Sukses Gelar Piala Presiden, Saatnya Mahaka Jadi Operator Liga?

Afdholud Dzikry | 21 Oktober 2015 11:59
Sukses Gelar Piala Presiden, Saatnya Mahaka Jadi Operator Liga?
Hasani Abdulgani (c) dok. Hasani Abdulgani

Bola.net - Bola.net - Oleh: Fajar Rahman

Rampung sudah pagelaran Piala Presiden 2015. Meski hadiah belum benar-benar diberikan kepada para pemenang dan masih sebatas janji, apresiasi layak diberikan kepada penyelenggara atau event organizer (EO)-turnamen ini, Mahaka Sports Entertainment.

Advertisement

Bukan sekadar ucapan terimakasih dan salut semata, Mahaka sepertinya layak diapresiasi lebih tinggi. Diberi wewenang mengoperatori liga di Indonesia, tentu jika ada lagi nanti.

Ada banyak alasan kenapa Mahaka layak diapresiasi sedemikian rupa. Yang pertama, Mahaka, terus berprogress. Dari basket, sepakbola sekelas persahabatan hingga berani mengajukan diri membuat turnamen.

Ya, Mahaka sebenarnya bukan orang baru untuk urusan event olahraga. Di ranah bola keranjang, EO yang sepayung dengan klub basket, Satria Muda, ini sempat ketiban sampur untuk menjalankan ASEAN Basketball League (ABL) di Mahaka Square Jakarta. FIBA 3x3 Championship Jakarta juga diselenggarakan mereka.

ABL terhenti 2013, Mahaka kemudian merambah ke sepakbola. Maklum, si boss, Erick Thohir, juga mulai melebarkan sayapnya ke sepak bola dengan membeli DC United dan Inter Milan. Pada awal musim 2014 lalu, Mahaka mendatangkan DC United ke Indonesia. Selanjutnya, klub Jepang, Gamba Osaka. Serta event-event dengan bintang tamu pemain veteran liga Inggris juga didatangkan Mahaka, sebut saja Park Ji Sung.

Progress terlihat ketika mereka mengajukan diri mengoperatori turnamen Piala Presiden. Sepak terjang Mahaka bagus juga, meski sudah ada turnamen pengisi kekosongan liga lainnya, Piala Kemerdekaan, mereka tak tanggung-tanggung dalam menyatakan kesiapannya. Di hari tim transisi dan manajer Piala Kemerdekaan berkunjung ke Istana Negara, selang beberapa jam setelahnya, Erick Thohir sendiri yang datang menemui Jokowi. Erick adalah jaminan bagi Jokowi kalau turnamennya bakal lebih sukses dan ‘mampu menghidupi hajat hidup orang banyak’.

Hasani Abdulgani

Dari basket, mengundang tim sepak bola luar negeri, lalu turnamen Piala Presiden. Hmm.. kalau diukur dari progress pengalaman dan kesiapan progress, sudah saatnya mereka didapuk mengoperatori liga.

Itu yang pertama. Alasan selanjutnya, Mahaka mampu benar-benar mengejawantahkan makna profesionalisme: uang-uang dan uang. Mau memandangnya sebagai mata duitan, terserah saja. Namun, yang pasti dalam sebuah kata profesional harus ada uang yang dibayarkan kepada si profesion, begitu penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Turnamen belum dimulai, Mahaka sudah menjelaskan kriteria uang yang didapatkan klub peserta. Mulai fase penyisihan, hingga final. Mulai denda untuk urusan pemain indisipliner macam kartu, menyerang wasit hingga denda untuk tim yang walk out. Jumlah uang yang diberikan sejumlah sekian akan ditahan sekian guna antisipasi denda juga dijelaskan jauh-jauh di depan.

Terlihat, Mahaka coba membuka mata para insan sepakbola –termasuk di dalamnya operator liga di Indonesia, sebut saja PT Liga Indonesia- bahwa mengklaim diri profesional harus siap dengan uang. Bagaimana menjadi klub profesional jika menunggak gaji? Bagaimana menyebut diri liga profesional jika hadiah harus menunggak beberapa bulan?

Alasan ketiga kenapa Mahaka layak diberi wewenang mengoperatori liga adalah inovasi yang dimunculkannya. Terutama urusan wasit yang kerap dicibir sebagai pelaku pengaturan skor.

Di fase penyisihan grup, jika nama wasit biasanya diumumkan jauh-jauh hari, Mahaka berinovasi mengumumkan nama wasit 10 menit sebelum pertandingan. Tak lain untuk menghindari wasit disuap. Sementara di babak 8 besar hingga final, Mahaka menyebar terlebih dahulu nama wasit untuk di-vote oleh klub yang lolos. Kalau nantinya klub masih protes, ya itu kan pilihan mereka sendiri. Cerdas.

Tak juga dilindungi, wasit-wasit nakal juga diancam bakal dipidanakan oleh Mahaka jika kedapatan berlaku curang. Sebuah tamparan keras di antara riuhnya kabar dan isu suap yang pelakunya konon tak bisa dipidanakan karena tak ada undang-undangnya.

Inovasi yang paling menghebohkan tentu pemilihan Gelora Bung Karno (GBK) sebagai venue final Piala Presiden. Mereka mengembalikan lagi khittah GBK sebagai stadion kebanggaan bangsa untuk menggelar laga-laga penting di Indonesia. Dari awal mereka tegas memilih GBK meskipun nantinya Persib yang lolos ke partai puncak.

Kekhawatiran sempat terjadi manakala Persib benar-benar lolos ke final. Namun, Mahaka benar-benar menyanggupinya dan partai final tetap di GBK. Inovasi yang dilakukan pun membuat Mahaka mendapatkan efek domino yang bagus. Segendang sepenarian, Mahaka mendapatkan nilai positif dalam konsekuensi, konsistensi, dan tentu saja koordinasi mereka dengan aparat keamanan.

Sementara alasan terakhir dan bisa jadi sebuah kesimpulan adalah Mahaka kini sudah berpengalaman dalam menghadapi masalah yang kerap hadir di sepakbola Indonesia. Tim walk out ada, venue berpindah-pindah juga ada, riweuhnya penjualan tiket hingga permusuhan antar suporter dan masalah yang sudah membudaya lainnya mewarnai perjalanan Piala Presiden. Bagusnya, Mahaka terhitung sukses mengatasinya.

Tinggal sekarang bagaimana, Mahaka mau dan berani berprogress lebih lanjut tidak? Berani tidak, ikut mengajukan bidding melawan PT Liga guna mengoperatori liga nantinya?

Kalau sudah kepalang basah, kenapa tak mandi sekalian, Mahaka? Nyebur ke Liga saja sekalian.