Weindenfeller Kenang Kesuksesan Klopp Ubah Dortmund

Weindenfeller Kenang Kesuksesan Klopp Ubah Dortmund
Jurgen Klopp. (c) LFC

- Roman Weidenfeller menyebut Jurgen Klopp sukses mengubah Borussia Dortmund berkat kehandalannya memotivasi pemain dan pemilihan taktik yang tepat

Weidenfeller membela Dortmund selama 16 tahun. Ada masa-masa indah dan masa-masa kurang enak selama ia di sana. Masa-masa indah yang dirasakannya di klub Bundesliga itu didapatnya saat klub itu dilatih oleh Klopp.

Klopp membuat permainan Dortmund menjadi sangat solid. Di sinilah ia jadi terkenal dengan taktik Gegen Pressing-nya.

Ia kemudian mampu membawa Dortmund meraih dua gelar Bundesliga. Ia juga membawa mereka meraih trofi DFB Pokal dan sempat masuk final Liga Champions.

1 dari 3 halaman

Tingkatkan Rasa Percaya Diri


Menurut pria berusia 38 tahun itu, kehadiran Klopp di Dortmund memberikan dampak yang luar biasa. Ia mampu membangkitkan klub dari keterpurukannya dengan meningkatkan rasa percaya diri para pemain.

"Klopp adalah orang yang tepat pada waktu yang tepat," bukanya kepada Sport1.

"Ia telah mengubah klub. Pada saat yang sama, ia memberi tim kepercayaan diri bahwa sesuatu bisa berkembang di sana. Kami mengambil kesempatan dan tumbuh bersama," terangnya.
 

2 dari 3 halaman

Terbuka


Weidenfeller menyebut Klopp juga sangat dekat dengan para pemainnya. Pasalnya ia selalu bersikap terbuka pada anak-anak asuhnya.

"Ia sangat berterus terang, tetapi juga tipe emosional. Anda selalu bisa mengandalkan dirinya."

"Sisi manusianya tidak pernah berkurang. Bahkan tentang hal-hal pribadi Anda selalu bisa mengajaknya berbicara. Selalu ada pertukaran ide secara terbuka. Sebagai pelatih, ia selalu membuat keputusan taktis yang tepat."

3 dari 3 halaman

Berapi-api


Weidenfeller menambahkan bahwa Klopp bisa berubah menjadi sosok yang berapi-api saat memotivasi skuat asuhannya. Akan tetapi ia mengatakan bahwa hal itu berdampak positif bagi timnya.

"Ini seharusnya memberi sinyal kepada para pemain: 'Mulai sekarang, itu penting!' Kita hidup dalam emosi."

"Kami tidak memiliki kualitas dalam skuat pada saat itu untuk menjadi setara dengan tim-tim papan atas. Kami belajar banyak tentang rasa kebersamaan, persahabatan dan motivasi," tandasnya.

(sp1/dim)