Lebih Dekat Dengan Pahlawan Indonesia di Homeless World Cup

Lebih Dekat Dengan Pahlawan Indonesia di Homeless World Cup
Tim Indonesia di Homeless World Cup 2013 (c) prl
Bola.net - Tim Indonesia dalam Homeless World Cup 2013 ini diperkuat oleh delapan pemain yang memiliki latar belakang berbeda. Seperti kita ketahui, kejuaraan sepakbola jalanan atau street soccer ini digelar pertama kalinya pada tahun 2003 lewat gagasan Mel Young dan Harald Schmied di Austria. Mereka percaya, sepakbola bisa menjadi medium buat mereka yang mau mengubah hidupnya.

Kejuaraan ini memungkinkan setiap orang untuk bermain sekali seumur hidupnya. Kesempatan itu bisa jadi merubah jalan hidup seorang pemain atau malah sebuah tim saat kembali ke negara asalnya.

Rumah Cemara selaku national organizer untuk Homeless World Cup pada tahun 2013 ini mengirimkan delapan orang pemain di bawah asuhan pelatih Bonsu Hasibuan dan manajer Kheista Leonie. Para pemain itu dipilih setelah melewati kompetisi tingkat nasional yang disebut League of Change atau Liga Perubahan.

Liga ini menghadirkan pemain bola dari sembilan provinsi di Indonesia. Setiap tim harus menyertakan empat orang dengan kriteria miskin kota, mantan pengguna narkoba, atau orang dengan HIV/AIDS. Dari sembilan provinsi itu terpilih 16 orang yang kemudian diseleksi menjadi 10 orang dan pada akhirnya ada 8 orang yang mewakili Indonesia.

Berikut ini nama dan sekilas profil para pemain Indonesia. (prl/dzi)
1 dari 8 halaman

Ricky Irawan (Pemain)

Ricky Irawan (Pemain)

Ricky Irawan lahir di Bandung tanggal 7 Juli 1976. Pria yang sudah menikah ini berasal dari keluarga sederhana. Sewaktu kecil sempat bercita-cita menjadi olahragawan.

Babot, sapaan akrabnya, mulai mengenal rokok dan narkoba saat duduk di bangku SMP. Gaya hidupnya ini membuat Babot mulai berani berbohong pada orang tuanya. Selepas SMA, Babot mulai berkenalan dengan putau.

Saking kecanduannya, kegiatan Babot setiap membuka mata adalah menyuntikan putau ke dalam tubuhnya. Kalau sudah habis, terpaksa dia keluar rumah untuk mencari 'barang'. Meski sudah seirng keluar masuk pesantren dan panti rehabilitasi, Babot tidak kapok. Akibat perbuatannya, dia sempat merasakan dinginnya penjara selama satu tahun.

Babot baru mengetahui dirinya positif HIV/AIDS selepas tahun 2004. Pertemuannya dengan kawan-kawan di Rumah Cemara, membuka pandangannya soal orang dengan HIV/AIDS. Babot mulai merasa nyaman karena seperti mendapatkan keluarga kedua. Hidup dengan infeksi yang belum ada obatnya itu, dia terima sebagai sebuah takdir.

2 dari 8 halaman

Ujang Yakub (Kiper/kapten tim)

Ujang Yakub (Kiper/kapten tim)

Ujang Yakub dilahirkan di Bandung, tanggal 17 April 1989. Anak pertama dari pasangan Ade Suherman dan Oom Romlah ini sempat mengenyam pendidikan sepakbola saat ditawari bergabung dengan Club Setia, salah satu anggota Persib. Sepakbola sudah mewarnai kehidupan Akub, begitu dia biasa disapa.

Perubahan yang paling dia rasakan adalah kemampuannya untuk mengembangkan diri. Akub yang sering menangis dan malas bersekolah saat sekolah dasar ini sudah berubah. Dia sekarang semakin percaya diri dan tidak minder meski ayahnya berprofesi sebagai tukang sandal. "Saya akan bermain bola sampai saya masih mampu menendang bola," kata anggota klub DKRC (Dalem Kaum Rumah Cemara) ini.

3 dari 8 halaman

Sendi alias Aa (Pemain)

Sendi alias Aa (Pemain)

Sendi dilahirkan di Bandung, pada tanggal 20 Maret 1989. Pemuda yang tinggal di daerah Ciroyom ini sudah mulai merokok saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Seiring meningkatnya usia, dia pun mulai mengonsumsi minumen keras. Meski demikian, dia tetap bisa mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan pendidikan SMP dan SMA. “Beasiswa dari jalur prestasi, main bola,” kata dia.

Sendi pun menyelesaikan pendidikan tingginya di bidang perhotelan pada tahun 2011 lalu. Selepas kuliah, pria yang kerap berjualan di pasar kaget Gasibu, Bandung ini memutuskan untuk konsentrasi sebagai pemain bola. Menurutnya memainkan si kulit bundar adalah sebuah kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkannya. Seiring permainan sepakbola yang meningkat, Sendi pun mulai mengurangi konsumsi minumen keras yang berlebihan.

Menurutnya, sepakbola merupakan sebuah tempat di mana semua orang bia berkumpul. Tanpa ada perbedaan, tanpa ada diskriminasi.

4 dari 8 halaman

Mifta Sano Sudrajat (Pemain)

Mifta Sano Sudrajat (Pemain)

Mifta Sano Sudrajat. Pria asli Betawi ini lahir pada tanggal 18 November 1982. Pria lulusan SMU ini mulai mengenal putau pada usia 22 tahun. Hidupnya yang normal, pelan-pelan mulai berantakan.

Rasa minder, takut, dan putus asa sempat mewarnai dirinya selepas mengetahui kondisinya positif HIV pada tahun 2008. Hal itu dipendamnya sendiri. Orang terdekat bahkan keluarga tidak diberitahunya.
Mifta mulai bisa menerima kondisinya setelah bertemu dengan kawan-kawan yang sama-sama terinfeksi. Dia pun memberanikan diri bercerita kepada orang tua soal kondisinya.

Beruntung, pria yang tinggal di Tangerang, Banten ini tidak harus menghadapi stigma dan diskriminasi dari keluarganya. Sempat menjalani terapi rumatan metadone atau program pengurangan dampak buruk narkoba, Mifta kini sudah bersih dari narkoba.

Dia pun mengabdikan dirinya di sebuah puskesmas sebagai kader muda untuk membantu teman-teman sebayanya yang masih memiliki ketergantungan pada narkoba. Dia berharap keikutsertaannya dalam Homeless World Cup 2013 dapat merubah pandangan masyarakat, khususnya terhadap orang dengan HIV/AIDS.

5 dari 8 halaman

I Wayan Arya Renawa alias Agus

I Wayan Arya Renawa alias Agus

Pria kelahiran Tabanan, Bali, 14 Maret 1979 ini mengaku kebingungan di tengah upayanya memperkuat tim nasional Indonesia untuk Homeless World Cup 2013 di Poznan, Polandia. Petugas lapangan di Yayasan Dua Hati Bali ini tidak mau kehilangan pekerjaannya selepas membela nama Indonesia.

Anak sulung dari dua bersaudara ini mulai mengenal rokok dan alhokol saat masih duduk di bangku SMP. Kehidupannya mulai berubah seiring perpindahannya ke Denpasar. Sebagai remaja yang baru masuk SMA dan hidup terpisah dari orang tua, dia merasakan sebuah kebebasan luar biasa. Kebebasan itu yang akhirnya menjerumuskan hidupnya ke dalam pengaruh obat-obatan terlarang.

Perkenalannya dengan heroin dimulai pada tahun 1997 semasa berkuliah. Kehidupan itu dijalaninya hingga tahun 2002. Merasa telah mengecewakan orang tuanya, Arya mulai menghentikan konsumsi sabu-sabu dan obat-obatan lainnya. Sekarang dia hanya ingin mengabdikan hidupnya untuk keluarga dan orang-orang lain.

6 dari 8 halaman

Dimas Saputra Ramadan

Dimas Saputra Ramadan

Satu-satunya mahasiswa di tim Indonesia ini dilahirkan di Surabaya pada tanggal 13 Maret 1992. Perkenalannya dengan sepakbola dimulai saat dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Karena berbakat, orang tuanya pun mengikusertakan anaknya ke klub sepakbola.

Seiring perjalanan waktu, krisis ekonomi menghantam keluarganya. Dimas pun memutuskan merantau ke Jakarta untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Memulai kuliah dengan bantuan bibinya, Dimas berusaha mencari uang untuk mengganti dana kuliah dan kehidupannya sehari-hari.

Pria yang murah senyum ini tidak segan menjadi supir kendaraan rental milik rekannya di Jakarta. "Tapi saya hanya bisa bawa ke daerah Puncak, Bogor, atau Bandung. Selebihnya tidak tahu jalan," ujar Dimas.

7 dari 8 halaman

Ahmad Faizin alias Pak De (Pemain)

Ahmad Faizin alias Pak De (Pemain)

Pemain paling senior di tim Indonesia untuk Homeless World Cup ini dilahirkan di Jepara, 24 Maret 1971. Menginjak usia 19 tahun, Pak De, begitu dia biasa disapa, sempat bergabung dengan Persijap yunior.

Kemampun mengukir yang sudah dikuasainya sejak usia 9 tahun, membuat Faizin tidak pernah kesulitan mencari uang. Dengan uang yang dimilikinya, dia bisa mendapatkan hal-hal yang diinginkannya mulai dari ganja, minuman beralkohol, hingga sex bebas.

Gaya hidupnya yang serba ugal-ugalam ini membuat dia dicoret dari tim sepakbola. Faizin dinilai indisipliner.  Dia pun memutuskan membuka usaha mebel kecil-kecilan yang terbilang sukses. Namun, gaya hidupnya tidak berubah. Menikah dengan perempuan pilihan orang tua, Faizin memiliki seorang anak.

Namun setelah anaknya lahir pada tahun 2002, istrinya sakit dan akhirnya meninggal dunia. Saat itu, Faizin baru mengetahui kalau istrinya tertular virus HIV darinya. Sejak itu, Faizin mulai berkenalan dengan kelompok dukungan sebaya untuk isu HIV/AIDS. Faizin pun kemudian mendirikan kelompok dukungan sebaya Jepara Plus pada tahun 2005 dan tetap berjalan hingga sekarang.

8 dari 8 halaman

Nico Pernando (Pemain)

Nico Pernando (Pemain)

Nico adalah pemain paling muda di tim nasional Indonesia. Dia dilahirkan di Bogor, tanggal 4 Juni 1993. Perceraian orang tua membuat Nico hidup dengan kerabatnya. Selepas belajar di sekolah, Nico kadang mencari uang dengan berjualan di pasar.

Bakatnya bermain bola membuat Nico mendapatkan beasiswa jalur prestasi untuk belajar di SMP. Saat duduk di bangku SMA, Nico bisa memperoleh uang dengan bermain futsal. Dia kemudian diajak bergabung ke klub Futsal 33, semua biaya pendidikannya ditanggung oleh pemilik klub tersebut. Nico juga tinggal di mes khusus para pemain bola.

Setelah bergabung dengan klub tersebut, Nico bisa membiayai hidupnya dari sepakbola.