Italia 2006, Menaklukkan Dunia di Tengah Prahara

Editor Bolanet | 6 Desember 2013 11:37
Italia 2006, Menaklukkan Dunia di Tengah Prahara

Bola.net - Piala Dunia 2010 merupakan salah satu periode tergelap dalam sejarah partisipasi Italia di turnamen akbar empat tahunan tersebut. Mereka gagal lolos dari fase grup dengan cara yang cukup memalukan, yakni finis di posisi terbawah. Padahal, Azzurri datang sebagai juara bertahan.

Ya, empat tahun sebelumnya di Jerman, diselimuti pesimisme menyusul prahara akibat skandal Calciopoli yang menghantam Calcio, Fabio Cannavaro dan kawan-kawan meraih gelar juara dunia keempatnya.

Kini, Piala Dunia 2014 Brasil sudah di depan mata. Italia pun telah memastikan diri berlaga di putaran utama. Sanggupkah mereka meraih gelarnya yang kelima dan berdiri sejajar dengan Selecao? Biarlah pertanyaan tersebut terjawab pada waktunya nanti.

Sebelum itu, mari kita segarkan kembali ingatan mengenai perjalanan Italia ketika terakhir kali mereka berdiri gagah di puncak jagat sepak bola. [initial]

(bola/gia)
1 dari 9 halaman

Skuat

Skuat

Pelatih: Marcello Lippi

Kiper:
Gianluigi Buffon (28 tahun, Juventus)
Angelo Peruzzi (36 tahun, Lazio)
Marco Amelia (24 tahun, Livorno)

Belakang:
Cristian Zaccardo (24 tahun, Palermo)
Fabio Grosso (28 tahun, Palermo)
Fabio Cannavaro (32 tahun, Juventus)
Andrea Barzagli (25 tahun, Palermo)
Alessandro Nesta (30 tahun, AC Milan)
Gianluca Zambrotta (29 tahun, Juventus)
Massimo Oddo (29 tahun, Lazio)
Marco Materazzi (32 tahun, Inter Milan)

Tengah:
Daniele De Rossi (22 tahun, AS Roma)
Gennaro Gattuso (28 tahun, AC Milan)
Mauro Camoranesi (29 tahun, Juventus)
Simone Barone (28 tahun, Palermo)
Simone Perrotta (28 tahun, AS Roma)
Andrea Pirlo (27 tahun, AC Milan)

Depan:
Alessandro Del Piero (31 tahun, Juventus)
Luca Toni (29 tahun, Fiorentina)
Francesco Totti (29 tahun, AS Roma)
Alberto Gilardino (23 tahun, AC Milan)
Vincenzo Iaquinta (26 tahun, Udinese)
Filippo Inzaghi (32 tahun, AC Milan)

*Usia dan klub disesuaikan dengan saat turnamen digelar.
2 dari 9 halaman

Grup

Grup

Italia diundi masuk Grup E. Berikut ketiga saingannya:

Ghana
Debutan di Piala Dunia.

Republik Ceko
Debutan di Piala Dunia

Amerika Serikat
Prestasi terbaik di Piala Dunia: semifinal 1930, kalah 1-6 melawan Argentina.


(Klasemen akhir Grup E © Wikipedia).
3 dari 9 halaman

Start Sempurna

Start Sempurna

Lawan pertama Italia adalah Ghana. Butuh kemenangan meyakinkan demi menghapus keraguan publik, terutama seluruh warga Italia, sekaligus membangun pijakan yang kuat untuk melangkah ke tahap selanjutnya, Azzurri memukul sang wakil Afrika dua gol tanpa balas.

Gol pembuka diciptakan oleh Andrea Pirlo pada menit 40, sedangkan Vincenzo Iaquinta melengkapi performa apik Italia dengan finishing-nya di menit 83.


(© Wikipedia)

Man of the Match: Andrea Pirlo (Italia)



Start yang sempurna oleh Italia.
4 dari 9 halaman

Nyaris Disakiti Paman Sam

Nyaris Disakiti Paman Sam

Laju Italia tersendat di laga keduanya. Diunggulkan menang, Italia justru dipaksa memeras keringat oleh Amerika Serikat hanya untuk meraih hasil imbang 1-1.

Italia unggul terlebih dahulu melalui Alberto Gilardino meneruskan free kick Andrea Pirlo di menit 22. Namun, lima menit berselang, own goal Cristian Zaccardo membuat kedudukan kembali sama kuat dan bertahan hingga peluit panjang.

Sampai final, tak ada lagi gol yang bersarang di gawang Italia.


(© Wikipedia)

Man of the Match: Kasey Keller (Amerika Serikat)



Salah satu momen paling diingat dalam laga ini adalah kartu merah Daniele De Rossi akibat sikutannya terhadap striker Amerika Serikat Brian McBride.
5 dari 9 halaman

Kemenangan Yang Mahal

Kemenangan Yang Mahal

Setelah tersendat di laga kedua, Italia kembali menggebrak di laga berikutnya. Republik Ceko mereka pukul 2-0 di Hamburg. Hanya saja, kemenangan ini harus dibayar mahal dengan cedera parah Alessandro Nesta pada menit 17.

Penggantinya adalah Marco Materazzi. Dari sinilah Materazzi kemudian menjadi salah satu bagian integral Italia sepanjang turnamen.

Di laga ini, Materazzi mencetak gol pembuka pada menit 26 dan tampil solid bersama sang kapten Fabio Cannavaro di jantung pertahanan Italia. Gol Filippo Inzaghi tiga menit jelang bubaran pun menegaskan kemenangan Italia.


(© Wikipedia)

Man of the Match: Marco Materazzi (Italia)



Italia finis sebagai juara grup dengan keunggulan satu poin atas Ghana dan lolos ke babak berikutnya.
6 dari 9 halaman

Melangkah Diiringi Dewi Fortuna

Melangkah Diiringi Dewi Fortuna

Status juara Grup E membuat Italia terhindar dari jawara Grup F, Brasil. Lawan yang berdiri menghadang pun 'cuma' sang runner-up Australia.

Secara kualitas, Australia tentu di bawah Brasil maupun Azzurri sendiri. Seharusnya, Italia menang bisa dengan mudah. Namun, itu tidak terjadi. Kartu merah Marco Materazzi di menit 50 membuat keadaan jadi sulit bagi mereka.

Sepanjang laga, Gianluigi Buffon beberapa kali melakukan penyelamatan untuk mengamankan gawang Italia dari gempuran Mark Viduka dan kawan-kawan. Hingga habis waktu normal, skor 0-0 tetap tak berubah. Di masa injury time, momen krusial tercipta.

Fabio Grosso dijatuhkan di area terlarang dan wasit Luis Medina Cantalejo menunjuk titik putih. Para pemain Australia memprotes keputusan pengadil asal Spanyol tersebut, tapi keputusannya tak berubah. Francesco Totti mengeksekusinya dengan sempurna dan Socceroos pun terluka.


(© Wikipedia)

Man of the Match: Gianluigi Buffon (Italia)



Kelolosan Italia ke perempat final dinilai kontroversial oleh banyak pihak. Beberapa menganggap langkah Italia diiringi Dewi Fortuna.
7 dari 9 halaman

Kali Ini, Tak Ada Keraguan

Kali Ini, Tak Ada Keraguan

Lawan di perempat final adalah Ukraina yang diperkuat Andriy Shevchenko dan menyingkirkan Swiss lewat adu penalti di babak sebelumnya. Italia menang 3-0. Kali ini, tak ada kontroversi berarti maupun keraguan seperti saat melewati Australia.

Gennaro Gattuso bermain tak kenal lelah di lini tengah Italia sebagai perusak tempo permainan dan pemutus alur serangan Ukraina. Gol pembuka Gianluca Zambrotta di menit 6 serta brace Luca Toni pada menit 59 dan 69 sukses mengakhiri perlawanan Ukraina.


(© Wikipedia)

Man of the Match: Gennaro Gattuso (Italia)



Italia pun melangkah ke semifinal. Dari semua pilihan, lawan mereka berikutnya adalah yang terberat.
8 dari 9 halaman

Westfalenstadion Jadi Saksi

Westfalenstadion Jadi Saksi

Italia berhadapan dengan tuan rumah sekaligus kandidat terkuat untuk meraih gelar juara, Jerman. Di laga ini, Italia menampilkan permainan terbaiknya sepanjang turnamen.

Usai melewati Swedia dan Argentina, Jerman berambisi memberikan yang terbaik untuk para pendukungnya, yakni kelolosan ke partai final. Namun, sepertinya Jerman salah pilih lawan dan di waktu yang tidak tepat pula. Saat itu, Italia sedang berada dalam performa puncak.

Barisan pertahanan Italia yang digalang Fabio Cannavaro dan Marco Materazzi ibarat dinding baja yang sanggup meredam setiap serangan Jerman. Sepanjang laga, Michael Ballack dan kawan-kawan bahkan hanya diizinkan melepas 2 shot on target (dari total 13 shot). Semuanya dimentahkan dengan brilian oleh Gianluigi Buffon di bawah mistar.

Sementara itu, lini tengah Italia dengan Andrea Pirlo sebagai porosnya sanggup mengalahkan Jerman dalam urusan ball possession hingga 57%. Hasilnya, distribusi bola untuk Francesco Totti dan Luca Toni di front line pun mengalir lancar.

Italia membukukan total 15 shot. Dari jumlah itu, 10 mengarah tepat sasaran ke gawang Jens Lehmann dan dua di antaranya sukses dikonversi menjadi gol kemenangan.

Dua gol itu sendiri tercipta saat extra time lewat sepakan terarah Fabio Grosso hasil assist brilian Pirlo pada menit 119 serta counter attack cepat di mana Alberto Gilardino memberi jalan bagi sesama substitute Alessandro Del Piero untuk menyelesaikannya dengan finishing berkelas pada menit 121. Selebrasi Grosso sendiri merupakan salah satu momen paling tak terlupakan dari Piala Dunia 2006.


(© Wikipedia)

Man of the match: Andrea Pirlo (Italia)



Statistik dan performa di atas arena tidak berbohong. Italia lolos ke partai pemungkas karena memang lebih layak. Westfalenstadion saksinya.
9 dari 9 halaman

Akhir Manis di Berlin

Akhir Manis di Berlin

Lawan Italia dalam perebutan takhta juara dunia di Olympiastadion, Berlin, adalah sang seteru lama Prancis.

Piala Dunia 2006 sendiri bisa dibilang sebagai akhir dari generasi emas Prancis bersama maestro jenius yang bernama Zinedine Zidane. Melihat perjalanannya hingga final dengan mengalahkan Spanyol, Brasil dan Portugal serta kualitas tim yang dinilai sedikit di atas Italia, Les Bleus pun tak pelak lebih diunggulkan. Terlebih lagi, Italia dianggap sudah kehabisan tenaga akibat laga penuh tensi dan menguras energi melawan Jerman di empat besar.

Zidane pun diyakini bisa melalui laga terakhir sebelum pensiun dengan raihan gelar Piala Dunia bersama negaranya.

Namun, Italia menyiapkan sebuah skenario berbeda. Marco Materazzi jadi salah satu aktor utamanya.

Pada menit 7, wasit Horacio Elizondo asal Argentina memberi Prancis hadiah penalti yang cukup kontroversial setelah Materazzi dianggap menjatuhkan Florent Malouda di area terlarang, padahal kontak antara kedua pemain itu terbilang minimal. Zidane lalu dengan dinginnya mengecoh Gianluigi Buffon untuk membawa Prancis memimpin.

Pada menit 19, berawal dari set-piece Andrea Pirlo, kedudukan kembali imbang setelah Materazzi menaklukkan Fabien Barthez dengan sundulannya. Skor 1-1 bertahan hingga habis waktu normal. Laga berlanjut ke extra time.

Di sinilah, tepatnya pada menit 110, sebelum laga berlanjut ke adu penalti, terjadi sebuah insiden yang melekat kuat dalam ingatan publik dunia. Gara-gara terprovokasi, Zidane menanduk dada Materazzi dan menerima kartu merah!



Di babak adu penalti, Prancis berada dalam situasi terjepit setelah eksekusi David Trezeguet tak menemui sasaran. Italia berada di atas angin berkat penalti sukses Pirlo, Materazzi, Daniele De Rossi dan Alessandro Del Piero. Dengan keadaan unggul 4-3, Fabio Grosso melangkah sebagai penendang kelima. Penaltinya sempurna dan Italia keluar sebagai juara.


(© Wikipedia)

Man of the Match: Andrea Pirlo (Italia)



Bukan ending yang ideal bagi pemain sekelas dan sehebat Zidane meski dia dinobatkan sebagai pemain terbaik turnamen oleh FIFA. Sebaliknya bagi Italia, ini adalah akhir yang sangat manis dan indah.

Berangkat dengan sejuta pesimisme dan keraguan di tengah prahara, Azzurri justru menjadikannya motivasi untuk menaklukkan dunia.