Deretan Final Liga Champions Terbaik Sepanjang Masa

Deretan Final Liga Champions Terbaik Sepanjang Masa
Parade Final Liga Champions Terbaik (c) Bola.net

Bola.net - Bola.net - Akhir pekan ini, perhatian publik sepakbola dunia akan tertuju pada Olympiastadion di Berlin, yang akan menjadi tuan rumah laga final Liga Champions antara dan .

Barcelona sedikit lebih diunggulkan, lantaran musim ini mereka tengah berada dalam kondisi on fire. Penampilan apik tim Catalan ditopang oleh trio MSN: Lionel Messi, Luis Suarez, dan , yang hingga saat ini telah membuat 120 gol.

Sementara meski tak begitu banyak difavoritkan, Juventus tak bisa dianggap remeh. Tim asuhan Massimiliano Allegri sejauh ini sudah membuktikan bahwa label favorit tak ada artinya di atas lapangan. Hal tersebut terbukti benar, kala mereka menyingkirkan tim kuat Real Madrid di semifinal.

Laga antara kedua tim akhir pekan ini diharapkan bakal berjalan seru, menarik, serta tentunya menghibur. Bola.net mengajak pembaca semua menyimak deretan laga final terbaik yang pernah terjadi di sepanjang gelaran Liga Champions.

Mari kita simak satu-persatu.

1 dari 10 halaman

Ajax 2-0 Inter Milan (1972)

Ajax 2-0 Inter Milan (1972)

Era 1970an merupakan era keemasan sepakbola Belanda. Feyenoord memenangkan gelar juara Eropa di tahun 1970 dan Ajax melakukannya di tahun 1971. Hal tersebut lantas membuat banyak orang yakin tim bisa melakukan hal yang sama ketika menghadapi Inter.

Kala itu Ajax yang diasuh oleh Stefan Kovacs mengusung filosofo 'total football' warisan Rinus Michel, melawan Helenio Herrera, yang dikenal punya taktik Catenaccio alias pertahanan gerendel.

Ajax mendominasi sepanjang 90 menit laga, Cruyff mencetak gol usai memanfaatkan kesalahan kiper dan kemudian kembali menggetarkan jala lawan usai memanfaatkan umpan Piet Kaizer.
2 dari 10 halaman

Celtic 2-1 Inter Milan (1967)

Celtic 2-1 Inter Milan (1967)

Laga final ini memancing perdebatan antara gaya menyerang yang diusng oleh Celtic dan gaya bermain negatif ala Inter Milan.

Inter mampu unggul terlebih dahulu di laga ini. Sesuai dengan filosofi bertahan total, pelatih Helenio Herrera lantas meminta timnya menumpuk pemain di lini belakang. Giuliano Sarti tampil menawan di bawah mistar gawang Inter dan sanggup membendung gelombang serangan yang dibangun oleh Jimmy Johnstone dan Bobby Lenox di sisi lebar, serta Stevie Chalmers dan Willie Walace di tengah.

Namun demikian, tembok Catenaccio Inter akhirnya pecah juga. Tommy Gemmel mencetak gol pembuka dan dilanjutkan oleh Bobby Murdoch, guna memastikan Cetic menjadi tim Britania Pertama yang memenangkan gelar juara Eropa.
3 dari 10 halaman

Milan 4-1 Ajax (1969)

Milan 4-1 Ajax (1969)

Milan merupakan tim favorit di laga final 1969 melawan Ajax, tim pertama asal Belanda yang mampu masuk final kompetisi antarklub Eropa. Ajax mempunyai Johan Cruyff yang luar biasa, namun yang menjadi pusat perhatian kala itu adalah duet jenius Gianni Rivera dan Pierino Prati di lini depan Rossoneri.

Prati merupakan pahlawan di laga tersebut. Tendangannya sempat membentur tiang di menit pertama, sebelum akhirnya mencetak gol kurang dari 10 menit dan menggandakan keunggulan timnya sebelum babak pertama. Ajax sempat mengejutkan lewat pendekatan serangan balik mereka, namun hal tersebut tak sanggup mencegah Milan menjadi juara.
4 dari 10 halaman

Manchester United 2-1 Bayern Munchen (1999)

Manchester United 2-1 Bayern Munchen (1999)

Momen terpenting dari laga ini terjadi di tiga menit akhir pertandingan, ketimbang sepanjang 90 menit. Sapuan kaki dari Teddy Sheringham dan penyelesaian dari Ole Gunnar Solskjaer sudah lebih cukup untuk membuat fans Manchester United bersorak merayakan gelar juara Eropa.

Bayern berada dalam posisi unggul selama 84 menit, namun United yang akhirnya tertawa paling keras. Laga ditutup dengan kemenangan Setan Merah dan ekspresi kesedihan Sami Kuffour, yang tetap terus dikenang hingga saat ini.
5 dari 10 halaman

Manchester United 4-1 Benfica (1968)

Manchester United 4-1 Benfica (1968)

10 tahun pasca tragedi Munich, Bobby Charlton, sosok yang selamat dari kejadian naas tersebut, membuat United unggul terlebih dahulu di Wembley, seiring target klub untuk menjadi tim Inggris pertama yang mampu menjadi juara Eropa. Sayang, Jaime Garcia menyamakan kedudukan dan laga berakhir imbang di waktu normal.

Tiga gol lantas terjadi di waktu tambahan. George Best melakukan aksi solo untuk mencetak gol kedua yang indah. 10 tahun pasca dihantam tragedi memilukan, United kembali bangkit di pentas tertinggi di Eropa.
6 dari 10 halaman

Real Madrid 4-3 Stade Reims (1956)

Real Madrid 4-3 Stade Reims (1956)

Pertandingan ini menjadi penampilan terakhir Raymond Kopa, sebelum ia bergabung dengan Real.

Reims unggul dua gol lebih dulu dalam tempo kurang dari 10 menit, sebelum Alfredo Di Stefano mencetak gol lima menit kemudian, dan klub Spanyol lantas sukses menyamakan kedudukan sebelum babak pertama berakhir, usai Hector Rial mencetak gol dari sundulan memanfaatkan tendangan sudut. Kopa lantas memberikan assist kedua pada Michel Hidalgo, yang membantu juara Prancis kembali memimpin 3-2.

Namun tekanan ekstra tinggi yang diberikan oleh Madrid membuat Los Blancos akhirnya keluar sebagai juara Eropa.
7 dari 10 halaman

AC Milan 4-0 Barcelona (1994)

AC Milan 4-0 Barcelona (1994)

Milan merupakan tim underdog menjelang final 1994. Barcelona kala itu merupakan 'Dream Team'. Mereka memainkan sepakbola terbaik di Eropa di bawah kendali Johan Cruyff.

Rossoneri bermain dalam kondisi compang camping. Meski menjadi juara Italia, mereka kalah di enam laga terakhir di liga domestik dan tidak bisa memainkan Franco Baresi dan Alesandro Costacurta akibat akumulasi kartu. Ditambah lagi Marco van Basten dan Gianluigi Lentini absen akibat cedera.

Namun begitu laga digelar, Milan secara ajaib justru tampil dominan. Gol dari Daniele Massaro (2), Dejan Savicevic, dan Marcel Desailly membuat tim unggul 4-0 meski laga masih menyisakan 30 menit.
8 dari 10 halaman

Benfica 5-3 Real Madrid (1962)

Benfica 5-3 Real Madrid (1962)

Real Madrid kala itu merupakan tim raksasa yang mengandalkan kombinasi Alfredo di Stefano dan Ferenc Puskas, sementara Benfica berstatus sebagai juara bertahan.

Tim Portugal saat itu juga memiliki pesepakbola muda bernama Eusebio, yang masih berusia 20 tahun, dan menunjukkan aksi brilian di babak keda kala Benfica bangkit dari keteringgalan 0-2 dan 2-3, sebelum akhirnya menang dengan skor 5-3, sekaligus membuat hat-trick Puskas di babak pertama seolah tak ada artinya.
9 dari 10 halaman

Real Madrid 7-3 Eintracht Frankfurt (1960)

Real Madrid 7-3 Eintracht Frankfurt (1960)

Sepanjang sejarah mereka, Real Madrid selalu punya kombinasi yang menakutkan di lini serang. Di tahun 1960, hal tersebut diwakili oleh kehadiran Ferenc Puskas, Alfredo di Stefano, dan Francisco Gento.

Kubu Jerman sempat mengejutkan ketika mereka mampu unggul lebih dulu lewat Richard Kress, namun ketika Erwin Stein mencetak gol kedua Frankfurt usai laga berjalan 72 menit, Madrid sudah mencetak tak kurang dari enam gol, sebuah demonstrasi sepakbola menyerang yang belum pernah lagi ditunjukkan oleh finalis Liga Champions manapun hingga saat ini.

Real akhirnya menang 7-3, Puskas mencetak empat gol dan Di Stefano tiga. Frankfurt mencetak 20 gol di enam pertandingan sebelum akhirnya masuk final, namun mereka tampak linglung di laga puncak, melawan klub yang mungkin tengah memiliki kekuatan ofensif terhebat sepanjang sejarah mereka.
10 dari 10 halaman

Liverpool 3-3 Milan (Liverpool Menang Adu Penalti 3-2) 2005

Liverpool 3-3 Milan (Liverpool Menang Adu Penalti 3-2) 2005

Takdir mungkin memang sudah menggariskan apa yang terjadi pada Liverpool di Istanbul pada Mei 2005.

The Reds tampak tak punya lagi harapan untuk menjadi juara, usai di babak pertama mereka tertinggal 0-3 oleh gol Paolo Maldini dan Hernan Crespo (2), Liverpool lantas membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin lewat Steven Gerrard, Vladimir Smicer, dan Xabi Alonso, serta aksi brilian Jerzy Dudek di babak adu penalti.

"Ketika saya melihat pementasan Hamlet di teater, saya benar-benar menikmatinya, namun saya tahu apa yang akan terjadi di akhir nanti," demikian tutur seorang penulis puisi Ian McMillan. "Namun di sepakbola, anda tidak pernah tahu. Itulah yang membuatnya begitu hebat."