Leonardo Melukis '4-2-Fantasia' di Milan

Gia Yuda Pradana | 6 Mei 2017 00:26
Leonardo Melukis '4-2-Fantasia' di Milan
(c) AFP

Bola.net - Bola.net - Musim 2009/10 silam, sebuah awal yang salah menjadi berkah. Dari situ, lahirlah satu skema permainan baru di AC Milan. System of play revolusioner racikan itu dikenal dengan sebutan '4-2-Fantasia'.

Platform-nya adalah 4-2-3-1. Leonardo memberikan sentuhan kreativitas dan membuatnya jadi sebuah skema ofensif berbalut fantasi. Sebuah sepakbola yang atraktif. Pemilik nama lengkap Leonardo Nascimento de Araujo itu menghadirkannya di tengah-tengah dunia Calcio yang defensif.

Advertisement

Dia memakai empat pemain di belakang, dua penyeimbang di tengah, dan pemain-pemain ofensif yang kreatif serta ber-skill tinggi di posisi '3' untuk mendukung ujung tombak serangan. Hasilnya terbilang memuaskan.

Musim itu, Milan berada dalam masa transisi yang sulit usai ditinggal sejumlah pilar penting. Kaka baru dilego ke Real Madrid, kapten Paolo Maldini pensiun, sedangkan pelatih Carlo Ancelotti pindah ke Chelsea.

Leonardo, mantan gelandang serang Milan asal Brasil yang menjabat direktur teknik Rossoneri sejak 2008, kemudian ditunjuk menggantikan Ancelotti. Sebagai pelatih muda minim pengalaman, tak heran jika dia diragukan.

Leonardo mewarisi skuat berisikan sejumlah pemain top, seperti Alessandro Nesta, Andrea Pirlo, Clarence Seedorf, Ronaldinho, Filippo Inzaghi, Marco Borriello hingga Alexandre Pato. Untuk memperkuat lini depan, Thiago Silva didatangkan dari Fluminense. Untuk menambah daya gedor, Klaas-Jan Huntelar direkrut dari Real Madrid.

Namun, mengawali sesuatu tak pernah mudah. Start buruk pun tak terhindarkan.

Membuka musim dengan kemenangan sulit 2-1 di kandang Siena, Milan besutan Leonardo kemudian hancur 0-4 dalam derby melawan Inter Milan pada giornata 2. Isu pemecatan langsung mengalir deras, sampai akhirnya perlahan menghilang.

Titik baliknya adalah laga kandang melawan AS Roma pada giornata 8 setelah jeda internasional.

San Siro, 18 Oktober 2009. Milan menjamu Roma besutan Claudio Ranieri. Hanya meraup satu poin dalam tiga laga terakhirnya, atmosfer di Milan cukup panas. Situasinya semakin tidak nyaman setelah, akibat kesalahan Thiago Silva, Roma bisa mencuri keunggulan lewat Jeremy Menez cuma tiga menit sejak kick-off babak pertama. Milan tertinggal 0-1 hingga jeda, dan pada titik itu mereka berada tepat di atas zona merah.

Itulah periode terberat Milan musim itu, tapi Rossoneri bangkit.

Setelah jeda, Leonardo mengganti Ignazio Abate dengan Filippo Inzaghi. Leonardo mengubah skema awal 4-4-2 menjadi 4-2-3-1. Waktu itu, lahirlah sistem yang baru: empat di belakang, dua di tengah, dan limpahan 'fantasi' di lini serang. Alexandre Pato di kanan, Clarence Seedorf gelandang serang, di kiri, dan Inzaghi striker.

Milan akhirnya berbalik menang 2-1 lewat penalti Ronaldinho dan finishing Pato.

MILAN 2-1 ROMA

: Dida, Oddo, Nesta, Thiago Silva, Zambrotta, Abate (46' Inzaghi), Pirlo, Ambrosini, Seedorf, Ronaldinho (90' Flamini), Pato.

Roma: Doni, Cassetti, Mexes, Burdisso, Riise, Taddei (26'st Guberti), De Rossi, Pizarro, Perrotta, Menez (75' Baptista), Vucinic (71' Okaka).

Rosetti.

3' Menez (R), 56' pen. Ronaldinho (M), 57' Pato (M).

Kartu merah: 81' Ambrosini (M).

Adriano Galliani - wapres Milan waktu itu, menjuluki sistem tersebut '4-2-Fantasia'. Cahaya terang mulai terlihat di ujung terowongan.

Skema inilah yang kemudian paling sering dipakai Milan hingga akhir musim, dengan Marco Borriello sebagai striker utama. Berkat 'revolusi' itu, Milan membaik. Kepercayaan diri para pemainnya pulih. Sejumlah hasil impresif mereka raih, termasuk kemenangan 3-2 atas Real Madrid (dan Kaka) di Santiago Bernabeu di Liga Champions serta kemenangan 3-0 di markas Juventus di Serie A.

Berkat system of play baru itu, Milan bahkan sanggup melesat ke peringkat dua klasemen per medio Maret, hanya satu poin di belakang Inter.

Namun sayang, langkah Milan di Liga Champions dihentikan Manchester United dengan agregat 2-7 (2-3, 0-4) di fase knockout pertama. Kehadiran eks United David Beckham di tengah musim (periode peminjaman kedua) juga tak banyak membantu. Di Coppa Italia, mereka dieliminasi Udinese di perempat final. Milan pun fokus ke Serie A.

Hanya sayang, cederanya Alessandro Nesta dan Pato membuat Milan terlempar dari persaingan meraih Scudetto. Milan akhirnya finis peringkat tiga dengan 70 poin, terpaut 12 poin dari Inter dan 10 poin di belakang Roma. Meski begitu, harus diakui, jika bukan berkat terobosan Leonardo, Milan mungkin sudah berakhir lebih parah.

Di pekan-pekan terakhir, muncul spekulasi kalau Leonardo akan hengkang setelah hanya satu musim melatih Milan. Pada April 2010, Leonardo mengakui adanya perbedaan dengan sang presiden klub Silvio Berlusconi. Dia menyebut hubungan mereka waktu itu sulit.

Leonardo kemudian dipastikan meninggalkan Milan dengan 'mutual agreement' setelah laga penutup musim melawan . Kecaman terhadap Berlusconi pun muncul dari kalangan tifosi Milan sendiri.

Leonardo berpisah di hadapan publik San Siro usai memberikan persembahan terakhir, yaitu kemenangan 3-0 (lagi) atas La Vecchia Signora.

Ronaldinho dan Borriello menjadi peyumbang gol terbanyak untuk Milan, masing-masing 15 gol di semua kompetisi. Pato di bawah mereka dengan 14 gol.

Musim berikutnya, Milan mengangkat Massimiliano Allegri dari Cagliari, sedangkan Leonardo menyeberang ke kubu tetangga. Leonardo diangkat menggantikan Rafael Benitez di Inter. Penunjukan ini terbilang mengejutkan, karena Leonardo sebelumnya identik dengan merah-hitam, baik sebagai pemain maupun pelatih.

Andai Leonardo dipertahankan dan Milan memberi dia kesempatan serta dana untuk meng-upgrade '4-2-fantasia' miliknya, mungkin bakal ada kisah-kisah lain yang lebih mengagumkan.

Waktunya di Milan memang singkat, tetapi cukup berkesan.

Jika seniman besar Italia Leonardo da Vinci melahirkan lukisan terkenal Mona Lisa, maka Leonardo Nascimento de Araujo juga sudah melahirkan sebuah 'karya seni' yang tak kalah indah.

Leonardo telah melukis '4-2-Fantasia' di Milan.