Bambang Pamungkas dan Ide 'Gila' Demi Akhiri Kekerasan di Sepakbola Indonesia

Afdholud Dzikry | 26 September 2018 12:15
Bambang Pamungkas dan Ide 'Gila' Demi Akhiri Kekerasan di Sepakbola Indonesia
Ilustrasi pengeroyokan. (c) merdeka.com

- Persoalan kerusuhan dan juga kekerasan di sepakbola Indonesia seperti tiada ujung. Terbaru, dunia sepakbola Indonesia kembali berduka setelah Haringga Sirila, anggota The Jakmania, tewas dikeroyok oknum Bobotoh, jelang pertandingan antara Persija Jakarta vs Persib Bandung, Minggu (23/9) pekan lalu.

Kasus pengeroyokan yang berujung kematian itu telah membuat banyak pihak angkat suara. Dan kali ini, penyerang Persija, Bambang Pamungkas ikut mengungkapkan pemikirannya terkait rivalitas antarsuporter yang tak jarang akhirnya memakan korban jiwa.

Advertisement

Dalam tulisan terbarunya, Bambang Pamungkas menawarkan gagasan yang cukup ekstrem karena melihat hukuman denda terhadap klub sudah tidak efisien lagi.

Korban jiwa kembali terenggut ketika seorang suporter Persija Jakarta dikeroyok dan dianiaya hingga merenggang nyawa di sekitar Stadion Gelora Bandung Lautan Api. Peristiwa yang tergolong sadis dan kembali menyakiti sepak bola Indonesia.

Sejumlah ide untuk mengakhiri itu semua disuarakan, terutama di media sosial. Membekukan kompetisi menjadi satu wacana yang diusulkan. Selain itu, Kemenpora dan BOPI menunggu sikap tegas PSSI dan PT Liga Indonesia Baru terhadap permasalahan ini.

Apa ide dari Bambang Pamungkas itu? Silakan lanjutkan membaca di laman selanjutnya.

1 dari 2 halaman

Ide Ekstrem Bepe

Bambang Pamungkas, pemain senior Persija, pun mengungkapkan gagasannya. Sebagai seorang pemain profesional yang hidup dari sepak bola, pemain yang akrab disapa Bepe itu menilai hukuman denda kepada klub yang selalu diberlakukan karena ulah suporter bukan lagi hukuman yang efektif, terutama ketika para suporter seakan sudah tak peduli dengan beban yang dipikul klub karena perilaku mereka.

"Di Indonesia, hukuman denda kepada klub untuk ulah yang dilakukan suporter sudah tidak lagi efektif. Hal tersebut tidak berdampak langsung kepada suporter," ujar Bambang Pamungkas dalam tulisan terbarunya, "Kita (Mungkin) Memang Tak Pantas", yang diunggah ke dalam situs pribadinya.

"Mereka merasa membayar untuk menyaksikan pertandingan, sehingga yang ada di dalam benak mereka adalah, 'Ya tinggal bayar saja pakai uang tiket. Toh kita nonton bayar kok'. Hukuman model ini hanya memberatkan klub, namun tidak memberikan efek jera kepada sumber permasalahannya," lanjutnya

Ide ekstrem pun diberikan oleh Bepe agar suporter bisa merasakan dampak langsung dari hukuman tersebut. Bambang Pamungkas pun berharap dengan demikian suporter bisa ikut berpikir dan menjaga perilaku untuk kebaikan klub kesayangannya.

"Untuk suatu masalah yang ekstrem diperlukan tindakan yang juga ekstrem. Ketakutan dan kekecewaan terbesar suporter adalah ketika melihat tim kebanggaannya kalah (tidak mendapatkan poin). Menurut saya, federasi dalam hal ini PSSI harus mulai bermain di zona itu. Dengan apa? Dengan pengurangan poin. Tinggal dilihat saja pada tingkatan mana pelanggaran yang dilakukan oleh suporter. Semakin berat masalah yang dibuat suporter sebuah tim, maka semakin banyak poin yang akan dikurangi," usulnya.

"Jadi jika suporter tidak ingin tim kesayangannya mendapatkan pengurangan poin, ya harus menjaga perilaku di dalam dan di sekitar stadion dengan sebaik mungkin. Dari sana kita harapkan akan timbul rasa khawatir sehingga kemudian menimbulkan introspeksi dan saling mengingatkan di antara mereka. Hukuman pengurangan poin akan menjadi hukuman yang teramat sangat berat bagi sebuah tim. Hukuman yang juga akan langsung dirasakan oleh suporter tim tersebut," lanjut Bambang Pamungkas.

2 dari 2 halaman

Hilangkan Sepakbola di Indonesia

Masih ada ide ekstrem dari seorang Bambang Pamungkas ketimbang pengurangan poin terhadap klub kesayangan para suporter. Hal ini diungkap oleh striker berusia 38 tahun itu jika ternyata hukuman pengurangan poin masih tidak bisa memberikan efek jera kepada para suporter untuk menjaga perilakunya.

Bambang Pamungkas pun menyebut solusi terbaik adalah tidak perlu ada sepakbola di Indonesia. Bahkan sebagai seorang pemain sepakbola profesional yang mengais rezeki dari sepakbola, Bambang Pamungkas mengajak semua berpikir untuk menghindari hal tersebut dengan mengubah perilaku.

"Jika hal tersebut sudah dilakukan dan ternyata kekerasan dalam dunia sepak bola masih saja terjadi, maka satu-satunya jalan keluar terbaik adalah menghilangkan sepak bola dari Republik ini. Karena ternyata kita memang belum cukup pantas untuk memainkan olahraga sakral ini, selesai masalah," tegas Bepe.

"Terus siapa yang menanggung hajat hidup ribuan orang yang terlibat dalam industri sepakbola jika sepakbola itu ditiadakan? Di sinilah sering kali logika kita terbalik dalam melihat sebuah masalah. Yang seharusnya kita pikirkan bukanlah 'siapa nantinya yang akan menanggung hajat mereka jika sepakbola ditiadakan?', tapi bagaimana caranya agar sepakbola tetap ada di Indonesia?."

"Jawabannya mudah, ya mari saling menjaga perilaku, saling menahan diri, dan saling menghargai agar pertandingan sepak bola tidak menjadi sebuah aktivitas yang meresahkan dan membahayakan masyarakat, sesederhana itu. Sekarang tinggal kita mau pilih yang mana?" tutup Bepe.

Kini, semua akan tergantung kepada PSSI dan PT Liga Indonesia Baru untuk menentukan dan mengambil keputusan terkait hukuman seperti apa yang akan diberikan agar permasalahan terkini terkait suporter yang meregang nyawa dalam sepakbola Indonesia bisa benar-benar diakhiri.

Sumber: Bola.com