Demi Hati Nurani, Sengketa Perdata dengan Eks Pemain CLS Knight Dimaz Muharri Dihentikan

Demi Hati Nurani, Sengketa Perdata dengan Eks Pemain CLS Knight Dimaz Muharri Dihentikan
Sengketa perdata dengan eks pemain CLS Knight Dimaz Muharri dihentikan (c) CLS

Bola.net - Tim kuasa hukum Yayasan Cahaya Lestari Surabaya (CLS) yang menaungi klub bola basket CLS Knights angkat bicara soal sengketa perdata dengan mantan pemainnya, Dimaz Muharri. Dengan pertimbangan hati nurani, CLS tidak memasukan pembaharuan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang secara otomastis menghentikan seluruh proses pengadilan.

“Saya sebagai kuasa hukum Yayasan CLS dalam hal ini bertindak mewakili saudara Christopher Tanuwidjaja di mana kedudukan beliau saat itu adalah Eks Managing Partner tim bola basket CLS Knights Surabaya, klub basket tempat dimana saudara Dimaz Muharri bernaung, menyatakan bahwa klien kami atas pertimbangan hati nurani dan tidak dalam tekanan pihak manapun, dengan ini tidak akan memperbaharui perkara gugatan kepada saudara Dimaz Muharri di Pengadilan Negeri Surabaya," ujar Michael Sugijanto, dalam rilis yang diterima Bola.net, Selasa (2/11/2021).

"Yang perlu digarisbawahi dan diklarifikasi disini, bahwa Pengadilan Negeri Surabaya Tidak Menolak gugatan klien kami, namun Pengadilan Negeri Surabaya memutuskan agar kami Memperbaharui Gugatan. Setelah kami berdiskusi dengan pihak Yayasan CLS, justru saudara Christopher Tanuwidjaja lah yang meminta untuk tidak melanjutkan gugatan hukum kepada Dimaz," katanya menambahkan.

Sebelumnya, CLS Knights memberikan somasi kepada Dimaz karena dinilai melanggar kesepakatan. Pemain asal Binjai itu digugat secara perdata, dan sidang digelar oleh PN Surabaya pada April 2021.

Kasus ini berawal dari keputusan Dimaz meninggalkan CLS Knights karena alasan keluarga usai Indonesian Basketball League (IBL), yang ketika itu masih bernama NBL Indonesia musim 2014-2015. Padahal, ia masih punya kontrak dua tahun lagi, atau sampai 2017.

Ketika meninggalkan CLS Knights, Dimaz seharusnya membayar kompensasi kontrak. Namun, CLS Knights memutuskan untuk tidak melakukan hal tersebut meski dirugikan.

Saat Dimaz memutuskan meninggalkan tim, CLS Knights membuat surat perjanjian yang isinya menyebutkan bahwa Dimaz tidak boleh bergabung dengan klub profesional mana pun. Jika ingin kembali bermain, ia harus membayar ke CLS sebesar Rp393 juta.

Masalah kemudian muncul karena saat kompetisi IBL 2020 Dimaz bermain di Louvre Surabaya lantaran menganggap perjanjian dengan CLS Knights sudah berakhir pada 2017. Kondisi ini pun berbuntut gugatan perdata CLS Knights.

Baca halaman berikutnya ya Bolaneters.

1 dari 1 halaman

Bukan Perkara Uang

Sementara itu, Christopher Tanuwidjaja mengatakan, persoalan dengan Dimaz sedianya bukan masalah besar. Namun secara etika, kedua belah pihak harus saling menghormati kesepakatan yang tertulis dan dituangkan dalam legalitas perjanjian bersama yang sudah disepakati sebelumnya.

"Dari awal saya sudah katakan baik kepada lawyer kami, maupun kepada pihak Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PERBASI) yang saat itu menjadi mediator dalam proses mediasi bahwa kasus ini sebenarnya bukan permasalah uang yang menjadi perkara utama. Melainkan disini kami menyayangkan etika Dimaz terhadap apa yang sudah disepakati dan didasari oleh legalitas hukum yang kuat dan sah," tuturnya.

"Kami sebenarnya ingin masalah ini cepat selesai, bahkan saat pertama kalinya kembali setelah beberapa tahun dalam perbincangan Dimaz dengan saya via telepon (yaitu saat setelah naik ke PN Surabaya, justru saya sendiri yang menyarankan kepada Dimaz agar menyarankan ke Kuasa Hukum-nya mengajukan mediasi saja, pasti kami pihak CLS akan menerima dengan baik, dan bersedia menyelesaikan dengan damai, lalu mediasi pertama dilakukan di Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 25 Mei 2021."

"Saat itu Yang Mulia Hakim sampai bertanya dua kali kepada saudara Dimaz, “apakah yakin masalah ini tidak diselesaikan saja di mediasi ini?”. Kemudian harapan saya berlanjut, saya anggap itu akan menjadi terakhir kalinya permasalahan ini dapat segera diselesaikan, yaitu sebenarnya pada 3 Agustus lalu, saat PERBASI memfasilitasi proses mediasi via zoom dan direkam oleh PERBASI karena Dimaz saat itu menganggap masa pandemi COVID-19 membuat dia tidak bisa terbang ke Jakarta. Sayangnya secara gamblang Dimaz menyatakan tidak bersedia menyelesaikan permasalahan ini dalam proses mediasi tersebut,” imbuh Christopher Tanuwidjaja.

(Bola.net/Fitri Apriani)