya rencana naturalisasi Novo batal meskipun secara aturan bisa diwujudkan. Penyebabnya adalah Skotlandia memilih untuk menghormati kesepakatan tidak tertulis bersama negara Home Nations lainnya untuk tidak menurunkan pemain yang tidak memiliki hubungan darah sama sekali dengan negara yang bersangkutan.

Kasus Novo ini yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab CEO SFA, Gordon Smith, mengusulkan diterapkannya Education Clause di tahun 2009. Aturan tersebut diharapkan bisa menjadi garis pembatas yang jelas bagi kasus naturalisasi, bukan lagi bias berdasarkan Gentlemen's Agreement semata.
Kalau kita tarik ke belakang, sebenarnya Inggris juga pernah memunculkan wacana untuk menaturalisasi sejumlah pemain Eropa daratan non-caps seperti Carlo Cudicini, Manuel Almunia, dan juga Mikel Arteta. Namun hal tersebut tak pernah terwujud, salah satunya disebabkan tanggung jawab moral untuk mematuhi Gentlemen's Agreement bersama negara-negara Home Nations.
Kembali lagi ke kasus Januzaj. Seandainya Education Clause berhasil dimodifikasi dan Inggris mendapatkan lampu hijau untuk memainkan Januzaj, rasanya mereka tetap akan mendapatkan tekanan moral dari tiga negara Home Nations lainnya sebagai pihak pertama yang 'melanggar kesepakatan'.
Sifat Insular Masyarakat Inggris
Sebagai sebuah negara yang dipisahkan dengan lautan dari Eropa daratan, sejak dahulu kala masyarakat Inggris dan sekitarnya telah terbiasa hidup dengan sifat insular. Mereka menganggap 'dunia' yang sebenarnya ada di lingkup pulau-pulau Inggris, sedangkan apapun yang berasal dari seberang lautan adalah hal asing yang berbahaya dan sulit diterima.
Salah satu contohnya adalah kengototan mereka untuk bertahan memakai mata uang Poundsterling di saat negara Eropa lain telah beranjak memakai Euro.
Di dunia sepakbola, hal tersebut juga sangat mempengaruhi pola pikir mereka. Di tahun 1978, pemanggilan Viv Anderson sebagai pemain kulit hitam pertama yang memperkuat timnas senior memicu perdebatan di berbagai kalangan. Saat itu anggapan bahwa pemain kulit berwarna bukan merupakan bagian dari Inggris masih sangat kuat.

Kemudian ingat juga bagaimana publik Inggris sangat sensitif terhadap keputusan FA untuk menunjuk Sven-Goran Eriksson dan juga Fabio Capello, dua orang asing yang pernah menjadi manajer Timnas.
Untuk fakta terbaru, kita bisa menilai langsung dari pernyataan gelandang Inggris Jack Wilshere, Chairman FA Greg Dyke, dan kiper legendaris The Three Lions, Gordon Banks. Wilshere, tanpa menyebut Januzaj secara spesifik, telah menyatakan ketidak setujuannya terhadap wacana naturalisasi.
"Pemain yang bisa bermain bagi Timnas Inggris harusnya hanyalah orang Inggris. Jika anda hidup di Inggris selama lima tahun, itu tidak lantas membuat anda otomatis menjadi orang Inggris," ungkap Wilshere.
Berselang sehari kemudian, Dyke secara halus juga menyiratkan bahwa ia tak ingin Inggris melakukan naturalisasi. Pria 66 tahun tersebut sedikit menyinggung soal Education Clause sembari mengingatkan, "Tidak peduli sudah seglobal apapun sepakbola saat ini, tetap saja kita harus ingat dari manakah asal kita."
Komentar yang paling tegas diungkapkan oleh Gordon Banks. Kiper yang mengantar menjuarai Piala Dunia tahun 1966 ini secara terbuka menentang wacana naturalisasi.
"Adalah sesuatu yang merugikan jika demi kepentingan tim nasional, kita menaturalisasi pemain yang lahir di luar Inggris dan tidak memiliki hubungan darah sama sekali dengan Inggris."

"Seharusnya hal ini tak hanya diterapkan di Inggris, tapi juga negara-negara lainnya. Jika anda tak punya ikatan alami dengan negara yang anda bela, anda tidak akan merasa sakit jika kalah dan tidak akan bangga ketika menang," tegas Banks.
Pendapat ketiga sosok penting dalam sepakbola Inggris ini bisa jadi hanyalah fenomena gunung es. Kemungkinan sebagian besar masyarakat Inggris juga memiliki pendapat yang kurang lebih sama dengan mereka, mengingat insularitas yang telah menjadi watak mereka sejak lama.
Jika sudah demikian, tentu seandainya bisa pun Januzaj tidak akan nyaman mengenakan kostum The Three Lions
Lantas Negara Mana Yang Akan Dipilih Oleh Januzaj?
Dengan mengesampingkan Inggris, kini ada enam negara yang mungkin dibela oleh Januzaj: Turki, Serbia, Kroasia, Albania, Kosovo, dan Belgia.
Turki dan Kroasia yang merupakan asal dari sang kakek rasanya bisa dieliminasi sejak awal, mengingat keduanya tidak memiliki relasi dan afeksi yang cukup kuat untuk menarik Januzaj.
Kemudian Serbia juga bisa dicoret mengingat hubungan diplomatik yang sangat buruk dengan Kosovo, tempat asal orang tua Januzaj. Serbia dan Kosovo memiliki riwayat peperangan panjang di masa lalu, yang kemungkinan besar menjadi alasan mengapa orang tua Januzaj bermigrasi ke Belgia.
Bicara soal Kosovo, sebenarnya negara yang beribukota di Pristina ini adalah negara yang paling mungkin dipilih dengan sepenuh hati oleh Adnan dan kedua orang tuanya. Namun terkait dengan statusnya yang bukan merupakan anggota UEFA dan juga FIFA, kecil kemungkinan bagi Januzaj untuk menjatuhkan pilihannya kepada Kosovo.
Kosovo sebenarnya telah mengajukan permohonan keanggotaan kepada FIFA, namun ditolak dengan alasan masih adanya persoalan kedaulatan dengan Serbia.
Pada tahun 2012 lalu, sejumlah pemain keturunan Kosovo seperti Lorik Cana, Xherdan Shaqiri, Granit Xhaka, Valon Behrami, dan beberapa pemain berdarah Kosovo lainnya pernah mengirimkan permohonan kepada FIFA untuk mengakui keanggotaan FFK, asosiasi sepakbola Kosovo.

Namun sejauh ini tim nasional Kosovo hanya diijinkan bertanding di laga persahabatan. Bisa jadi salah satu alasan mengapa Januzaj belum memilih untuk negara mana ia bermain adalah untuk menunggu FIFA mengakui status Kosovo tersebut.
Alternatif selanjutnya yang cukup masuk akal adalah Belgia. Lahir di Brussels, Januzaj berkesempatan menjadi bagian dari generasi emas Belgia yang sebagian besar beranggotakan para imigran, sama seperti dirinya.
Pihak Belgia melalui timnas junior segala usia juga telah berusaha untuk memanggil Januzaj, yang semuanya berakhir dengan penolakan.
"Sampai saat ini, ia menolak seluruh panggilan dari timnas junior Belgia. Ayahnya ingin ia mengenakan kostum Albania," ungkap Marc van Geersom, pelatih Timnas U-19 Belgia.
"Kami telah mengikuti perkembangan Januzaj sejak belum genap berusia 15 tahun, namun ia hanya sempat mengikuti beberapa sesi latihan saja. Januzaj belum memutuskan ia bermain untuk negara mana."
Alternatif terakhir, Albania, bisa jadi merupakan pilihan yang sama masuk akalnya seperti Belgia, walau secara prospek sangat kecil kemungkinan untuk lolos ke major event.
Secara historis pun banyak olahragawan asal Kosovo yang beralih membela Albania agar bisa tampil di kancah internasional. Pelatih timnas, Gianni De Biasi secara terbuka telah menyatakan ketertarikannya terhadap Januzaj.
Namun ternyata, keluarga Januzaj sendiri masih ragu untuk mendukung Adnan memperkuat Albania. Hal tersebut diungkapkan sendiri oleh Ilur Shulku, sekretaris Asosiasi Sepakbola Albania
"Sangat kecil kemungkinan Januzaj bermain untuk Albania. Kami belum berbicara langsung kepadanya, namun dari hasil perbincangan dengan keluarga kelihatannya mereka tidak tertarik," kata Shulku.
"Kemungkinan belum sepenuhnya tertutup, masih ada sedikit harapan bagi kami. Namun secara resmi, ia belum menetapkan pilihan."
Jika disimpulkan sebenarnya perebutan Januzaj hanya berada antara Kosovo, Belgia, dan Albania. Kosovo memang memiliki handicap besar dengan status mereka yang tidak diakui FIFA, namun bisa jadi negara tersebut adalah yang paling diinginkan oleh keluarga Januzaj.

Belgia seharusnya memiliki daya tarik tersendiri dengan materi yang mereka miliki saat ini dan juga kemungkinan berlaga di major event yang cukup besar jika dibandingkan Albania.
Namun perkara nasionalisme seringkali bukanlah sesuatu yang bisa diukur dengan logika. Seperti yang dikatakan oleh Gordon Banks di bagian sebelumnya, ada kesedihan dan kebanggaan yang khas jika anda membela negara dengan membawa nasionalisme yang membuncah di dalam dada.
Satu hal yang pasti, bahwa negara manapun yang kelak dipilih Januzaj, Inggris sepertinya harus mulai belajar menerima bahwa hasrat mereka terhadap sang youngster hanyalah sebatas delusi semata.
Advertisement
Berita Terkait
LATEST UPDATE
-
Tim Nasional 21 Maret 2025 15:46
-
Piala Eropa 21 Maret 2025 15:45
-
Tim Nasional 21 Maret 2025 15:30
-
Otomotif 21 Maret 2025 15:27
-
Tim Nasional 21 Maret 2025 15:20
-
Piala Eropa 21 Maret 2025 15:15
MOST VIEWED
HIGHLIGHT
- 5 Pemain Gratisan yang Bisa Direkrut Manchester Un...
- Di Mana Mereka Sekarang? 4 Pemain 17 Tahun yang Pe...
- 7 Eks Pemain Real Madrid yang Bersinar di Tempat L...
- 10 Opsi Striker untuk Man United: Solusi Ruben Amo...
- 5 Pemain yang Pernah Membela PSG dan Liverpool
- 7 Mantan Rekan Setim Cristiano Ronaldo yang Pernah...
- Di Mana Mereka Sekarang? 5 Pemain yang Diminta Pau...