Juninho Pernambucano, Pembunuh Bersenjatakan Tendangan Bebas

Gia Yuda Pradana | 21 Februari 2017 17:15
Juninho Pernambucano, Pembunuh Bersenjatakan Tendangan Bebas
Juninho Pernambucano (c) AFP

Bola.net - Bola.net - Di segi kecepatan, dia jelas kalah dari Ronaldo. Dari sisi skill, dia mungkin kalah dari Ronaldinho. Namun untuk urusan mengeksekusi bola-bola mati, tak ada yang mengalahkan Juninho Pernambucano.

Di hadapannya, tendangan bebas bisa menjadi senjata yang sangat mematikan untuk 'membunuh' kiper lawan.

Advertisement

memang tak pernah kekurangan talenta hebat. Juninho adalah salah satunya.

Atribut utamanya: Tendangan bebas. Andrea Pirlo saja sampai 'berguru' kepadanya.

Pria kelahiran Recife 30 Januari 1975 ini mengawali karier profesional bersama Sport pada 1993 dan pensiun di Vasco da Gama di tahun 2013. Gelandang serang Brasil periode 1999-2006, dia dikenal sebagai spesialis tendangan bebas. Namanya berkibar bersama , klub yang diperkuatnya antara 2001 dan 2009.

Tak sedikit yang mengakui bahwa Juninho adalah penendang bebas terbaik sepanjang masa.

Juninho mencetak 100 gol untuk Lyon, dan 44 di antaranya dari tendangan bebas . Dia mencetak total 75 gol tendangan bebas sepanjang kariernya, unggul atas David Beckham dengan 65. Selain itu, tekniknya juga mematikan. Jarak bahkan bukan masalah berarti baginya.

Tendangan bebas yang dia lepaskan kerap berupa knuckle ball. Dengan teknik itu, bola hampir tak memiliki spinning motion dalam lajunya. Knuckle shot yang sempurna membuat bola seperti bergoyang, arahnya sulit ditebak, dan sangat sulit bagi kiper manapun untuk menghentikannya.

Teknik ini sudah coba diadaptasi oleh beberapa pemain, dari Cristiano Ronaldo hingga Pirlo. Namun, tak ada yang bisa mengeksekusinya sesempurna Juninho.

Kiper yang menjadi korban tendangan bebas Juninho juga banyak, dari mereka di pentas domestik hingga Victor Valdes dan Oliver Kahn di panggung Eropa.

Dari semua gol tendangan bebas yang dicetak Juninho, ada tiga yang menjadi favoritnya. Dia pernah mengungkapkannya kepada Four Four Two.

River Plate 1-1 Vasco da Gama (semifinal Copa Libertadores, 22 Juli 1998)

Gol yang paling spesial dalam karier saya adalah di leg kedua semifinal Copa Libertadores melawan River Plate di Argentina. Tendangan bebas itu sekitar 35 meter dari gawang. Saya menendang bola sekeras mungkin, menciptakan efek putaran yang luar biasa. Gol itu memastikan Vasco lolos ke final. Sampai sekarang pun, para suporter masih menyanyikan lagu tentang tendangan bebas itu.

Bayern Munchen 1-2 Lyon (fase grup Liga Champions, 5 November 2003)

Dari 100 gol yang saya cetak untuk Lyon, 44 lahir lewat tendangan bebas. Satu yang paling saya ingat adalah melawan Bayern Munchen. Saat itu, Oliver Kahn adalah kiper terbaik dunia, tapi saya mengirim bola ke sudut atas dan dia bahkan tak bisa menyentuhnya.

Lyon 1-1 Barcelona (babak 16 besar Liga Champions, 24 Februari 2009)

Kami mendapatkan tendangan bebas jauh di sayap kiri. Melihat posisinya, semua orang mengira saya akan mengirim crossing, tapi saya rasa saya punya peluang untuk mencetak gol dari sana. Saya membidik target dan bola bersarang di sudut atas. Victor Valdes begitu terkejut, sampai-sampai dia jatuh ke dalam gawang.

Dari pemain-pemain yang coba mengadaptasi teknik tendangan bebas Juninho, salah satunya adalah Pirlo. Set-piece maestro Italia itu pernah menulis dalam autobiografinya: Dia membuat bola melakukan hal-hal yang luar biasa. Dia tak pernah meleset. Tak pernah. Saya melihat statistiknya dan menyadari kalau itu pasti bukan kebetulan.

Pencarian rahasia Juninho sudah menjadi sebuah obsesi tersendiri bagi saya. Kuncinya ternyata bagaimana dia menendang bola, bukan di bagian mana.

Hanya tiga tiga jari kakinya yang melakukan kontak dengan bola, bukan semua bagian kakinya.

Jelang laga perdana timnas Italia di Piala Dunia 2014, yakni melawan Inggris di Manaus, kubu Azzurri khusus mengundang Juninho ke base camp mereka di Mangaratiba untuk berbagi tips dengan Pirlo. Juninho dan Pirlo menghabiskan waktu dua jam untuk berlatih bersama.

Pirlo langsung menerapkannya di pertandingan dan dia hampir mencetak sebuah gol berkelas dengan tendangan bebasnya. Joe Hart sudah salah mengantisipasi knuckle ball Pirlo, tapi bola hanya membentur mistar. Lihatlah reaksi Hart.

Beruntunglah Hart, bukan Juninho yang mengeksekusi tendangan bebas itu. Andai Juninho yang berada di ujung bola, mungkin Hart sebaiknya mulai berdoa saja saat dia sudah mengambil ancang-ancang - walau itu mungkin takkan ada gunanya.

Juninho mencetak 75 gol tendangan bebas sepanjang kariernya, 44 dengan seragam Lyon - klub di mana dia mengemas 100 gol dalam lebih dari 300 penampilan dan membantu mereka meraih tujuh gelar juara liga. Juninho meninggalkan Lyon berurai air mata pada tahun 2009, saat dia merasa waktunya di sana sudah habis.

Juninho sudah menjadi legenda Lyon, dan diizinkan gabung Al-Gharafa di Qatar dengan free transfer. Dia kemudian pindah ke New York Red Bulls di MLS dan kembali ke Vasco sebelum pensiun di tahun 2013.

Setiap kali pindah, Juninho meminta bola yang akan dipakai di liga tempat dia bermain. Dia melakukan itu agar bisa lebih 'mengenalnya' sebelum turun di pertandingan.

Era Juninho sudah lama lewat. Namun, rekan jejak kehebatannya takkkan pernah tergerus oleh masa.

Pecinta sepakbola di seluruh dunia akan selalu mengenangnya sebagai salah satu spesialis bola-bola mati terbaik sepanjang sejarah - seorang pembunuh yang bersenjatakan tendangan bebas.