Mengenang Choirul Huda yang Hidup dan Matinya untuk Persela Lamongan
Haris Suhud | 16 Oktober 2017 15:00
Jelang akhir babak pertama, senyum di wajah Huda hilang—yang nantinya akan menghilang selamanya. Pada menit 44 pertandingan tersebut, Huda mengalami benturan keras dengan rekannya sendiri, Ramon Rodrigues. Kala itu ia ingin menghentikan bola karena ia tahu gawangnya sedang terancam oleh serangan lawan. Ketika menelusup, terjadilah benturan keras itu. Lutut Ramon mengenai dadanya.
Huda tampak kesakitan sambil memegangi bagian kepalanya. Tak lama setelah itu, ia tak sadarkan diri. Tim medis mencoba memberi pertolongan dan memberi bantuan pernapasan dengan tabung oksigen. Cepat-cepat Huda dilarikan ke rumah sakit.
Pihak rumah sakit tak bisa berbuat banyak. Tuhan punya rencana lain. Huda meninggal. Ia meninggalkan seorang istri dan dua anak laki-laki yang masih duduk di bangku SMP dan satunya masih SD.
Setelah kejadian ini, Huda layak menyandang gelar legenda Persela Lamongan. Sungguh, jika boleh dikatakan, tak ada yang melebihi kecintaan dan kesetiaan Huda pada klub berjuluk Joko Tingkir tersebut. Jika di belahan dunia ada nama Francesco Totti yang dikenang sebagai legenda AS Roma, Paolo Maldini sebagai legenda AC Milan, Choirul Huda pantas untuk disejajarkan dengan para pemain legendaris tersebut.
Perjalanan Huda bersama Persela
Dari awal hingga akhir hidupnya, Huda selalu setia membela Persela. Darah ‘biru’ mengalir dalam tubuhnya karena ia adalah La Mania sejati. Ia mengawali kariernya di dunia sepakbola bersama klub lokal di Lamongan, Merpati. Kebetulan klub tersebut sering berlatih dan bermain di Stadion Surajaya yang kini menjadi markas besar Persela Lamongan. Ketika itu Huda masih berseragam putih-abu-abu (SMA).
Di atas lapangan itu, Huda tumbuh dan besar. Ia menjadi saksi ketika lapangan Surayaja belum layak disebut sebagai stadion. Ia merasakan bagaimana rasanya bermain di lapangan Surajaya yang sangat becek ketika hujan. Ia tahu bagaimana liarnya rumput-rumput di atas lapangan Surajaya. Ia merasakan sakitnya bermain di lapangan Surajaya yang permukaan tanahnya retak dan mengeras ketika musim kemarau datang.
”Saya sudah akrab dengan Surajaya sejak memasuki bangku SMA,” kenang Huda seperti kutipan dalam tulisan Aqilla F. S. berjudul ‘Kesetiaan Itu Bernama Choirul Huda’ yang dilandir PanditFootball.
”Surajaya adalah rumah saya,” ini juga pernyataan Huda.
Mula-mula Huda menjadi bagian dari Persela ketika klub yang berdiri sejak 1967 itu bangun dari ‘tidur panjang’. Ia tercatat sebagai pemain Persela sejak 1999.
Perjalanan panjang dan berliku dilalui Huda bersama Persela tanpa mengenal kata menyerah. Ia merasakan berbagai divisi dalam sistem sepakbola Indonesia yang pernah ada, mulai bermain di Divisi I, Divisi Utama. Pada 2007, Huda mengantarkan Persela promosi ke kasta tertinggi: Indonesia Super League.
Terlepas dari prestasi Persela yang memang kurang mentereng di panggung sepakbola Indonesia, namun Huda banyak memberikan sumbangan untuk klubnya tersebut. Ia pernah menjuarai Piala Gubernur Jawa Timur lima kali. Adapun prestasi terbaik Huda bersama Persela di kasta tertinggi sepakbola Indonesia adalah ketika mengantarkan klub kebanggaan warga Lamongan tersebut finis di peringkat empat pada musim 2011/2012.
Penampilan individu penjaga gawang dengan tinggi 185 cm tersebut sempat membuat pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl, meliriknya. Huda pernah mendapat panggilan ke timnas pada tahun 2014 ketika Indonesia akan menjalani babak Kualifikasi Piala Asia 2015 menghadapi Arab Saudi. Sayangnya, pria kelahiran 2 Juni 1979 tersebut tak mendapat waktu bermain.
Ketika nama Huda kian populer, ia pernah mendapat godaan untuk meninggalkan Persela. Banyak klub yang tertarik dengan bakatnya. Namun ia mengabaikan pilihan itu. Ia setia bersama Persela, selamanya. Bagi Huda, Persela sudah seperti keluarga sendiri. Wajar jika Huda akhirnya tercatat sebagai salah satu dari 50 pemain dunia yang setia membela satu klub. Dan selama 18 tahun bersama Persela, Huda tercatat telah menjalani sekitar 500 laga.
”Bersama Persela saya selalu dekat dengan keluarga. Selalu merasakan kebanggaan membawa nama kota tempat saya lahir. Dan itu pasti tidak akan saya dapatkan di tempat lain,” pernyataan Huda yang menegaskan betapa ia bahagia membela klub di tanah kelahirannya sendiri.
Doa untuk Choirul Huda
Menyadari bahwa Huda telah meninggalkan Persela untuk selamanya karena panggilan Tuhan, sungguh menjadi pukulan berat bagi kita semua. Beberapa saat setelah kabar kepergian Huda terdengar, air mata mengalir mengiringi kepergiannya. Doa-doa juga melantun dari rakyat Indonesia dan juga dari belahan dunia yang mencintai Huda.
TAG TERKAIT
BERITA TERKAIT
-
Choirul Huda Wafat, Kiper Mitra Kukar Kehilangan Sosok Kakak
Bola Indonesia 15 Oktober 2017, 23:32 -
Sosok Choirul Huda di Mata Suporter Persela
Bola Indonesia 15 Oktober 2017, 23:09 -
Choirul Huda Wafat, Gelandang Arema FC Ini Turut Berduka
Bola Indonesia 15 Oktober 2017, 22:33 -
Bintang Semen Padang Ceritakan Insiden yang Merenggut Nyawa Choirul Huda
Bola Indonesia 15 Oktober 2017, 22:15 -
Deretan Pemain Indonesia yang Meninggal Akibat Aksi Heroik di Lapangan
Bola Indonesia 15 Oktober 2017, 21:50
LATEST UPDATE
-
Lupakan Australia, Timnas Indonesia Fokus Hadapi Bahrain
Tim Nasional 22 Maret 2025, 19:57 -
Bintang Muda RB Leipzig Ini Masuk Daftar Belanja Manchester United
Liga Inggris 22 Maret 2025, 17:58 -
Syukurlah Fans MU! Cedera Ayden Heaven Tidak Parah dan Segera Latihan Lagi!
Liga Inggris 22 Maret 2025, 17:50
LATEST EDITORIAL
-
4 Pemain dengan Harga Lebih Mahal dari Kylian Mbappe di 2025
Editorial 21 Maret 2025, 08:42 -
Di Mana Mereka Sekarang? 7 Pemain yang Dilepas Barcelona pada 2015
Editorial 21 Maret 2025, 07:23 -
Di Mana Mereka Sekarang? 5 Gelandang Terbaik Dunia 2017 Versi Xavi
Editorial 21 Maret 2025, 07:12 -
Di Mana Mereka Sekarang? 5 Pemain yang Dilepas Real Madrid pada 2015
Editorial 20 Maret 2025, 10:39