Analisis: Jangan Keburu Marah, Yuk Pahami Super League Sepenuhnya
Richard Andreas | 20 April 2021 11:30
Bola.net - European Super League, tiga kata yang membuat gaduh jagat sepak bola 24 jam terakhir. Ini gagasan yang dipendam lama, akhirnya mencuat dan meledak.
Senin (19/4/2021) kemarin, 12 klub top Eropa bersatu mendeklarasikan ESL. Kompetisi ini dirancang sebagai liga tandingan Liga Champions dan Liga Europa, bahkan menggantikannya.
Beragam reaksi fans pun bermunculan. Sebagian besar kesal, marah, dan mengecam sikap klub dukungan mereka.
Namun, melihat kasus ini dari satu sisi saja juga bukan sikap bijak. Kita harus mencoba memahami sudut pandang 12 klub top yang membentuk ESL.
Kenapa dibentuk? Apa awal masalahnya? Dan yang paling penting, apa dampaknya bagi pemain?
Catatan! Silakan baca artikel ini terlebih dahulu jika Anda belum memahami awal Super League: Resmi, 12 Klub Top Eropa Membelot Bikin European Super League
Mengapa dibuat?
Gagasannya, klub-klub top Eropa ingin meninggalkan kompetisi UEFA dan bermain di liga sendiri yang lebih sehat.
ESL dibuat sebagai bentuk protes terhadap UEFA yang dianggap terlalu arogan. Pengaruh UEFA terlalu besar, klub-klub top harus bekerja ekstra untuk mempertahankan kestabilan ekonomi mereka.
Lalu pandemi datang menghantam sepak bola, sejak itu setiap klub semakin kesulitan. Klub yang memiliki pemain dengan gaji tinggi harus kelimpungan mencari pendapatan.
Singkatnya, klub-klub top itu membutuhkan sumber pendapatan yang lebih stabil untuk membiayai operasional klub mereka, dan UEFA tidak bisa memberikan itu.
Soal uang? Memang benar
Jadi apakah ESL soal uang? Jika pertanyaannya dikemas demikian maka betul, ESL memang soal uang. Namun, apakah keliru menyoal uang?
Coba dipahami lebih luas. Dari mana sumber pendapatan klub sepak bola? Setidaknya ada beberapa saluran pendapatan seperti:
- Hak siar
- Sponsorship
- Penjualan tiket
- Penjualan merchandise
- Transfer pemain
- Hadiah juara
Sekilas tampak cukup, tapi apakah benar demikian? Lihat saja Barcelona, salah satu klub dengan pendapatan terbesar di dunia tapi sedang kesulitan finansial.
Baik, mungkin benar Barcelona kesulitan karena ulah si presiden lama, Josep Maria Bartomeu. Namun, bukan hanya Barcelona yang kesulitan di tengah pandemi ini.
Real Madrid harus memangkas gaji pemain, begitu pula dengan sebagian besar klub top di Eropa.
Artinya, pendapatan klub tidak selaras dengan pengeluaran mereka. Besar pasak daripada tiang. Lalu mengapa bisa sampai seperti ini?
Dosa UEFA dan FIFA
Pertanyaan di atas seharusnya bisa dijawab UEFA dan FIFA yang bersalah besar. Mereka membiarkan pasar sepak bola bergerak liar tanpa regulasi yang tepat.
Tidak ada salary cap untuk pemain sepak bola. Artinya tidak ada aturan batas tinggi gaji. Si pemain berhak bernegosiasi dengan klub, meminta jumlah gaji yang tak masuk akal.
Pihak klub mau tak mau harus menerima tuntutan si pemain, sebab mereka masih sangat membutuhkan tenaganya.
Ingat kasus Mesut Ozil di Arsenal dahulu? Arsenal mungkin keliru, tapi sebenarnya mereka tidak punya banyak pilihan. Ozil menuntut gaji besar, pihak klub terpaksa memenuhinya.
Kasus seperti ini terjadi di semua liga, ratusan kasus. Sekarang situasinya sudah telanjur kelewat batas, tidak bisa dipulihkan sebagaimana seharusnya.
UEFA dan FIFA bukan soal uang, apa benar?
Boleh saja mengkritik ESL dengan teriakan seperti ini: Sepak bola bukan soal uang! Passion dong!
Kritik itu benar, tapi seharusnya bukan hanya menyerang ESL. Sebaliknya, penikmat sepak bola sejati seharusnya tahu bagaimana UEFA dan FIFA mengontrol perputaran uang dalam sepak bola.
Pernah mendengar presiden FIFA atau UEFA tersandung kasus korupsi? Pernah mendengar nama Gianni Infantino, Sepp Blatter, atau Michel Platini?
Nama-nama itu pernah dan masih dikaitkan dengan kasus korupsi dalam sepak bola. Ada korupsi, berarti ada uang -- bahkan melimpah.
Masih belum yakin bahwa UEFA dan FIFA juga soal uang? Coba pikirkan ini:
UEFA Nations League, mengapa terus dipaksakan di tengah pandemi? Jangankan itu, mengapa diciptakan UEFA Nations League yang menguras energi pemain?
Mengapa bersikeras menggelar Piala Dunia di Qatar, Timur Tengah? Bahkan FIFA sampai rela menggeser jadwal ke akhir tahun, yang berarti akan mengganggu jadwal liga-liga Eropa.
Klub top yang tersiksa
Kenapa ke-12 klub top itu yang bersepakat membuat liga tandingan? Jawabannya, karena merekalah yang paling tersiksa.
Sebagian besar pemain top beredar di 12 klub tersebut. Artinya, beban gaji klub-klub itu sangat besar, dan mereka benar-benar terhantam pandemi.
Pernah dengar bagaimana fans mengkritik klub kesayangan mereka karena minim belanja? Biasanya begini: "Beli pemain gak jelas, beli yang bagus dong!"
Padahal, pemain bagus jelas mahal, dan klub berada di posisi yang tidak menguntungkan. Mereka terdesak membeli pemain, meski kondisi keuangan pas-pasan.
Klub ngos-ngosan membayar gaji. Jika sampai ada isu miring soal uang, fans akan marah-marah, padahal merekalah yang minta dibelikan pemain mahal.
Lebih sehat, lebih aman
ESL didesain untuk memperbaiki masalah keuangan tersebut. Faktanya, uang yang didapatkan dari Liga Champions dan Liga Europa sebagian besar masuk ke kantong UEFA.
Padahal UEFA hanya berperan sebagai pihak penyelenggara, bukan yang harus susah payah membayar gaji pemain. Fans yang mengkritik klub mereka karena uang, seharusnya terlebih dahulu beramai-ramai mengecam UEFA.
ESL tidak demikian. Karena dikelola langsung oleh 12 klub pendiri, mereka menjanjikan laporan keuangan yang transparan.
Bahkan dengan berpartisipasi saja klub langsung mendapatkan kucuran dana besar yang bisa menambal masalah keuangan dan beban gaji mereka.
ESL juga akan menciptakan kompetisi yang lebih sehat dan lebih aman bagi pemain. Tidak ada lagi jadwal terlalu padat yang menguras energi.
Kritik untuk liga-liga
Bolaneters, sudah berapa kali mendengar pelatih dan pemain mengeluhkan jadwal padat?
Kondisinya sangat parah di Premier League, ada tiga kompetisi domestik, belum lagi klub-klub yang harus berlaga di Eropa.
Hal yang sama juga berlaku di liga-liga lainnya, entah itu Serie A atau La Liga. Jadwal pertandingan terlalu padat, pemain diperas seperti sapi perah.
Protes sudah berulang kali disuarakan, tapi apakah pernah didengar? Buktinya, tidak ada usaha memperbaiki jadwal, tidak ada pengurangan kompetisi.
Justru sebaliknya, UEFA menciptakan kompetisi baru, Nations League. Pemain semakin tersiksa, cedera pun tidak bisa dihindari.
Usia karier pesepak bola
Dari perspektif pemain, ESL jelas lebih aman bagi mereka. Perlu diingat, karier pesepak bola relatif singkat.
Mungkin ada kasus-kasus ajaib seperti Zlatan Ibrahimovic dan Cristiano Ronaldo yang masih sangat bugar di usia lebih dari 35 tahun, tapi tidak semua pemain bisa seperti itu.
Rata-rata pemain pensiun di usia 35 tahun, bahkan sebelumnya. Lalu bagaimana mereka menjalani sisa hidup? Ingat kasus Ronaldinho yang dikabarkan bangkrut?
Dengan bermain di ESL, mereka akan mendapatkan gaji lebih layak, jadwal pertandingan lebih manusiawi, dan ada rasa aman setelah pensiun nanti.
Sumber: Bola
Baca ini juga ya!
- Format Baru Liga Champions: Apa Saja yang Baru dan Bagaimana Nasib Klub ESL?
- Jurgen Klopp: Gary Neville Bicara Soal 'You'll Never Walk Alone?' Tidak Boleh!
- Polling: Kamu Tim European Super League atau Tim Liga Champions nih?
- James Milner Tak Setuju Liga Super Eropa Bergulir, Apa Alasannya?
- Jurgen Klopp Pastikan Bertahan Meski Liverpool Ikut European Super League
TAG TERKAIT
BERITA TERKAIT
-
Cuan! Dipecat Mulu, Mourinho Malah Tambah Tajir Rp1,9 Triliun!
Liga Inggris 19 April 2021, 23:51 -
Semi Final Liga Champions, Eden Hazard Siap Hadapi Chelsea
Liga Champions 19 April 2021, 18:40 -
Chelsea Siapkan Dua Tumbal untuk Boyong Paulo Dybala dari Juventus
Liga Inggris 19 April 2021, 16:41
LATEST UPDATE
-
Reaksi Bijak Marselino Ferdinan Usai Timnas Indonesia Dipermak Australia 1-5
Tim Nasional 21 Maret 2025, 07:18 -
Vinicius, Raphinha, Rodrygo: Perburuan Bintang Baru Brasil Pasca Neymar
Amerika Latin 21 Maret 2025, 06:34 -
Italia Ukir Rekor Buruk Usai Kalah dari Jerman
Piala Eropa 21 Maret 2025, 06:22 -
Italia Kesulitan Hadapi Bola Udara Jerman
Piala Eropa 21 Maret 2025, 06:04 -
Man of the Match Italia vs Jerman: Joshua Kimmich
Piala Eropa 21 Maret 2025, 06:01 -
Man of the Match Belanda vs Spanyol: Jeremie Frimpong
Piala Eropa 21 Maret 2025, 05:55 -
Calafiori Cedera, Italia dan Arsenal Dibayangi Kekhawatiran
Piala Eropa 21 Maret 2025, 05:52
LATEST EDITORIAL
-
Di Mana Mereka Sekarang? 5 Gelandang Terbaik Dunia 2017 Versi Xavi
Editorial 21 Maret 2025, 07:12 -
Di Mana Mereka Sekarang? 5 Pemain yang Dilepas Real Madrid pada 2015
Editorial 20 Maret 2025, 10:39 -
5 Target Alternatif untuk Man Utd Setelah Gagal Rekrut Geovany Quenda
Editorial 19 Maret 2025, 12:40