Kasus Match Fixing Bulu Tangkis: Putri Sekartaji Tak Ajukan Banding ke CAS

Anindhya Danartikanya | 13 Januari 2021 14:08
Kasus Match Fixing Bulu Tangkis: Putri Sekartaji Tak Ajukan Banding ke CAS
BWF (c) Dok BWF

Bola.net - Pebulu tangkis putri Indonesia, Putri Sekartaji, telah ambil keputusan untuk tak mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) terkait kasus match fixing yang dituduhkan padanya oleh Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF). Putri pun mengaku bersalah, namun menolak mendapatkan hukuman karena merasa dirinya sekadar jadi korban.

Seperti diketahui, Putri disangka melakukan pengaturan skor atau match fixing saat bertanding di Selandia Baru Terbuka 2017. Saat berduet dengan Hendra Tandjaya di nomor ganda campuran, ia tidak tahu sebenarnya Hendra telah berniat melakukan perbuatan yang mencederai sportivitas dengan merekayasa hasil pertandingan.

Advertisement

Saat itu, Putri tetap bermain sepenuh hati di tengah lapangan. Putri mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya. Sebaliknya, rekannya tersebut sering melakukan kesalahan demi kesalahan yang elementer. Memukul shuttlecock keluar atau menyangkut net.

Pemain kelahiran Jakarta, 29 April 1995 ini divonis sangat berat oleh BWF, yaitu 12 tahun skorsing tidak boleh terlibat di bulu tangkis dan ditambah denda sebesar 12.000 dolar AS atau sekitar Rp170 juta. Putri menolak dihukum, namun memilih untuk tak mengajukan banding ke CAS, yakni keputusan yang berbeda dengan Agripinna Prima Rahmanto Putra dan Mia Mawarti.

Pada Senin, 11 Januari 2021 mereka bertiga menemui Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI, Edi Sukarno, di Pelatnas Bulu Tangkis, Cipayung, Jakarta Timur. Sebagai warga PBSI, mereka hadir meminta bantuan dan perlindungan. Sesuai surat BWF, pengajuan banding ke CAS bisa dilakukan selama 21 hari sejak surat keputusan diterima PP PBSI per 5 Januari 2021. Artinya, batas akhir banding tersebut pada 26 Januari 2021.

1 dari 3 halaman

Mengklaim Hanya Jadi Korban

“Terus terang, saya ini korban dari perbuatan Hendra Tandjaya. Saya juga tidak bertaruh atau melakukan rekayasa hasil pertandingan seperti yang dituduhkan BWF. Seperti Agri dan Mia, saya juga korban perbuatan Hendra,” kata Putri, melalui rilis dari PBSI, Selasa (12/1/2021).

Selama di Selandia Baru, Putri mengaku menerima uang sebesar Rp14 juta dari Hendra. Dirinya tidak berprasangka buruk terhadap partnernya di lapangan itu. Dia mengira uang dari Hendra yang bertindak sebagai ofisial tersebut adalah uang saku untuknya selama bertanding di Negeri Kiwi tersebut.

Sebelumnya saat Putri tampil di nomor ganda putri bersama Mia, Hendra yang berperan sebagai ofisial malah bertindak lebih konyol lagi. Hendra meminta wasit menghentikan pertandingan. Alasannya Mia cedera dan tak bisa meneruskan pertandingan. Padahal Mia menyebut dirinya fit dan tidak cedera.

“Ternyata, dalam chat di handphone Hendra yang kemudian disita BWF, uang yang saya terima itu dianggap BWF sebagai uang hasil taruhan. Padahal, terus terang saya tidak tahu menahu dengan Hendra yang melakukan judi atau pengaturan hasil pertandingan. Inilah yang membuat BWF menghukum berat saya,” sebut Putri

Oleh BWF, pebulu tangkis berusia 25 tahun ini dinyatakan telah melakukan sejumlah kesalahan berat. Di antaranya dianggap turut serta dalam taruhan dan perjudian. Selain itu, Putri dinilai tidak mau bekerja sama dengan BWF. Uniknya, Putri mengaku bahwa selama proses investigasi, dirinya tidak pernah bertemu BWF.

Dia memang sempat diundang, tetapi tak bisa datang. Putri mengira kasusnya sudah selesai, hingga tak perlu hadir untuk melakukan klarifikasi dan pembelaan. Tahu-tahu, dia dihukum berat dan tidak diberi kesempatan membela diri. Dengan hukuman yang demikian berat itu, Putri menyebut sangat keberatan.

Dia tidak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan. Dirinya hanya sebagai korban dan juga tidak terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan. Biang kerok semuanya itu adalah Hendra. “Saya ini korban dari ketidaktahuan tentang Etik BWF dan juga hukum. Semuanya itu dalangnya adalah Hendra. Kami yang tidak tahu apa-apa, malah kena getahnya,” papar Putri.

2 dari 3 halaman

Faktor Ekonomi, Alasan Tak Ajukan Banding

Soal keputusan Putri untuk tak mengajukan banding, alasannya semata-mata faktor ekonomi. Untuk sekadar banding ke CAS, dirinya tidak sanggup untuk membayar biaya pendaftaran sebesar 500 dolar AS. Selain itu, dia tidak banding juga karena dirinya memang sadar bagaimana kemampuan dirinya di bulu tangkis.

Putri merasa kariernya sudah mentok dan tidak bisa berprestasi lebih hebat lagi. “Saya dilarang main bulu tangkis, baik di level internasional maupun nasional. Saya memang sudah tidak main. Paling-paling, kalau masih bermain hanya di kelas tarkam,” sebut Putri.

Apalagi, untuk membayar denda yang 12.000 dolar AS atau sekitar Rp170 juta, dirinya benar-benar tidak mampu. “Ini berat banget. Seandainya mau membayar dan misalnya harus dicicil setiap bulan Rp1 juta, itu artinya selama 170 bulan atau 14 tahun saya harus membayar terus. Bisa-bisa, saya punya anak hingga besar pun tetap akan terus mencicil denda itu,” papar Putri.

Namun, Edi Sukarno menyebut putusan BWF yang menghukum Putri berupa skorsing 12 tahun dan denda 12.000 dolar AS itu, apabila Putri tidak membayar denda, sebenarnya tak ada risiko, misalnya masuk penjara. "BWF tidak bisa menyatakan bahwa sanksi berupa hukuman penjara bagi Putri yang tidak mampu membayar denda. Kesalahan Putri itu berupa pelanggaran Kode Etik saja," jelas Edi.

Disadur dari: Bolacom (Yus Mei Sawitri) | Sumber: PBSI | Dipublikasi: 12 Januari 2021