EDITORIAL: Delapan Menit Delapan Detik Pengubah Nasib

EDITORIAL: Delapan Menit Delapan Detik Pengubah Nasib
Liverpool menang dramatis di Loftus Road (c) AFP

Bola.net - - Oleh Gia Yuda Pradana

Menit-menit akhir pertandingan Premier League antara melawan yang berkesudahan 2-3 benar-benar penuh drama, Minggu (19/10). Empat gol tercipta dalam waktu singkat di penghujung laga dan nasib baik tak berpihak kepada tuan rumah. Hanya dalam delapan menit dan delapan detik, semuanya berubah, dari suka menjadi duka, dan begitu pula sebaliknya.

Liverpool unggul terlebih dahulu melalui own goal Richard Dunne menit 67. Liverpool pun sepertinya akan pulang membawa kemenangan. Namun, pemain pengganti Eduardo Vargas menyentak The Reds dengan gol penyama kedudukan di menit 87.

QPR merayakan gol penyama kedudukan oleh Vargas (c) AFPQPR merayakan gol penyama kedudukan oleh Vargas (c) AFP
Dari situ, ketegangan pun dimulai.

Saat QPR optimistis bisa mengamankan angka, pemain pengganti Philippe Coutinho menuntaskan assist kapten Steven Gerrard dan membawa Liverpool kembali unggul di menit 90. Dua menit berselang, di masa injury time, skor kembali imbang dan lagi-lagi Vargas yang mencetak gol untuk tuan rumah. Selesai? Ternyata belum. Tiga menit setelahnya, tepat di penghujung laga, Steven Caulker dipaksa membobol gawangnya sendiri dan Liverpool memimpin 3-2. Lalu, ketegangan pun berakhir. The Reds pulang dengan poin maksimal dan QPR menelan sebuah kekalahan yang sangat tidak menyenangkan.

Reaksi Steven Caulker setelah mencetak own goal (c) AFPReaksi Steven Caulker setelah mencetak own goal (c) AFP
Statistik mencatat bahwa antara equaliser QPR oleh Vargas dengan gol kemenangan Liverpool lewat bunuh diri Caulker hanyalah berjarak delapan menit dan delapan detik. Itu pasti menyakitkan bagi QPR.


QRP kalah. Itu adalah fakta yang harus mereka terima.

Namun, jika boleh disuruh memilih, para penggawa QPR pasti lebih 'suka' kalah dengan cara yang lebih 'normal', tidak sedramatis ini.

Bayangkan, hanya dalam delapan menit dan delapan detik, emosi mereka seolah dipermainkan. Hanya dalam delapan menit dan delapan detik, QPR silih berganti diliputi optimisme serta pesimisme yang akhirnya berujung pada sakit hati.

Terlepas dari semua itu, kita harus salut pada perjuangan kedua tim. Mereka telah membuktikan bahwa laga baru berakhir hanya setelah wasit meniup peluit panjang.

QPR memberikan perlawanan sengit dan tak membiarkan Liverpool bernapas dengan nyaman di menit-menit penutupan. Liverpool pun sama.

Mental The Reds tak tergerus meski berada dalam situasi kritis dan tetap percaya bahwa kemenangan tetap bisa diraih walau dirasa hampir mustahil.

Ya, dalam sepak bola, tak ada yang mustahil. Sederet kemenangan-kekalahan dramatis sudah beberapa kali kita saksikan di arena pertempuran 11 vs 11 ini. Sebut saja Manchester United di final Liga Champions 1999 atau final sprint Real Madrid ketika meraih La Decima.





Di Loftus Road, setelah gol kedua Vargas, QPR mungkin merasa bahwa laga sudah pasti akan berkesudahan imbang. Jika benar demikian, berarti itu adalah kesalahan yang fatal. Mungkin, itu membuat mereka lengah dan akhirnya dipaksa menerima vonis kematian.

Hanya dalam delapan menit dan delapan detik, semua bisa berubah, dari suka menjadi duka, begitu pula sebaliknya.

Raheem Sterling dan Steven Gerrard merayakan kemenangan Liverpool (c) AFPRaheem Sterling dan Steven Gerrard merayakan kemenangan Liverpool (c) AFP
Sepak bola memang kadang begitu kejam. Namun, kekejaman itu tak berlaku bagi mereka yang tetap percaya dan menolak menyerah sampai titik darah penghabisan.

Hanya dalam delapan menit dan delapan detik, QPR mengalami nasib yang sungguh tragis, sedangkan Liverpool memastikan diri pulang ke Anfield dengan membawa tiga poin. [initial]